47.| Museum Brawijaya

294 51 12
                                    

MUSEUM Brawijaya terpantau sedikit ramai ketika Naina dan Pierre tiba di sana

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

MUSEUM Brawijaya terpantau sedikit ramai ketika Naina dan Pierre tiba di sana. Terdapat beberapa pengunjung yang menghabiskan akhir pekan mereka di tempat bersejarah ini. Namun, bukan itu yang menyita perhatian Pierre. Pemuda itu justru terlihat memerhatikan beberapa tentara yang berada di kompleks depan museum.

"Ikut denganku," pinta Pierre pada Naina diangguki gadis itu. "Pak Aksa, kami permisi sebentar," imbuh Pierre lagi.

Aksa mengangguk. "Iya, Mas. Silakan." Ia masih terlihat sibuk menerima telepon dari sang istri.

Naina tampak kebingungan setelah menyadari langkah kaki Pierre tertuju pada lima orang tentara yang berdiri di depan kompleks museum. "Pierre, kita mau ke mana?"

"Menemui seniorku," ujar pemuda itu dengan ekor mata yang tertuju pada Naina. "Hormat, Senior!"

Mendengar penuturan Pierre, kelima tentara yang terlihat berumur tiga puluh tahunan itu menatapnya. Senyum terlintas di wajah mereka. "Pierre? Kau di sini? Ada kunjungan tugas atau bagaimana?" tanya salah satu dari tentara dengan pangkat letkol.

Pierre tersenyum. Ia tampak menjabat tangan satu persatu tentara itu. "Tidak, saya hanya ingin mengunjungi museum ini selama bercuti," tuturnya.

"Cuti? Oh, iya, dengar-dengar kau kembali mendapat panggilan tugas untuk mengikuti pelatihan di Bogor. Apa itu benar?" tanya senior Pierre yang lain, Letkol Yuda.

Pierre mengangguk kecil. "Letkol Yuda benar. Minggu petang saya berangkat bersama Kapten Xaverius."

"Kapten Xaverius, ya? Aku masih mengingatnya. Dia tentara yang berprestasi sama sepertimu. Bagaimana kabarnya? Masih menjalin hubungan dengan siswi SMA?" tanya Letkol Ari.

"Kabarnya baik. Mereka masih berhubungan. Bahkan mungkin semakin dekat. Letkol doakan saja agar sesegera mungkin mereka memberikan pengajuan pernikahan," tukas Pierre terus terang.

Letkol Ari tersenyum. "Tentu saja akan aku doakan."

"Kau sendiri bagaimana, Pierre? Masih betah sendiri atau sudah menemukan pengganti?" tanya Letkol Jonathan yang sedari tadi sibuk dengan gawainya.

"Kau ini bisa saja, Jo. Tidak lihat Pierre datang dengan seseorang?" sahut tentara dengan tinggi seratus sembilan puluh sentimeter. Ia menunjuk Naina dengan dagunya.

"Oh, iya, mengapa tidak kau kenalkan pada kami? Kasihan dia dari tadi hanya berdiam diri," ujar Letkol Yuda menjahili Pierre.

Naina yang menjadi bahan perbincangan pun hanya memasang senyum yang dipaksakan. Lain dengan Pierre yang tampak salah tingkah.

"Tidak seperti itu."

Lima tentara itu terkekeh. "Sudahlah, jangan kalian ganggu Pierre. Biarkan dia menghabiskan waktunya dengan pujaan hati. Sebaiknya kita kembali ke Kodam. Kita harus mengurus laporannya," ujar Letkol Ari diangguki rekan-rekannya.

Rindu Lukisan ( SELESAI )Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang