50.| Penyelamat Naina

278 45 20
                                    

NAINA merebahkan diri di ranjang setelah seharian penuh menghabiskan waktu dengan Pierre. Gadis itu mencoba memejamkan mata, tetapi perkataan dari Pierre saat berada di Malang Night Paradise semalam masih menghantuinya. Mengubah posisi badan menjadi tengkurap, gadis itu tidak kunjung beranjak ke alam mimpi. Padahal, sesuai janjinya dengan Pierre tadi pagi, ia harus menemui kekasihnya sebelum berangkat ke Bogor tengah hari nanti.

"Kalau kamu terus-menerus menuruti rasa takutmu, sampai kapanpun kamu tidak akan bisa menikmati keindahan tanah air kita ini." Pierre menatap Naina yang terpejam takut dengan tatapan dalam. Pemuda itu kini menunjuk pemandangan sekelilingnya dengan dagunya. "Sesekali, lihatlah ke bawah. Bukankah pemandangan Kota Malang di malam hari benar-benar rupawan?"

Dengan perlahan, Naina mulai membuka matanya. Gadis itu tampak terkesiap setelah melihat pemandangan Kota Malang di malam hari dari atas bianglala. Tidak ada rasa takut lagi dalam pancaran matanya. "Kamu benar ..."

Pierre tersenyum. "Mulai sekarang, kau tidak perlu merasa takut ketika berada di ketinggian. Ada atau tidak adanya aku, kau harus tetap berani melawan ketakutan-ketakutanmu itu. Bagaimanapun, aku tahu, kau bukanlah gadis yang lemah. Aku yakin suatu hari nanti, kau bisa menjadi seseorang yang hebat, menggantikan kusuma bangsa yang sudah memberikan sumbangsih mereka untuk tanah air kita."

Naina mengangguk. Sebuah senyuman terbit di wajahnya. "Dankjewel, Pierre."

Pierre tersenyum. "Tout pour toi, Nai."

Naina tersenyum mengingat perkataan Pierre semalam. Gadis itu berbunga-bunga, seakan-akan terdapat ribuan kupu-kupu beterbangan dalam perutnya.

Dentingan gawai memecahkan khayalan Naina. Diambilnya gawai dari atas ranjang, ia terlihat membaca saksama tulisan yang tertera di layarnya.

Airin: Seriusan kamu lihat Mbak Sandrina? Dia udah punya anak? Nggak nyangka banget sih aku.

Jemari Naina menekan pop up notifikasi di layar gawai. Gadis itu kini membuka roomchat dengan Airin. Ia kemudian mengirimkan pesan balasan kepada sahabatnya.

Naina Arzia:
Awalnya aku juga nggak nyangka, tapi itu beneran Mbak Sandrina. Bahkan suaminya sendiri yang bilang kalau mereka nikah saat Mbak Sandrina umur delapan belas tahun. Tapi ya udahlah, udah ketemu jodohnya juga.

Airin:
Bener tuh. Kamu nanti juga nyusul Mbak Sandrina pastinya. Wong sekarang aja udah kelihatan hilal jodohnya.

Naina Arzia:
Kok jadi bahas aku sih -_

Airin:
Emang iya kan? Kemarin aja kamu sama Pierre jalan berdua. Aku yakin dia pasti ngelakuin banyak hal romantis yang bikin kamu meleleh. Ngaku aja dehh kiw kiw.🤭

Naina Arzia:
Sok tau kamu dih.

"Lho, Nai? Kok malah main hape? Bukannya tadi ibu udah nyuruh kamu buat tidur, ya."

Naina refleks meletakkan gawainya begitu mendengar suara sang ibu. Tampak Mina tengah berdiri sambil berkacak pinggang di ambang pintu kamar gadis itu.

"I-iya, Bu?"

Mina menghela napas. "Matikan hapemu dan cepat tidur. Kamu ingat 'kan kata Pierre tadi? Pukul dua siang nanti kamu harus ke batalion. Ibu, ayah, sama adik-adikmu bakal temani kamu. Lagipula, ibu juga pengen ketemu langsung sama orang tua Pierre. Siapa tau setelah Pierre balik dari Lebanon nanti, kalian bisa langsung sah," jelasnya panjang lebar.

Rindu Lukisan ( SELESAI )Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang