BAB 32 • TERUS BERSEDIH

15K 770 35
                                    

32. TERUS BERSEDIH

04.30 WITA.

Jean terlihat sedang duduk di ruang tamu rumah almarhumah bundanya sambil menatap Zidan dengan mata pandanya. Ia belum tidur sejak semalam, sementara Zidan terus menemaninya di rumah itu.

Ya, Zidan semalam membawa Jean pulang ke rumah ini. Ia sudah memaksa Jean untuk kembali ke rumahnya, namun Jean malah terus menangis dan menolak keras untuk pulang ke sana.

Iris kelabu Zidan memperhatikan Jean yang sedang duduk di sofa sambil memeluk kedua lututnya. Gadis itu sedang melamun dengan wajah yang sembab.

"Woy, anak pungut. Cerita, gih, malah diam," kata Zidan dengan sebal, membuat Jean langsung menatapnya.

Zidan menghela nafas saat melihat tatapan Jean yang kembali nanar seolah ingin kembali menangis.

"Gue nanya, bukan nyuruh lo nangis," omel Zidan yang sudah malas melihat Jean terus-menerus menangis.

"Aghu cyedih kalnha aghu anyak pung ... hwaaaaa." Jean tak mampu menyelesaikan ucapannya dan kembali menangis.

Zidan berdecak kasar. "Lo ngomong apaan, sih? Malah kayak orang gagu. Nih, gulali. Makan, habis itu pergi tidur sana," suruhnya sambil menyodorkan 5 gulali yang semalam ia beli di taman.

Sambil terus menangis, Jean pun mengambil gulali tersebut dan membuka plastiknya. Ia memakan gulali itu dengan terus menangis.

Menangis pun butuh tenaga.

Melihat Jean yang sudah menghabiskan 4 bungkus gulali dan hendak membuka bungkusan kelima, Zidan pun kembali bersuara.

"Entar lo sakit gigi," tegur Zidan sambil mengeluarkan sebungkus rokok dari saku jaketnya. Ia pun membakar ujung rokok itu dan kemudian menghisapnya.

"Hati aku sakit, Kak," ujar Jean dengan lirih.

Zidan mendengus pelan. "Lebih baik sakit hati, daripada sakit gigi."

"Aku serius, Kak. Lebih baik sakit gigi daripada sakit hati," ujar Jean dengan lirih.

"Terserah lo, deh. Ngomong-ngomong, lo sakit hati kenapa?" tanya Zidan penasaran. Mengingat jika Jean sejak tadi terus menangis, pasti masalah gadis itu sangat berat.

"A-aku anak pungut, Kak."

"Emang."

"Ihh, Kak Zidan dengarin aku ngomong dulu," ucap Jean dengan sebal, membuat Zidan menghela nafas dan akhirnya mengangguk malas.

"Jadi gini, aku tadi, kan, nyari kalung di kamar Kak Zehan. Pas aku cari-cari, ternyata aku malah nemuin sesuatu yang lain," jelas Jean, membuat Zidan mengernyitkan alisnya. "Aku nemuin dokumen-dokumen di dalam laci Kak Zehan."

"Dokumen apa?"

"Dokumen tentang perjanjian adopsi aku. Ternyata, aku cuman anak adopsi almarhumah Bunda aku dulu. Aku sebelumnya anak yang dipungut di tempat sampah dan kemudian tinggal di panti as-"

"HAHAHAHAHHAHAHAHAHAHA!"

Jean yang sedang bercerita sontak mendengus sebal saat melihat Zidan tertawa kencang.

"Lo beneran anak pungut? Dipungut di tempat sampah?" Zidan terus tertawa sambil memegangi perutnya yang terasa sakit.

"Ihh, Kak Zidan jangan gitu. Entar aku tambah sedih," ucap Jean yang matanya kembali berkaca-kaca karena asal usulnya ditertawakan oleh Zidan.

"S-sorry, habisnya cerita lo bikin ngakak," kata Zidan dengan entengnya sambil perlahan mulai berhenti tertawa.

Melihat Jean yang ngambek, Zidan pun lantas menarik nafasnya dalam-dalam. Ia tidak boleh tertawa.

RETROUVAILLES ( END )Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang