Chapter Twelve

101 14 0
                                    

Seulgi menyeruput kopi panasnya sambil melihat pemandangan di luar dari balkon hotel tempat dia dan Irene menginap. Ia masih ingat kejadian kemarin yang membuatnya benar-benar hilang kesabaran dengan tindakan nekat Irene setelah mereka pulang dari restoran tempat Jeongyeon dan Irene bertemu.

Flashback..

"Hei, apa kau sadar atau tidak atas tindakanmu dengan setuju untuk menikah dengan Jeongyeon? Kau ingin menjadikan Jeongyeon sebagai kambing hitam untuk menjadi ayah palsu dari anak ini? Masih tidak sadarkah kau Irene bahwa ayah kandung dari anak ini adalah aku. Aku yang jelas-jelas ada di depan matamu."

"Bukankah aku sudah memberitahumu untuk tidak ikut campur dalam urusan hidupku dan Jeongyeon jika kau tidak ingin aku menggugurkan anak ini? Apakah kau ingin aku menggugurkannya sekarang?"

"Ya.. Kau memang sudah memberitahuku tentang itu tetapi kali ini aku harus ikut campur dalam situasi ini karena anak yang ada dalam kandunganmu itu adalah anakku. Dan aku berhak keatasnya."

"Baiklah.. Kau benar-benar sudah menantangku. Kau benar-benar ingin anak ini mati, iyakan?"

Irene segera pergi ke dapur diikuti oleh Seulgi dari belakang. Lalu dia mencari pisau di lemari sebelum dia mengarahkan pisau tersebut langsung ke perutnya. Seulgi sudah panik melihat Irene seperti itu. Gadis itu sudah hilang akal menurutnya.

"Irene!"

"Sebaiknya kau pergi dari sini! Kau ingin anak ini mati, bukan? Daripada kau menghalangiku menikahi Jeongyeon, adalah lebih baik aku mati bersama anak ini."

"Tidak.. Itu bukanlah apa yang aku maksud. Aku ingin kau jujur ​​​​kepada Jeongyeon dengan mengatakan yang sebenarnya. Aku yakin dia akan memaafkanmu daripada kau membohongi dia hidup-hidup seperti ini. Aku akan bertanggungjawab. Aku ingin menjadi suami dan ayah yang terbaik buat kalian berdua. Menikahlah denganku, Irene."

"Tidak! Aku tidak ingin menikah denganmu. Asal kau tahu, aku sudah berusaha yang terbaik sejauh ini untuk mempertahankan hubunganku dengan Jeongyeon. Tapi kau.. Tapi kau telah merusaknya, Seulgi!"

"Akulah yang merusaknya? Kau bilang aku penyebabnya dan bukankah itu juga salahmu kalau kau juga hanyut dengan hubungan kita sekarang? Bukankah kau yang merayu padaku karena kau ingin merasakan kebebasan yang tidak diberikan Jeongyeon padamu? Kau mengatakan bahwa Jeongyeon terlalu berlebihan membatasi semua aktivitas hidupmu. Makanya kau mencari kebebasan hidup ini bersamaku. Sadarlah, Irene."

"Aku membencimu, Seulgi!"

"Tapi aku sangat mencintaimu, Irene. Sekali saja aku ingin bertanya padamu. Dengan apa yang telah kita lalui selama ini, pernahkah kau mencintaiku bahkan untuk sesaat?"

"Bagaimana kalau aku bilang tidak? Aku tidak pernah mencintaimu, Kang Seulgi."

Seulgi terdiam mendengarkan kata-kata Irene yang menurutnya sangat kejam itu. Dia benar-benar mencintai Irene dengan tulus. Tapi jika keputusan gadis itu sudah seperti itu ya, mahu bagaimana lagi? Ia harus memastikan kalau anaknya akan terus hidup dan tumbuh dengan baik di dalam rahim wanita yang sangat dicintainya itu, biarpun Irene sudah jelas menolaknya.

Saat Irene sedikit tenang, Seulgi tiba-tiba memukul belakang leher Irene yang membuat gadis itu pingsan di pangkuannya. Dia melepaskan pisau di tangan Irene sebelum membawa gadis itu untuk beristirahat di kamar mereka. Dia benar-benar lelah menghadapi Irene. Seulgi pun ikut berbaring di samping Irene sebelum dia juga menutup matanya.

.
.
.
.

(The University of Tokyo Hospital)

Mina terbangun dari tidur nyenyaknya. Hal pertama yang dilihatnya adalah ruang kosong di sampingnya. Dia menghela napas berat.

When The Rain Falls Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang