(Miss Im Lovella Bridal Boutique, Seoul, Korea Selatan)
Wajah Mina begitu masam sejak dia dan Jeongyeon meninggalkan apartemen pria itu. Jeongyeon mengantar Mina terlebih dulu ke butik Nayeon sebelum dia berangkat ke kantornya.
"Minari? Aku berangkat dulu, ya? Jangan lupa makan makananmu."
"Yah.. Makanannya hanya untuk Mina? Untukku mana?" Bantah Nayeon.
"Tidak ada.. Nanti juga nuna akan keluar untuk sarapan bersama Jihyo. Jadi jangan membuat keributan di sini."
"Ck! Apakah kau tahu di mana kau sekarang? Di depan butikku. Jadi aku bisa melakukan apa saja di depan butikku ini."
"Aku tahu.. Makanya aku memperingatkanmu untuk tidak membuat keributan di sini. Bagaimana jika para klienmu melihat sikapmu yang sebenarnya?"
"Kau juga tidak perlu terlalu serius seperti itu. Kau hanya ingin pergi ke kantor, bukannya ingin berperang. Lihat saja wajah Mina. Sejak kalian berdua keluar dari mobil, wajahnya masam mencuka. Apa kau telah melakukan sesuatu yang tidak disukainya, huh?"
Jeongyeon melihat ke arah Mina. Pantas saja Mina tidak memandangnya setiap kali dia berbicara dengan Mina sejak mereka di rumah lagi. Apa benar kalau dia telah melakukan sesuatu yang tidak disukai Mina? Tapi sejauh yang dia tahu, dia tidak melakukan apapun.
"Aku tidak melakukan apapun padanya. Benarkan itu, Mina?"
Mina tidak menjawabnya, dia malah langsung masuk ke butik Nayeon tanpa berpamitan terlebih dulu pada kedua orang di depannya. Tidak lupa tatapan mematikan (death glare) yang dihadiahkan pada Jeongyeon yang membuat pria itu semakin penasaran dengan apa yang telah dilakukannya hingga menjadikan Mina seperti itu.
"Ck! Ck! Ck! Kau benar-benar dalam masalah sekarang, Jeongyeon. Lihat saja itu. Aku sangat yakin kalau kau telah melakukan kesalahan besar padanya. Tapi aku juga tidak pasti apa itu."
"Sial! Jadi apa yang harus aku lakukan sekarang, nuna? Aku juga tidak tahu apa kesalahanku. Tapi tunggu! Apakah ini salah satu sifat orang yang sedang hamil?"
"Nah.. Mana aku tahu. Aku juga masih belum menikah. Apa lagi hamil?"
"Jadi apa yang harus aku lakukan sekarang?"
"Jawabannya mudah, ostrich. Tanyakan saja langsung padanya. Tidak perlu memperumit situasi."
"Apakah idemu itu bisa digunakan? Dari apa yang aku lihat sebelumnya, setiap kali kau merajuk, Jihyo pasti akan menyiapkan buket bunga mawar dan akan ada banyak makanan favoritmu, hanya untuk membujukmu." Ejek Jeongyeon.
"Kau pikir aku tidak tahu apa yang ingin kau sampaikan? Aku dan Mina itu berbeda. Mungkin cara membujuknya tidak serumit yang Jihyo lakukan padaku. Kenapa kau tidak mencobanya saja dulu? Siapa tahu, ideku berhasil membujuknya."
"Kalau dipikir-pikir, aku merasa kasihan pada Jihyo."
"Memangnya kenapa?"
"Karena dia yang sememangnya bukanlah seorang pria romantis tapi punya tunangan yang cukup manja dan bawel. Bukankah itu sangat memusingkan dan menyiksakan?”
"Kau sedang berbicara tentang dirimu sendiri? Bagaimana denganmu dan Irene? Bukankah itu sama? Tapi aku lebih baik dari dia yang selalu membiarkanmu menderita sendirian. Sadarlah, Jeongyeon. Mina juga bisa menggantikannya jika kau mahu. Sudahlah.. Berangkatlah ke kantormu. Kau bisa terlambat nanti." Ucap Nayeon panjang lebar sebelum dia juga ingin masuk ke butiknya.
"Oke.. Tapi Mina masih belum tahu kalau akulah CEO perusahaan itu, iyakan?"
"Ne.. Apa kau ingin aku memberitahunya sekarang jika kau masih belum berangkat ke kantormu?" Ancam Nayeon.
KAMU SEDANG MEMBACA
When The Rain Falls
Fanfiction"Sejujurnya kau bukan yang pertama bagiku. Orang asing yang tiba-tiba datang menyelamatkan hidupku. Aku merasa berhutang budi atas semua kebaikanmu padaku dan tanpa kusadari aku telah jatuh cinta padamu. Pergilah.." - Mina Sharon Myoui. "Kamu juga b...