20.| Satu Waktu bersama Calon Mertua

455 83 11
                                    

PIERRE menatap makanan yang tersaji di meja ruang tamu

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

PIERRE menatap makanan yang tersaji di meja ruang tamu. Tidak hanya gado-gado masih terdapat menu lain di sana, seperti pecel dan soto. Ditambah lagi semangkuk besar es buah di bagian tengah. Terlihat sekali jika Mina begitu bersemangat menyambut kedatangan Pierre yang ia klaim sebagai calon menantu.

“Banyak sekali,” gumam Pierre mampu didengar Naina yang duduk di sampingnya karena paksaan Mina.

“Ibu masak segini banyak buat apa? Biasanya juga cuma menu satu hari. Ini tumben ada es buah. Kemarin waktu Fira pengen beli malah nggak dibeliin. Apa semua ini karena dia? Seharusnya Ibu nggak perlu repot-repot,” cerocos Naina. Ia tampak tidak nyaman dengan perubahan ibunya.

“Naina benar, Bu. Seharusnya Ibu nggak perlu repot-repot,” imbuh Pierre.

“Nggak papa kali, Nai, Pierre. Sekali-kali. Hari ini 'kan hari istimewa buat kamu sama Pierre. Jujur saja, sebenarnya ibu sempat bingung harus masak apa, tapi mengingat Pierre dari Surabaya jadinya ibu masak semua ini,” tutur Mina terus terang. “Omong-omong kamu tetap panggil ibu dengan sebutan itu, ya. Jadi semakin kerasa kalau kamu adalah calon mantu ibu,” imbuhnya membuat Naina membulatkan mata.

“Ibuu, Naina 'kan udah bilang kalau lulus sekolah nanti pengen lanjut kuliah. Naina pengen jadi guru matematika,” sanggah Naina. Pierre tampak terkejut mendengar penuturan Naina. Namun secepat mungkin, ia menyembunyikan keterkejutannya.

“Iya, ibu juga pernah bahas ini sebelumnya. Kalian jalani aja dulu empat tahun ke depan. Siapa tau cocok. Lagipula pengajuan pernikahan tentara juga butuh waktu. Benar 'kan, Nak Pierre?”

Pierre yang tersentak pun sontak mengangguk. “Inggih, panjenengan benar,” tukasnya mendapat tatapan tajam dari Naina.

“Wah, ada tamu nih.”

Barga datang dari ambang pintu. Mina bangkit dari tempat duduk lantas menghampiri suaminya.

“Yah, kenalkan, Nak Pierre. Dia ini teman Pak Lingga yang aku ceritakan,” tutur Mina.

Pierre sontak bangkit dari posisinya lantas mencium punggung tangan Barga.

“Sopan sekali. Sudah lama di sini?”

Pierre tersenyum ramah. “Baru lima menit yang lalu, Pak,” jujurnya.

Barga mengangguk. Ia mendekati meja bersama Mina. “Kalau begitu silakan dinikmati. Naina, bantu Nak Pierre. Tanya dia mau makan apa,” ujarnya lantas duduk bersebelahan dengan sang istri.

“Naina, Yah? Biar dia ambil sendirilah. Orang punya tangan juga,” tolak Naina.

“Nai, nggak boleh gitu. Ayo tanyakan Pierre mau makan apa,” tegur Mina.

Naina menghela napas. “Makan apa?” ketusnya tanpa melihat Pierre.

“Apa saja,” singkat Pierre berusaha bersikap biasa saja. Dalam hati, ada kesenangan sendiri bagi Pierre melihat Naina yang cemberut.

Rindu Lukisan ( SELESAI )Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang