51. This day would come

1.6K 69 3
                                    

Rasanya pasti menyakitkan dan melelahkan karena yang dilawan adalah ketakutannya. Ben memahami hal itu, dia juga bisa merasakan kecemasan Leah yang berusaha wanita itu kendalikan. Dan itu lebih menyakitkan.

Akan tetapi, ketakutan Leah tidak membuatnya berhenti menolong.
Malam demi malam Ben selalu mematikan lampu. Di saat Leah tegang dan berkeringat dingin kembali, percintaan mereka menjadi kasar hingga perhatian kekasihnya terfokus pada apa yang mereka lakukan. Dan di saat kelelahan, Leah sudah tidak memiliki waktu untuk memikirkan kegelapan.

Tentu saja, Ben pun tidak berhenti memberi sugesti yang menenangkan.

Hingga tidak terasa sudah lebih dari seminggu. Dan Leah mulai terbiasa dengan kegelapan. Yah, walaupun Ben tidak boleh menjauh darinya.
Dan sekarang, mereka menikmati menonton kartun bersama di kamar Ben lewat laptop. Leah berbaring miring dengan Ben berada di belakangnya. Lain halnya dengan dia yang fokus pada film dan terkikik melihat kekonyolan di film tersebut, kekasihnya yang berada di belakang tidak berhenti menghujani banyak cinta kepadanya. Mau itu mengusap lengan atau mengecupnya gemas.

Tidak sampai pertengahan pemutaran film, Ben yang sudah tidak sabar mulai memegang dagu Leah dan menolehkannya ke belakang.

“Filmnya belum se—”

“Kita bisa menontonnya setelah ini.” Ben mencondongkan wajahnya dan mencium bibir kekasihnya seraya menutup laptop. Tubuhnya mulai bergerak ke atas tubuh Leah.

Leah tertawa pelan ketika mendorong dadanya pria itu agar sedikit menjauh. “Matikan lampu dulu.”

“Saat tidur saja dimatikan. Sekarang biarkan tetap menyala. Aku ingin melihatmu.”

Leah menggeleng serius. “Aku malu. Jadi, matikan.”

Ben mengernyit tidak setuju. “Begini saja.”

Saat Ben ingin mendekat kembali, Leah lagi-lagi menahan tubuhnya. “Setidaknya biarkan aku merias wajahku dulu.”

“Seperti tadi siang?”

Leah mengangguk membuat Ben mendesah.

“Kenapa harus menggunakan riasan? Itu terlalu lama.”

“Karena aku ingin tampil cantik di depanmu.”

Jawaban cepat dan tanpa dipikirkan itu membuat Ben terdiam sejenak. Dan telinganya sedikit merah. “Jangan katakan itu, aku bisa gila dan lepas kendali, Leah.”

Leah tertawa. “Makanya, sana dulu. Biarkan aku memakai makeup sebentar.”

“Apa hanya aku saja yang berpikir setelah bertemu Vivi dan Esther hari itu, kamu selalu menggunakan riasan ketika bersamaku di rumah?”

Ketika hari masih terang, Leah selalu menyempatkan dirinya untuk merias diri sebelum dia membuat wanita itu kacau. Namun, saat melakukannya dalam keadaan gelap, Leah tidak repot-repot merias dirinya. Dan dia suka itu karena tidak perlu menunggu lama untuk memulai bisnis panas mereka. Dan fakta mengejutkan lainnya, Leah hanya merias dirinya ketika bersama Ben saja di dalam unit. Wanita ini tidak repot-repot menggunakan makeup ketika bekerja.

“Tentu saja! Karena aku tidak cantik. Dan aku ingin kamu melihatku cantik.”

Menghela napas lembut, Ben mengusap wajah Leah. “Leah, kamu cantik tanpa harus berusaha keras.”

Ucapan maut itu membuat Leah merasa sebuah panah baru saja menancap tepat di dadanya dan menerbangkannya hingga ke langit ketujuh. Dia kembali membuang wajahnya yang menjadi merah gelap seperti tomat busuk. “P-Pembohong.”

Pria itu tersenyum tipis sangat sabar. “Apa kamu bisa melihat ke mataku?”

Leah membutuhkan waktu beberapa saat untuk mengikuti perintah Ben. Pria itu tersenyum lembut dan matanya penuh cinta ketik menatapnya intens.

Something About You (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang