Chapter Thirty

153 19 53
                                    

(London)

Jari-jarinya terbang melintasi keyboard laptopnya. Setiap penekanan tombol bergema di ruangan yang sunyi dalam ketenangan malam. Seorang pria duduk sendirian di mejanya bersama secangkir kopi dan berkas-berkas pekerjaan sehari-harinya yang berserakan. Cahaya layar menerangi wajahnya, menghasilkan bayangan yang menari-nari di wajahnya.

Di tengah rutinitas duniawi pekerjaannya, jari-jarinya membeku di atas keyboard. Ia menemukan pelarian dalam lamunannya, tempat perlindungan di mana hanya mereka berdua yang ada.

Perhatiannya hilang di kejauhan, jauh dari kekacauan di sekitarnya. Terpusat dari lantai hotel tempat ia menginap selama berada di London sambil memandangi deretan mobil dan motor yang masih membanjiri hiruk pikuk jalan-jalan ibukota. Pikirannya berada di tempat lain dan dipenuhi dengan pikiran tentang kekasihnya.

Dia masih bisa merasakan kehalusan rambutnya, kehangatan senyumnya, dan kilauan di matanya yang bahkan mengalahkan bintang-bintang paling terang sekalipun.

Hatinya sakit karena kerinduan, rasa sakit merelakan yang merupakan bagian dari dirinya seperti detak jantungnya. Setiap pikirannya adalah simfoni, melodi cinta dan kerinduan yang bermain di senar hatinya. Hanya satu orang kini dan selamanya yang menjadi penjaga hatinya, yaitu Mina Sharon Myoui.

Ting! Tong! Ting! Tong!

Keheningan yang tenang di ruangan itu tiba-tiba dipecahkan oleh suara bel dari luar pintu kamar hotelnya. Pria itu sejenak tersadar dari lamunannya.

"Siapa?" Tanya Jeongyeon yang masih duduk di kursinya.

Dia berbicara melalui remote suara yang dapat terhubung langsung dengan kamera di kamar hotel tersebut.

"Ini saya Shin Yuna, tuan Yoo."

Itu adalah sekretarisnya, seorang gadis dengan dedikasi dan perhatian yang tidak tergoyahkan, Shin Yuna.

Tanpa membalas, Jeongyeon bangkit dari kursinya lalu berjalan menuju pintu.

Pintu terbuka lalu memperlihatkan wajah tenang Yuna. Matanya mengamati ruangan kamar Jeongyeon sebelum mendarat pada majikannya.

"Masuklah.." Perintah Jeongyeon.

"Ahh, ne.. Terima kasih, tuan Yoo."

"Kamu sudah mendapatkan apa yang saya inginkan?" Tanya Jeongyeon ketika dia kembali duduk di kursinya dan memperbaiki posisinya.

"Sudah, tuan Yoo. Ini barang-barangnya." Balas Yuna mengulurkan kantong kertas berisi printer tinta ke Jeongyeon.

Printer yang dibawa Jeongyeon sendiri dari Korea ke London tiba-tiba kehabisan tinta saat dia melakukan pekerjaannya. Dan meminta Yuna untuk membelikannya yang baru karena dia tidak bisa berdiri terlalu lama. Kepalanya masih pusing.

"Terima kasih.."

Saat menemani Jeongyeon mengerjakan pekerjaannya, Yuna masih saja mengamati isi kamar hotel Jeongyeon yang begitu besar untuk tinggal sendiri itu. Pada ketika dia melihat ke arah meja makan, ada makanan yang dia beli buat Jeongyeon sebelumnya masih belum disentuh sama sekali.

Untuk membuktikan bahwa makanan tersebut benar-benar masih belum disentuh, Yuna mendekati meja makan dengan rasa ingin tahu. Memecah keheningan dengan pertanyaan lembut.

"Maaf, tuan Yoo.. Saya perhatikan anda masih belum menyentuh makan malam anda. Apakah semuanya baik-baik saja?"

Jeongyeon memandang ke arah Yuna segera setelah gadis itu mengajukan pertanyaan kepadanya. Tatapan mereka saling bertemu sebelum dia kembali melihat ke arah layar laptopnya.

When The Rain Falls Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang