Chapter Thirty Six

161 17 4
                                    

(London)

City of London School for Girls

Sepuluh tahun kemudian..

Bel sekolah berbunyi, menandakan berakhirnya hari pembelajaran dan penemuan yang menyenangkan di sekolah dasar.

Saat pintu kelas terbuka, semburan energi memenuhi udara lorong, diiringi suara tawa dan obrolan. Wajah mereka berseri-seri dengan senyuman dan percakapan yang penuh semangat. Suasananya semarak, saat anak-anak keluar dengan ransel tersampir di bahu.

Kelihatan beberapa orang berbagi cerita tentang pembelajaran hari itu, sementara yang lain tertawa dan membisikkan rahasia satu sama lain, menciptakan hiruk-pikuk kegembiraan yang bergema di seluruh aula.

Di luar, halaman sekolah menjadi tempat bermain anak-anak. Ada yang berlarian dengan bebas, ada yang sedang berayun di ayunan, memanjat bar dan bermain catur untuk anak-anak introvert.

Energi mereka seolah tak terbatas, seiring mereka melepaskan semangat terpendam dari hari belajar yang terfokus.

Di tengah canda tawa dan permainan, juga ada rasa lega dan senang, setelah menyelesaikan tanggungjawab mereka sehari-hari, menikmati kebebasan dan sifat riang di jam-jam pasca sekolah mereka.

Orangtua dan wali berdiri di pintu masuk utama sekolah, menantikan kepulangan anak-anak mereka. Suasana dipenuhi kehangatan dan antisipasi saat mereka saling bertukar sapa dan berbagi kegembiraan atas kepulangan anak-anak mereka.

Saling berpelukan, berpegangan tangan, dan berbagi cerita hari itu. Suasana dipenuhi dengan rasa memiliki dan keterhubungan saat keluarga berkumpul, merayakan ikatan yang terbentuk di dalam tembok sekolah dasar.

"Hey, Judy. Don't run! You might fall and hurt yourself. How many times have I told you, but you still don't want to listen to my words." Ucap sang ayah.

"No, appa. Don't worry! I'm a good runner, and I won't fall!" Jawab gadis kecil itu, berlari mendekati appanya sambil terkikik.

"I understand that you're confident, but accidents can happen to anyone. It's important to listen to your parents' advice to keep yourself safe."

"But appa, I just want to have fun. I won't fall, I promise!"

Sang ayah menghela nafasnya, tapi masih khawatir. Dia mengambil ransel yang diberikan oleh putrinya dan menaruhnya di kap mobilnya.

"Yes, I know that you just want to have fun. But as your father, it's my responsibility to protect you. Running without caution can lead to accidents, even for the most skilled runners. And I don't want to take a fight with your eomma anymore because of this. Now, where's your sister? Is she still not out of her class yet?"

Anak itu tidak mengatakan apa-apa ketika appanya bertanyakan kepadanya, dia hanya menggelengkan kepalanya menandakan bahwa kakaknya masih belum keluar dari kelasnya.

Dia terus berlari dengan semangat riang, tawanya memenuhi udara menikmati momen kebebasannya. Sang ayah memperhatikannya dengan cermat, bingung antara ingin membiarkannya menikmati masa kecilnya dan memastikan keselamatannya.

"Appa? That's Heejin eonni! Eonni, over here! Me and appa are here." Panggil sang adik, menunjuk ke arah gerbang utama sekolah, atau lebih tepatnya ke arah kakak tertuanya sambil melambaikan kedua tangannya.

Pria jangkung itu tersenyum memandang ke arah Heejin yang begitu pendiam dan tenang dalam keadaan apapun, tidak suka menampilkan dirinya sebagai anak yang seharusnya ceria di usianya.

When The Rain Falls Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang