07. Di antara Sebuah Harapan

29 5 3
                                    

Diana Anastasya's POV

Jam pelajaran sudah berakhir. Sekarang aku sedang merapikan buku dan alat tulis. Aku harap ... diriku ini berani untuk mengajak Reindra kerja kelompok lebih awal. Aku hanya takut karena mungkin dia akan menghindariku lagi.

Setelah usai memasukkan benda-benda tersebut ke dalam tas. Aku langsung merasakan bahwa dia telah melangkah maju melewatiku. Masih seperti biasanya dengan tampang dan sikap yang dingin seakan-akan tak pernah merasakan hawa keberadaanku. Aku bergegas menggendong tas. Setelah itu, beranjak untuk menyusulnya lelaki itu.

Baru saja pintu kelas tinggal beberapa langkah. Aku telah mendapati Reindra tengah diam bersama teman-teman yang lain di pintu kelas. Mungkin, inilah kesempatanku. Sebelum dapat melewati pintu kelas, langsung saja kupanggil dia.

"Rei ... Rei ...."

Ah, sudah pasti dia tak mau mendengarkanku. Ini bukan pertama kalinya sih. Ketika ada kesempatan satu kelompok dengannya pasti kucoba untuk mengajak dia saat pulang sekolah. Namun, sama saja seperti yang terjadi saat ini. Aku masih tidak mengerti dengan Reindra ini. 

Kenapa dia sangat cuek kepadaku sih?

Kini dia masih saja berdiri bersama teman-temannya sambil melihat ramainya para siswa-siswi yang berlalu lalang di depan kelas kami. Ah firasatku bilang, mereka sedang cuci mata.

"Rei ... nyaut apa, dari tadi aku manggil nih."

Tidak ada respon. Akan kucoba lagi dengan penuh harap.

"Reiii ...."

Bukannya Reindra yang menoleh, malahan Bagas terlebih dahulu menyadari panggilanku. Dia sekilas melihatku dengan keheranan menggunakan wajahnya itu yang bak preman. Aku memang terkadang resah jika melihat dia dalam keadaan tidak tersenyum. Bagas pun menengok ke arah Reindra dan menepuk pundaknya.

"Eh Reindra, itu loh dipanggil Diana," panggil Bagas.

Reindra melihat Bagas sebagai bentuk respon atas panggilan tersebut. Terlihat jelas bukannya menaruh perhatian kepadaku, dia ini malah nampak kesal. Aaah ... kalau tetap bersikap halus kepadanya mungkin aku akan telat untuk pergi ke laboratorium.

"Reindraaa!!!" teriakku.

"Nah iya kenapa?" tanya Reindra baru melihat ke arahku dengan ekspresi datarnya.

Mungkin teriakanku cukup membuat dia malu di hadapan teman-temannya. Yaa ... bagus dong, itulah akibatnya kalau tidak menanggapiku. Aku berusaha tenang dan fokus kepada apa yang akan kuucapkan.

"Nanti siang kamu sibuk?" tanyaku menatap serius.

"Banget," jawab Reindra datar.

"Sibuk ngapain?"

"Ngerjain tugas."

Ah, bagus nih. Tepat sekali rupanya.

"Sekalian aja kerja kelompok," ucapku memancarkan aura kegembiraan.

"Emangnya ada tugas kelompok ya?" tanya Reindra keheranan.

Hah? Dia ini pura-pura lupa atau memang tidak tau sih.

"Ya ada dong, kan aku satu kelompok sama kamu," jawab Diana.

Sesekali aku mencuri pandangan ke arah lain dan sempat melihat David yang nampaknya baru menyadari percakapanku dengan Reindra. David langsung menghampiri dan menepuk pundaknya.

"Yo Rei!!" panggil David.

"Hmm napa vid-"

"Eh ada Diana ... belum pulang nih?" potong David.

ReshuffleTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang