25. Manusia yang terluka

68 7 0
                                    

" Beberapa orang dewasa suka berbohong, orang dewasa suka menghakimi kita. Mereka suka memaksa kita dan menjadikan kita seperti yang mereka inginkan"- Shevanya Annetha

***

" Anneth yang minta ditemenin Lifia kesini, Minggu lalu kan Papa tau ada kasus kemalingan di blok sebelah" gadis itu membalas tatapan datar pria dihadapannya, berbohong kalo sebenarnya Lifia kabur.

" Kenapa nggak izin?"

" Udah ke kepala bodyguard mungkin lupa disampaiin"

Lifia saling mencengkeram jari-jarinya sembari merunduk disebelah sang kakak.

Bukan masalah takut dibawa pulang. Tapi dia was-was kalo stigma Anneth di mata orangtuanya kian memburuk.

" Lagipula dia mau sekolah di Pionir jadi bukannya dia butuh bantuanku biar bisa masuk tanpa kendala?"

Karel tertawa tak habis pikir, masih dengan pandangan mata lurus yang tak sedikitpun teralihkan dari netra si putri sulung.

" Pionir? Yakin dia mau sekolah disana karena kemauannya, bukan karena paksaanmu biar kamu bisa nutupin kesalahan-kesalahanmu itu?!"

Anneth mengeraskan rahang bersamaan kala tubuhnya menegang. Ucapan itu menyentil hatinya yang sudah dia beri pembatas kuat agar tidak runtuh. Namun entah kenapa rasanya inti maksud tersebut berulang kali menyakitinya dengan kalimat berbeda.

Dia tertawa getir setelahnya." Buat apa Pa, aku nutupin satu kesalahanku kalo aku masih punya 99 hal lainnya yang belum tentu salah?"

" Satu kesalahan?" Karel menyandarkan punggung sembari menumpukkan sebelah kaki." Gagal jadi peraih juara kelas, gagal juga jadi MBP, tidak mencolok di sekolah, tidak ada kehebatan apapun selain berani membangkang!"

" Itu semua ku rangkum dalam satu kesalahan" Ucap Anneth tersenyum miris." Tau apa?"

Suasana terasa hening seketika, baik Lifia maupun sekretaris pribadi Karel sama-sama tidak berani bersuara sejak tadi. Sementara sang Papa masih diam menanti.

" Jadi anak Papa" Sambung Anneth tangannya terkepal kuat." Kalo Papa benci sama Tuhan karena ngasih anak kayak aku yang nggak sesuai keinginan Papa. Terus emangnya aku mau jadi anak Papa?"

Karel tercekat sejenak." Jangan kurang ajar kamu Anneth!"

" Aku juga nggak minta Pa, ke tuhan untuk dijadiin putri Karel Nasution. Aku bahkan nggak pernah punya keinginan dilahirin ke dunia ini!"

Lifia membeliak kaget dengan kata-kata yang dilontarkan Anneth.

" Kalo bukan karena Lifia kesini, aku yakin Papa nggak mungkin mau nginjekin kaki disini" Gadis itu berdiri, kemudian menatap nanar kearah Karel." Nunggu aku mati kayaknya baru ngunjungin"

" Anneth!" Pria itu bergegas bangkit dan menarik tangan Anneth supaya tidak pergi." Kamu ini nggak punya sopan santun sama orangtua? Papa belum selesai ngomong!"

Anneth menghela nafasnya kasar."Emangnya Papa pernah dengerin Anneth ngomong?"

" Papa capek sama kelakuan kamu Anneth! Sekali-kali nurut kenapa sih?!"

" Aku juga capek diatur-atur padahal kehidupanku aturanku" Anneth tersenyum manis." Kalo mau anaknya nurut, maka didik yang benar pak Karel Nasution" lanjutnya.

" Kamu yang dari awal kalo mau diajarin ngeyel terus"

" Papa ngajarinnya buat pura-pura bahagia sih" Anneth mengikis jarak, mendekati pria itu sebelum pada akhirnya tangan gadis tersebut mengibas debu dipundak kemeja Karel." Jangan selalu menuntut kalo nggak mau dituntut, kutipan Joa pas aku masih kayak Papa dulu, sayangnya Anneth yang itu udah lama mati"

APA ITU RUMAH? [END✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang