09.| Instagram

630 147 24
                                    

Jangan lupa follow
@utiniverse
@historiaddict
@ikbenwhdp

•••

BARU dapat nasi, Nai? Bukannya kamu tadi di belakangku, ya?”

Naina menggeleng. Ia mendaratkan tubuhnya di kursi rumah makan dengan kesal. “Seharusnya gitu, tapi ada sedikit gangguan tadi. Makanya aku harus antri lagi,” jujurnya.

Ia melayangkan tatapan kesal pada meja yang terletak tidak jauh dari tempatnya dan Airin. Tampak seseorang yang menjadi penyebab kekesalannya tengah berbincang dengan pria paruh baya berseragam sama seperti dirinya.

Merasa diperhatikan, orang itu menoleh. Naina sontak memalingkan wajah. “Harus banget dia lihat ke sini?” gumam Naina.

“Kamu ngomong sesuatu, Nai?” Airin bersuara. Ia jadi keheranan mendapati perubahan sikap Naina.

“E-eh, nggak kok Ai, nggak ada.” Naina beralibi. Ia mulai menggerakkan sendoknya.

Di lain sisi, seseorang yang tadinya diperhatikan Naina tampak tidak berhenti memperhatikan gerak-gerik gadis itu. Bahkan Letkol Harris harus mengikuti arah pandang laki-laki itu untuk mengetahui objek menarik apa yang menyita perhatian keponakannya. Letkol Harris yang mendapati kejadian langka ini sontak tersenyum.

“Jadi bagaimana, Pierre? Apa kau bersedia ikut berkunjung ke rumah baru Mayor Lingga?”

Pierre tersentak. Ia mengangguk. “Tentu, dengan senang hati saya akan datang. Saya akan lebih senang jika dapat membantu Mayor Lingga pindah rumah,” ujarnya, menyembunyikan keterkejutannya.

Letkol Harris kembali tersenyum. “Baguslah. Dengan begitu Kapten Xaverius tidak akan sendiri nantinya. Kalau mau, kau juga bisa ajak temanmu, Letda Arya. Bagaimana pun kita harus saling membantu walau nantinya Mayor Lingga tidak lagi bertugas di batalion.”

“Siap, saya dan Letda Arya akan datang dua November nanti.”

Atasan Pierre hanya mengangguk. Sesekali ia menyeruput secangkir kopi di meja rumah makan. “Kau makanlah. Jangan terlalu tegang. Santai saja,” tukasnya.

Pierre mengangguk. Ia mulai melanjutkan acara makan yang sempat tertunda.

“Bagaimana dengan pesan ibumu? Kau sudah menemukan seseorang?”

Tiga menit tidak ada suara, Letkol Harris kembali berbicara.

Pierre berhenti menggerakkan sendoknya. Ragu-ragu, ia menggeleng. “Belum, mungkin,” tukasnya.

“Kurasa ... ” Perkataan Letkol Harris terdengar menggantung. Ia melayangkan pandangan pada seseorang yang tadinya diperhatikan Pierre. “ ... kau sudah menemukannya.”

Pierre mengikuti arah pandang Letkol Harris. Tampak Naina yang tengah menyeruput lemon tea di sela menyimak pembicaraan temannya. Ia berdehem. “Mohon maaf sebelumnya, Danyon. Jika Danyon mengira saya akan tertarik dengan bocah ingusan itu, Danyon salah. Dia hanyalah seorang bocah SMA yang keras kepala dan kurang menghargai peninggalan sejarah. Saat di museum tadi, dua kali saya memergoki dirinya berusaha merusak beberapa koleksi di sana.”

Rindu Lukisan ( SELESAI )Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang