16. The Lost Princess

23 3 0
                                    

Ayumi Cannalily's POV

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Ayumi Cannalily's POV

Kini, aku masih memikirkan hal lain ketika tengah duduk manis sembari ditemani celotehan Pak Guru. Perkiraanku tentang beberapa masa ke depan telah menggambarkan suatu kemungkin terjadinya sebuah pertemuan. Hal ini sudah lama aku impikan. Meskipun, aku sendiri tak ada harapan bahwa orang ini memiliki perasaan yang sama atau tidak.

Aku dapat berpikir seperti itu karena ada satu kemungkin bahwa bisa saja orang yang diidamkan ini telah melupakan diriku. Bukti saat SMP, dia mengatakan jikalau kami baru saja bertemu. Padahal sebelum menempuh pendidikan di Sekolah Menengah Pertama pun pernah menjalin sebuah hubungan yang erat. Aku tak menyangka bahwa lelaki idamanku ini tega tuk melupakan sesosok Tuan Putri sepertiku yang telah lama hilang dari kehidupannya.

Lalu ....
Ingingku berkata kasar.
Tapi, tidak cocok untuk diriku yang lembut.
Hanya ... mau bagaimana lagi?

Dia lebih memilih Putri Lain. Jujur sangat kesal akan hal tersebut, membuatku tertunduk dan sedikit menggertakkan gigi. Jikalau aku tunjukkan ekspresi ini kepada rekan sekelas, sudah pasti mereka akan takut. Tak ada yang pernah membuat mataku terbelalak, alis menajam, serta gertakan gigiku ini.

Padahal aku sendiri paham bahwa sebuah janji yang dibuat oleh dua orang anak kecil akan terlalu mudah tuk dilupakan dan gampang untuk tak dianggap serius.

Isi pikiran yang runyam ini sekilas menampakkan sebuah pertanyaan diiringi oleh secercah harapan.

Bila aku muncul di sampingmu serta mendekat kembali, apakah aku akan dianggap perusak hubungan orang lain?

Aku hanya dapat menyangkal dalam batin.

Hmm ... sepertinya tidak.

Aku mampu menyatakan hal itu karena merasa lebih dahulu kenal dengannya. Selain itu juga, lebih lama mengenali sosok lelaki tersebut. Aku sama sekali merasa tak ada yang salah akan hal itu. Aku sendiri merasa masih berhak untuk mendekatinya.

Lagipula Alisa tak akan pernah pindah ke sekolah lelaki itu. Aku dapat menemukan suatu kesempatan karena mereka dipisahkan oleh ekosistem yang berbeda. Dari situasi ini lah, aku merasa lebih banyak mempunyai kesempatan. Peluang untuk memperbaiki hubungan kita yang pernah sirna diakibatkan ruang, jarak, dan waktu.

"AYUMI!!!" Terdengar keras panggilan dari Pak Guru.

Panggilan itu sontak menyembunyikan ekpresiku yang sebenarnya. Aku mengangkat pandangan dan berusaha untuk tidak menampakkan raut wajah terkejut. Dalam keheningan yang memenuhi hawa ruangan. Hampir seluruh mata tertuju padaku.

Kutarik nafas sembari memejamkan mata. Terbukalah alat penglihatan sembari terhembusnya gas karbondioksida dari dalam diri.

"Haaah ... iya, kenapa pak?" jawabku datar.

"Bengong lagi ya?! Sini kamu maju!!"

Aku hanya bisa menuruti perintah Sang Guru. Beranjak dari tempat duduk dan keluar dari bangku. Posisiku berada di tengah. Hal itu lah yang terkadang membuatku nyaman untuk memikirkan banyak hal tanpa takut akan gertakan guru. Meskipun aku sendiri sadar, pada beberapa kesempatan tetap saja akan ketahuan.

Palingan cuma disuruh jawab-jawab soal, batinku sambil melangkah menuju Pak Guru.

Kini aku telah berada di depan Pak Guru yang selalu tergambarkan kesangaran pada wajahnya.

"KAMU GAK DENGER MATERI BAPAK DARI TADI YA?!" gertak Pak Guru.

"Denger kok Pak, tapi karena penyampaian Bapak ngebosenin, ya sudah saya gak merhatiin dari tadi, terus cuma dengerin aja," jawabku lesu sembari berkali-kali membuang pandangan.

"Oh begitu dengerin saja ya ... kalau begitu coba kamu jawab lima soal yang saat ini ada di papan," balas kesal Pak Guru.

Tanpa berkata apapun lagi, aku langsung mengambil spidol pada meja Pak Guru. Mendekatkan diri pada papan tulis. Berdenyit-denyit itulah bunyi dari spidol ketika aku buatkan ia menari-nari pada permukaan papan tulis. Hasil dari tarian indah tersebut, menghasilkan sebuah jawaban pada masing-masing persoalan. Pertanyaan seperti itu bukanlah apa-apa untukku. Mudah saja, semalam diriku ini sekilas melihat isi buku tentang materi soal-soal tersebut. Alhasil, masuk dengan mudah ke dalam kepalaku.

"Pak sudah selesai tuh, saya boleh duduk?"

"EH!! Tunggu dulu, Bapak koreksi."

"Ck, bodo amatlah," desisku meninggalkan papan tulis.

Aku tidak peduli.
Lebih baik kutinggal duduk.
Sebenarnya menjadi pusat perhatian adalah salah satu hal yang tak kusukai. Akan tetapi, aku berhak merasa senang jika kerap kali dijadikan pusat perhatian.

"Bagus Ayumi, jawabanmu bener semua ... EH? Asal main duduk aja, kan Bapak belum nyuruh kamu duduk!"

"Kan udah pasti bener Pak, ya sudah saya langsung tinggal duduk," ujarku menempatkan diri pada posisi ternyaman pada bangku.

"Ah ... eh ... ya sudah, bagus kalau kamu pinter tapi sikapmu itu yang kurang, ya sudah kita lanjutakn materinya ...." Pak Guru nampak kelabakkan merespon perkataanku.

Lagi-lagi mempermasalahkan sikapku. Bapak satu ini memang kerap merasa tak tau siapa diriku ini. Aku hanya dapat tersenyum dan menajamkan tatapan sembari berpikir penggambaran diriku ini.

Aku adalah Ayumi Cannalily, seorang gadis manis yang reputasinya hampir menyaingi Alisa Camellia Sasanqua. Meskipun lebih unggul dalam kepintaran dibandingkan Alisa. Akan tetapi, hampir seluruh cowok di SMA Swasta Permata Elit terpincut dengan gadis itu. Meskipun faktanya aku dan Alisa sama-sama putih, namun kami berdua masih memiliki perbedaan yang cukup mencolok yaitu pada tinggi dan panjang rambut. Selain itu, masih ada suatu hal lagi yang cukup terlihat jelas. Punyaku sangat berbeda bahkan lebih kecil dibandingkan dengan milik Alisa. Hal tersebutlah yang mampu membuatku menganggap cowok-cowok yang tertarik pada Alisa adalah lelaki dengan pikiran mesum.

Tak hanya reputasi dan hubungan asmaranya yang membuatku kesal. Sifat serta wataknya juga membuatku naik pitam.

Sangat wajar jika aku berpikir seperti itu karena siapa sangka di balik penampilannya yang ramah dan perhatian kepada setiap orang. Alisa sendiri bisa dengan mentah-mentah menolak beberapa lelaki apalagi dengan ucapan dan perkataannya yang tak tanggung-tanggung.

Selain itu, aku yang mengetahui kenyataan bahwa kini Alisa sedang berpacaran malah menjadi naik pitam.

Kemanakah sikapnya yang sok jual mahal itu?!

Apalagi aku telah mendapatkan informasi secara langsung dari orang yang ia benci. Informasi tersebut membuat pikiranku semakin liar dan menciptakan sebuah rencana.

Jika saja perkiraanku benar bahwa inisial R itu adalah dia yang pernah kukenal sedari kecil.

Mungkin saja aku bisa menunjukkan suatu hal yang tak akan bisa dilakukan oleh pacarnya saat ini.

~***~

~***~

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
ReshuffleTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang