Safety Net | Part 38 - Candle Light Dinner

2.7K 217 20
                                    

  DI tengah teriknya sinar matahari, Dante bersandar di kursi pinggir kolam renang. Entah mengapa, akhir-akhir ini pekerjaannya semakin terasa sedikit. Sepertinya sang Ayah sedang berbaik hati membiarkannya liburan sementara di pulau ini.

  "Ah, akan lebih baik jika ada banyak wanita disini," gumam Dante, secara refleks tangannya meraih ponsel dan hendak menghubungi nomor klub malam langganannya. Tapi tiba-tiba, wajah marah Katherine terlintas di pikirannya. Akhirnya, Dante memilih untuk mengurungkan niatnya menghubungi klub malam itu.

  Seharusnya, agendanya hari ini adalah berkuda setelah matahari sedikit terbenam. Akan tetapi, jika mengingat kegiatan berkuda dirinya malah diingatkan oleh Katherine. Lagi-lagi perempuan itu mendominasi pikirannya.

  Tok! Tok! Tok!

  Dari pintu masuk Villa, terlihat Adam yang masuk setelah mendapatkan izinnya. Kebetulan, Adam memegang kunci Villa-nya untuk kepentingan keamanan.

  "Selamat siang, Sir. Apa Anda jadi berkuda sore ini?"

  Dante melepas kaca mata hitamnya, "Tidak perlu. Aku akan menunggu Kate pulang," jawabnya blak-blakan.

  "Kate?" cicit Adam tercengang. Nampaknya mereka sangat dekat, pikirnya. Mungkin karena melakukan outbound berdua kemarin.

  "Iya, apa kamu tidak mengenalnya? Dia general manager disini," jelas Dante dengan senyum pongah. Padahal, dia tahu isi pemikiran Adam yang nampaknya terkejut melihat kedekatan mereka.

  "Sa—saya tahu, Sir. Kalau begitu, Anda tidak jadi berkuda. Atau... Anda ingin dipesankan wanita? Pak Alan memberikan saya nomor The Quilla untuk—"

  Brak!

"Shit!" umpat Dante yang merasakan kebas di telapak tangannya.

  "Anda tidak apa-apa?" tanya Adam, berusaha menahan tawa.

  "Ya, meja ini kuat sekali. Aku akan menggunakannya di proyek selanjutnya. Ekhem! Silahkan keluar, dan siapkan camilan. Aku hanya akan menunggu Kate, bukan wanita lain," ujar Dante, berusaha menjaga wibawanya dengan memakai kembali kaca mata hitamnya dan bersandar di kursinya.

  "Baik, Sir. Kalau begitu saya permisi."

  Sepeninggal Adam, lagi-lagi Dante mengecek ponselnya dengan gelisah. Apa dia harus menghubungi Katherine? Tapi, Dante tidak ingin Katherine menjadi risih dan muak padanya.

  "Oke, aku hanya akan menanyakan waktu kepulangannya," gumam Dante sambil menghubungi nomor Katherine yang masih tertera di ponselnya. Semoga saja nomor tersebut bisa dihubungi walaupun sudah tiga tahun mereka tidak menghubungi satu sama lain. Selama ini, dia tidak berusaha menghubungi Katherine lagi karena tidak ingin nomornya di blokir. Baru satu nada dering, Katherine mengangkat panggilannya.

"Aduh, gue gak abis pikir. Pokoknya lo harus nikahin Sarah!"

Dahi Dante berkerut mendengarnya. Sepertinya Katherine sedang berbicara dengan orang lain. Baiklah, Dante akan bersikap seperti gentleman dengan membiarkan perempuan itu selesai bicara terlebih dahulu dengan lawan bicaranya disana.

"Kate, lo tahu sendiri gue cinta sama siapa."

Sial, batinnya sebal. Dante mengenal betul pemilik suara ini, dan sekarang dia tidak menyukai ide bahwa Katherine sedang berada di ruangan yang sama dengan laki-laki lain. Tapi, Dante ingin mendengar jawaban yang akan diberikan oleh Katherine.

  "Tapi, gue gak cinta sama lo, Zav. Kita cuma sahabat, and let's keep it that way."

Mungkin Dante bodoh, tapi dia tidak bisa menahan dirinya sendiri untuk tersenyum. Bukankah berarti tidak ada lagi saingan untuk dirinya mendapatkan Katherine?

Safety NetTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang