32.| Pengakuan Pierre

423 82 35
                                    

“NAI, ada Pierre di depan

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

NAI, ada Pierre di depan. Samperin gih.”

Naina meletakkan handuknya. Gadis itu menutupi keterkejutannya dengan wajah tanpa ekspresi. “Biar dia pulang. Ibu bilang aja kalau aku nggak di rumah,” ujarnya seraya menyisir rambutnya.

“Kenapa begitu? Kamu ada masalah sama dia?”

Tidak mendapat jawaban, Mina kembali bersuara. “Kalau ada masalah itu dibicarakan baik-baik. Jangan saling diam. Lagian ibu nggak pernah ngajari kamu lari dari masalah.”

Naina masih bungkam.

“Temui Pierre sebentar gih. Kasihan dia udah repot datang jauh-jauh ke sini,” pungkas Mina.

Naina menghela napas. Dengan berat hati, ia menganggukkan kepala. Senyum terbit di wajah Mina.

“Itu baru anak ibu,” ujar Mina sebelum meninggalkan Naina.

Dengan gontai, Naina mendatangi Pierre di ruang tamu. Pierre yang memang sudah menunggu Naina pun bangkit dari sofa.

“Nai,” panggil Pierre singkat.

“Duduk aja,” singkat Naina seraya duduk di sofa yang tegak lurus dengan Pierre.

“Bagaimana kabarmu?” tanya Pierre berupaya mencairkan suasana.

“Nggak usah basa-basi. Langsung aja,” ketus Naina enggan menatap Pierre.

Pierre menghela napas. “Maksud kedatanganku kemari, aku ingin meminta maaf kepadamu. Mungkin saat kita bersama tadi siang ada perkataanku yang menyakiti hatimu. Oleh karena itu, aku meminta maaf. Maaf jika aku membuatmu sedih.”

Naina tertegun. Sesaat setelahnya ia menetralkan ekspresinya. “Nggak usah minta maaf. Nggak penting juga.”

“Tentu ini penting,” sanggah Pierre cepat.

Naina menatap Pierre dengan bertanya.

“M-maksudku, sebagai seorang tentara dan lelaki, sudah menjadi tugasku untuk melindungi wanita. Lagipula ibumu sudah memberikan amanah agar aku bisa menjagamu, tapi aku malah membuatmu terluka,” jelas Pierre.

“Nggak usah bawa-bawa ibu,” tukas Naina cepat. Ia masih enggan menatap Pierre.

“Aku nggak papa. Lagian, emang seharusnya begini. Daripada repot-repot ke sini, mending kamu urus itu dokter kesayanganmu. Bilang kalau aku sama sekali nggak butuh bantuan atau perlindungan dari orang berseragam. Dari dulu sampai sekarang, aku nggak pernah pengin ambil bagian di kehidupan kalian. Aku punya keluarga, ayah, ibu, adik-adik, bahkan teman yang udah seperti keluarga. Aku sama sekali nggak pengin bergantung ke siapapun, termasuk abdi negara kayak kamu apalagi bermimpi jadi anggota Persit Kartika Chandra Kirana,” jelas Naina panjang lebar. Ia mengeluarkan unek-uneknya.

Mina yang diam-diam mendengarkan pembicaraan Pierre dan Naina di ruang tengah pun tertegun. Ia terlihat merasa bersalah.

“Dokter kesayangan?” Alis Pierre bertautan. Ia tampak bingung dengan penjelasan Naina. “Siapa yang kau maksud dokter kesayangan? Kayla?”

Rindu Lukisan ( SELESAI )Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang