45. Hope

1.8K 85 7
                                    

“Berapa umurmu?”

“Tiga puluh tiga.”

Ben terdiam sejenak. Apa masalahnya dengan itu? “... Kita tidak beda jauh. Hanya dua tahun.”

“Sangat jauh!” teriak Leah dengan wajah menggemaskannya sampai-sampai membuat Ben mencubit pipinya. “Dua tahun tetap saja ada kesenjangannya.”

“Jadi, kamu tidak senang mengencani pria yang lebih muda darimu?”

“Aku—” Melihat wajah muram Ben yang bersimpuh di kakinya, Leah menggigit bibir bawahnya tidak enak hati. Suaranya mulai melembut dan pelan, “Aku tidak bermaksud begitu. Mengetahui bahwa aku lebih tua darimu sungguh mengejutkan. Bagaimana denganmu? Setelah mengetahui aku lebih tua darimu, apa kamu tidak ingin menghindariku?”

“Kenapa aku harus melakukannya?” Ben menyandarkan pipinya di pangkuan Leah sambil memeluk pinggang wanita itu. Dia memejamkan matanya dengan nyaman. “Aku tidak peduli sejauh apa jarak usia kita. Juga tidak peduli jika kamu lebih tua dariku. Aku menyukaimu bukan karena usiamu.”

“Sungguh?” Leah menunduk.

Pria itu membuka matanya dan melirik Leah dari ekor mata. “Jika kamu tidak percaya, aku bisa membuktikannya.”

“Bukti ap—” Leah mulai menyadari apa yang akan Benjamin lakukan untuk pembuktiannya. Pria ini sangat mudah ditebak. Jadi, dia tertawa. “Aku tidak membutuhkannya.”

Ben ikut terkekeh pelan karena rencananya gagal sebelum bisa ia mulai. “Haa ... paling tidak biarkan aku menciummu. Sudah lama kita tidak bercinta, setidaknya beri aku ciuman panjang untuk menahan rasa laparku.”

Cara pria ini berbicara membuat Leah tersipu. Dia memikirkan adik Ben masih di luar. Semakin lama mereka di dalam kamar, semakin Vivi akan berpikir macam-macam tentang mereka. Dan Leah malu tentang itu.

Jadi, dia membungkuk dan menurunkan kepalanya. Sedangkan Ben di sisi lain mengangkat kepalanya agar pinggang kekasihnya tidak terlalu sakit.

Seperti yang Ben inginkan. Hanya ciuman panjang, lembut, dan lambat. Namun rasanya ciuman itu sungguh menyenangkan dan manis. Leah menyukainya. Ditambah kesalahpahaman yang ia buat sendiri teratasi dengan cepat, tidak bisa membuatnya berhenti lebih senang dari ini.

Tangan Ben yang memeluk Leah mulai masuk ke dalam bajunya. Telapak tangannya yang hangat meraba sepanjang punggungnya selama mereka berciuman membuat Leah merasakan betapa besar keinginan Ben padanya. Dia semakin mencintai pria ini.

Ketika ciuman itu berakhir, mereka saling pandang dengan bibir dan mata yang bercahaya. Ben mengusap bibir bawah Leah dengan ibu jari kuatnya sebelum ke pipinya.

“Adikmu menunggu kita,” bisik Leah ketika pria itu menegakkan tubuhnya dan mendekat kembali ke wajahnya.

“Cium aku sekali lagi.”

Tertawa kecil, Leah mengalungkan tangannya di leher Ben dan menciumnya.

***

Tidak tahu sudah berapa menit dia duduk di depan TV yang jelas itu memakan waktu yang sangat lama bagi Vivi. Ponselnya dipegang kakaknya, tidak ada makanan di depannya selain gelas kosong yang sudah ia minum habis. Padahal sekarang sudah lewat jam makan siang dan dia kelaparan. Terpaksa dia membuka kantong belanjaan yang Ben bawa tadi dan mengambil bungkus keripik besar di dalamnya.

Beberapa menit berikutnya, dia akhirnya mendengar bunyi pintu terbuka dari tempatnya lalu langkah kaki yang teredam. Dia pun menoleh dengan tatapan penasaran.

Leah yang berjalan menuju dapur melihat bahwa Vivi menatapnya terus terang membuatnya malu dan menunduk.

“Vi.”

Something About You (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang