35. The appeal of him

2.5K 74 1
                                    

Kegiatan panas mereka terus berlanjut semakin sering. Sampai-sampai mereka terbiasa dan saling mengenal tubuh satu sama lain.

Tidak peduli di mana tempatnya di dalam unit, jika Benjamin dan Leah menginginkannya, mereka akan bergerak dengan bebas. Karena unit tersebut tidaklah luas, mereka sudah menjamah tiap tempatnya.

“Kertas origami, gunting, lem, tali, dan benang jahit .... Oke sudah. Lalu ....”

Tanpa mengenakan apa pun, Leah merebahkan tubuhnya dengan posisi telungkup di atas kasur Ben. Tubuh bagian atasnya sedikit terangkat dengan kedua siku menopangnya. Dan selimut putih menutupi setengah tubuhnya saja.

Ben sendiri memiringkan tubuh dengan menumpukannya pada sebelah tangan. Dia memperhatikan Leah dengan sabar. Begitu mereka selesai dengan aktivitas pagi, wanita ini meminta pen dan buku Ben lalu mencatat apa saja yang dibutuhkan untuk lomba muridnya di hari Jumat nanti.

Melihat bagaimana seriusnya Leah, membuatnya menjadi gemas. Dia menarik pinggang wanita agar mendekat ke arahnya hingga dia meneriakinya.

“Ben!”

Tidak mempedulikan Leah, Ben memeluk wanita itu dari belakang seraya memejamkan mata. Walaupun ia kesal karena diganggu, namun kemarahannya tidak berlarut membuat Ben tersenyum.

Semenjak malam itu, Leah sudah berhenti dengan sikap formalnya terhadap Ben. Wanita di pelukannya ini tidak lagi seperti sebelumnya, memanggil Ben dengan sopan sampai menggunakan embel-embel Pak. Leah mulai bicara santai dan memanggil namanya.

“Apa lagi yang kurang, ya?” gumam Leah.

“Konsumsi?”

Leah menggeleng kuat. “Konsumsi sudah masuk ke dalam daftarku paling pertama.”

Ben terkekeh di atas kepala Leah.

“Ben, apa kau punya ide lomba yang disenangi anak-anak selain menggambar dan menyanyi?”

“Permainan pesan berantai atau estafet.”

Leah memikirkannya sebentar sebelum menulis di buku kecil cepat.

“Apa cuma kamu sendiri saja yang memikirkan ide lomba?”

“Para guru berbagi tugas. Ada yang mengatur pengeluaran, membeli perlengkapan lomba, persiapan sebelum lomba dimulai, jalannya perlombaan, dan banyak lagi. Lalu, ada 4 orang termasuk aku dan Esther yang membuat ide untuk perlombaan.”

“Ya sudah. Itu saja yang perlu kamu catat. Beri ruang juga untuk guru lainnya mengutarakan pendapat mereka.”

Leah mengangguk setuju. Dia mengecek sekali lagi catatannya. “Menurutku cukup ini saja untuk sekarang. Esther pasti punya ide lain. Aku akan mendengarkannya besok di sekolah.”

Mendengar itu, Ben membuka matanya cepat. “Sudah selesai?”

“Hm—” Leah ingin mengangguk, akan tetapi berhenti seketika. Setelah lama tinggal bersama pria ini, dia mulai hapal dengan kepribadian Ben. “Sudah lewat waktu sarapan. Dan aku sangat lapar sekarang.”

Tersenyum, Ben hanya bisa menghela napas panjang.
Duduk dengan kedua kaki ditekuk di atas sofa televisi, Leah yang meneguk kopi tidak bisa tidak melirik Ben. Pria itu sedang mencuci buah-buahan di wastafel sebelum mengambil pisau.

Ben hanya mengenakan celana jeans panjang, tanpa atasan. Rambut ikalnya menutupi dahinya. Dan kacamata khasnya tetap bertengger di hidungnya.

Apa yang membuat Ben terlihat berbeda dan istimewa? Leah berdesis dan menggeleng pelan. Leah merasa tidak ada. Dari wajah hingga posturnya biasa-biasa saja. Leah yakin, pria itu pasti tidak pernah olahraga seumur hidupnya karena terlalu banyak menghabiskan waktu mengurung diri di dalam unit saja.

Something About You (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang