35.| Sisi Lain Pierre Zayn Allie

444 80 15
                                    

RABELLA baru bisa menduduki kursi kebesarannya setelah bertugas seharian penuh

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

RABELLA baru bisa menduduki kursi kebesarannya setelah bertugas seharian penuh. Di sela-sela istirahatnya, gadis itu dikejutkan dengan kedatangan sang kakak yang tiba-tiba. Ia tampak heran, belum lagi Pierre terlihat tergesa-gesa.

“Mas Pierre? Tumben-tumbenan datang sore-sore begini, ada perlu apa?”

“Aku ingin pinjam gawaimu.” Alih-alih menjawab pertanyaan Rabella, Pierre justru mengulurkan tangannya.

“Hah? Buat apa?”

“Ada perlu sedikit. Kemarikan gawaimu.”

Rabella yang tidak mengerti pun refleks mengambil gawainya. “Bilang dulu ada apa? Mas Pierre jangan macam-macam, ya. Udah jarang pulang ini tetiba datang kayak jailangkung mau pinjam hape. Emang hape Mas Pierre kenapa? Rusak? Mas 'kan bisa beli baru lagi. Nggak perlu kali jauh-jauh datang ke Surabaya dari Mojokerto cuma buat pinjam hape doang.”

Pierre menghela napas. “Sudah kamu simpan nomor Naina?”

Rabella mengangguk kaku. “U-dah, kenapa sih? Mas Pierre abis berantem sama Naina?” tebaknya tepat sasaran.

“Itu tidak penting. Sudah tinggal kemarikan hapemu saja mengapa susah sekali?”

“Mas Pierre juga, tinggal cerita aja susah banget. Kalau abis berantem tinggal chat aja kali Mas. Atau nggak gitu samperin ke rumahnya. Udah tau 'kan?”

“Dia memblokir nomorku,” sanggah Pierre cepat.

Netra Rabella membulat sempurna. “Diblokir?! Nomor Mas Pierre diblokir? Ben je serieus?”

Pierre memutar bola mata malas. Zie ik eruit alsof ik een grapje maak?”

Rabella sontak tertawa terbahak-bahak. “Bisa-bisanya Mas Pierre datang ke sini cuma buat pinjam hape gara-gara nomor Mas diblokir? Haduhh, kenapa nggak beli sim card baru aja sih? Mas Pierre konyol banget!” ledeknya.

“Nggak nyangka banget aku. Ternyata tentara jenius kayak Mas Pierre bisa bertingkah konyol gara-gara cinta. Udah bucin akut sih,” imbuh Rabella lagi. Ia turut menyunggingkan senyum jahil.

Hou je mond! Berikan saja gawainya cepat,” tukas Pierre tidak sabaran.

Rabella menghentikan tertawanya. “Nanti aja, Mas. Mending sekarang kita pulang. Mami sama papi pasti juga senang setelah tau Mas Pierre datang.” Ia bangkit dari kursi kerjanya.

“Mengapa harus nanti?”

Rabella menatap sang kakak. Ia kembali terkekeh. “Aku capek tau Mas. Seharian ini full. Tadi pagi harus ke sekolah-sekolah buat kasih hasil psikotes, terus aku harus ke rumah salah satu pasien buat konseling. Belum lagi ada seminar di Universitas Hayam Wuruk dalam rangka memperingati mental health day. Lagian Mas Pierre apa nggak capek? Mojokerto-Surabaya pasti macet. Mana panas lagi.”

Rindu Lukisan ( SELESAI )Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang