24.| Lukisan di Rumah Keluarga Pierre

434 84 14
                                    



TEPAT pukul sebelas, mobil Pierre tiba di rumah Alejandro. Di pekarangan luas dengan pohon mangga besar di sisi Timur, sudah ada mobil milik kerabat Pierre lainnya, tidak terkecuali Letkol Harris. Dibuktikan dengan mobil Volkswagen Beetle warna silver-koleksi Letkol Harris lainnya-sudah diparkir di bawah pohon yang teduh.

Pierre turut memarkirkan mobil di samping mobil komandannya. Setelahnya, pemuda itu turun dari mobil seraya berlari kecil mengitari bagian depan mobil lantas membukakan pintu untuk Naina.

Sejak kejadian di mana Naina memeluk Pierre, keheningan tercipta di antara keduanya. Saat sempat dihadapkan dengan kemacetan jalanan Kota Surabaya, Pierre dan Naina sama-sama tidak bersuara. Bahkan sekarang, dua anak manusia itu memasuki kediaman keluarga Pierre dengan saling diam. Berbeda dengan Pierre yang tidak sabar bertemu keluarganya, Naina justru dibuat terperangah melihat rumah bak istana bergaya Eropa dengan empat pilar dari marmer.

Di ruang tamu juga tidak kalah megahnya. Sebuah ruangan luas bernuansa putih dengan begitu banyak lukisan terpajang di dinding. Dari sini Naina dapat melihat dua tangga keramik di sebelah kanan dan kiri yang tertuju pada ruangan lantai dua di bagian Selatan.

Melihat kedatangan Pierre dan Naina, si kecil Iris yang sedang bermain balon dekat backdrop putih tulang di Timur ruangan, sontak berlari menuju ambang pintu.

"Oom Pierre!"

Sama seperti saat di asrama, Iris kembali menghambur ke pelukan Pierre. Gadis kecil itu tampak begitu bahagia. Interaksi keduanya sontak membuat Naina terenyuh.

"Iris sendirian? Papi mana?" Pierre bersuara setelah berjongkok di depan Iris.

"Papi ada, lagi bicara sama Paman Ale." Iris kini melihat ke arah Naina. "Tante pasti pacar Oom Pierre, kan?"

Baik Naina atau Pierre, keduanya sama-sama terkejut mendengar pernyataan Iris. Naina berjongkok, menyejajarkan tinggi badan dengan bocah enam tahun itu.

"Halo, Iris manis. Kenalin, namaku, Naina." Naina mengulurkan tangan langsung disambut oleh Iris.

"Halo, Tante. Aku Iris. Airys Salsabila Narendra. Jadi, Tante Naina betulan pacar Oom Pierre, ya?" tanya Iris lagi dengan wajah polosnya.

Naina tampak bingung. Ia melirik Pierre, memberi isyarat agar laki-laki itu memberi jawaban.

Pierre berdehem. Ia kini tersenyum ke arah Iris. "Iris Sayang, nanti lagi, ya, bicara sama Tante Naina. Sekarang Oom Pierre sama Tante Naina harus bertemu Paman Ale sama Bibi Marischa. Iris main lagi, ya," ujar Pierre lembut.

Iris menatap ke arah Pierre. Ia memberi hormat laki-laki itu. "Siap, laksanakan!" ujarnya seraya meninggalkan Pierre dan Naina.

Di tempatnya, Naina tersenyum melihat tingkah menggemaskan Iris. Ia bahkan sampai memandanginya hingga gadis kecil itu duduk kembali pada karpet peach di depan backdrop yang telah dipenuhi balon.

"Dia Iris, putri bungsu Letkol Harris; danyon sekaligus pamanku," celetuk Pierre tiba-tiba.

Senyum di wajah Naina memudar. "Lalu kenapa dia bilang kalau aku pacarmu?" tanyanya sedikit menuntut jawaban. Ia menatap Pierre.

Pierre mengedikkan bahu. "Entahlah. Ayo, aku kenalkan kau kepada orang tuaku," tuturnya lantas berjalan mendahului Naina.

"Dikenalin ke ortunya? Kenapa nggak cewek yang di foto aja sih?" gumam Naina sedikit kesal, mengingat bayangan Pierre dengan seorang perempuan terlintas di benaknya.

"Hoi, Nona. Cepatlah!"

Naina mengangguk seraya bergegas menyusul Pierre, tidak minat untuk berdebat. Kakinya kembali melangkah dengan tidak berhenti mengagumi keindahan rumah Alejandro. Perabotan rumah yang terkesan antik menambah nilai tersendiri di mata Naina. Termasuk sebuah lukisan yang turut menghiasi dinding di sisi barat tangga keramik.

Rindu Lukisan ( SELESAI )Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang