46.| Perihal Temu dan Pisah

303 56 5
                                    

“PERMISI, apa benar Anda, Tuan dan Nyonya Allie?”

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

PERMISI, apa benar Anda, Tuan dan Nyonya Allie?”

Pierre dan Naina tersentak begitu seseorang menginterupsi keduanya. Kepala mereka sontak mendongak. Tampak seorang pria dengan setelan semi informal berdiri di hadapan mereka.

Pierre mengangguk. “Benar.” Jawaban darinya sukses membuat Naina sedikit tersenyum.

Pria itu tampak bernapas lega. Napasnya yang tadinya tersengal-sengal digantikan oleh senyuman yang terbit di wajahnya. “Syukurlah. Saya Aksa, pemandu wisata yang akan menemani Tuan dan Nyonya selama berlibur di Malang. Maaf saya tidak dapat menjemput Anda ketika turun dari bus. Anak saya yang masih kecil tiba-tiba menangis, mau tidak mau saya harus menenangkannya. Kebetulan, ibunya sedang tidak di rumah.”

Naina tersenyum. “Nggak masalah kok, Pak. Kami juga baru sampai,” ujarnya.

Aksa tersenyum. “Apa Tuan dan Nyonya sudah berfoto? Jika belum, biar saya fotokan.”

Pierre terlihat melirik Naina sebelum mengeluarkan gawainya. “Tolong fotokan kami,” ujar pemuda itu seraya memberikan gawai pada Aksa.

Setelahnya, Pierre dan Naina sontak berdiri dan mendekati bibir pantai. Dengan arahan dari Aksa, sepasang kekasih itu mulai bergaya untuk berfoto. Mulai dari saling bertatapan, tertawa berhadap-hadapan, hingga menghadap ke laut dengan kondisi Naina dirangkul oleh Pierre. Keduanya terlihat bahagia. Bahkan hasil fotonya turut menunjukkan hal serupa.

“Terima kasih,” tutur Pierre setelah menerima gawainya kembali.

Aksa tersenyum. “Dengan senang hati. Untuk selanjutnya, kita akan sarapan di resort dekat pantai. Tuan dan Nyonya dapat membersihkan diri di sana sebelum kita berangkat menuju Museum Brawijaya.”

Pierre mengangguk. “Ayo, Nai,” ajaknya dibalas anggukan Naina. Keduanya lantas berjalan mengekori Aksa.

•••

“Silakan dinikmati, rawon khas Malang untuk Tuan dan Nyonya.”

Aksa kembali bersuara setelah pramusaji resort meletakkan semangkuk besar rawon dengan dua piring nasi. Tidak lupa teh hangat yang turut menjadi penawar dinginnya Kota Malang di pagi hari.

“Terima kasih.”

Aksa mengangguk. “Kalau begitu, saya permisi dahulu.”

“Hendak kemana?” Pierre bersuara. Aksa sontak menghentikan langkahnya.

“Saya akan duduk di luar restoran, tidak enak jika mengganggu waktu Tuan dan Nyonya,” jawab Aksa terus terang.

“Tidak perlu. Kau ikutlah makan bersama kami. Lagipula, kami juga tidak terganggu. Benar 'kan, Naina?”

Naina mengangguk. “Dia benar. Kami sama sekali nggak keganggu,” timpalnya.

Rindu Lukisan ( SELESAI )Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang