59. Trust her

1.4K 97 11
                                    

Hanya karena tidak ada bukti dan betapa jeleknya dia makanya tidak akan ada yang percaya, begitu? Leah tertawa miris. Sambil menangis, dia tertawa. Menertawakan kemalangan dirinya sendiri.

Di depan kantor polisi, Adri meremas rambutnya sendiri sebelum mengumpat, “Sial!”

Setelah itu dia menoleh ke belakang cepat di mana tidak ada satu pun polisi yang keluar. Dia pun menghela napas lega “Hah, hampir saja. Kau membuatku panik sejak tadi siang, tahu? Untung saja Kania dan Ibu tidak percaya. Mereka benar-benar bodoh, iya kan? Polisi juga sama.

Adri terkekeh. Lalu menatap Leah yang berdiri di sisi lain. Wanita itu menunduk dengan tatapan kosong. Dia mendekatinya dengan wajah dingin.

Astaga .... Lihat apa yang sudah kau lakukan. Kau ingin melakukannya lagi? Kita bisa pergi ke kantor polisi lainnya dan mempermalukanmu sekali lagi. Ayo.” Adri menarik tangan Leah akan tetapi wanita itu menolak untuk pergi dan menepis tangannya kasar.

Dia mengumpat pelan kembali sebelum menoleh pada Leah. Dia merogoh saku jaketnya, mengambil ponsel yang tidak Leah kenali sambil berkata, “Kau ingin melihatnya, kan? Baiklah, lihatlah dirimu yang menjijikan ini.

Ketika Adri menunjukkan layar ponsel itu, Leah dengan perlahan membelalakkan matanya. Jantungnya kembali menderu cepat. Dia menggigil.

“Di foto itu ... aku terlihat vulgar.”

Kau menyukainya, hm?” Adri menggeser foto demi fotonya.

“... Hentikan,” bisiknya gemetar.

Sejak kapan bajingan ini memiliki dua ponsel? Dia harus menyerahkannya ke polisi yang tidak mempercayainya tadi.

Ingin yang lain? Tenang saja aku juga sempat merekamnya. Nah ini dia.

Mata Leah kembali basah dan merah. Dia semakin malu dan panik. “Hentikan!”

Dia hendak merampas ponsel itu akan tetapi Adri dengan sigap menghindar. Pria itu tertawa bahagia saat memasukkannya ke dalam jaket kembali. Sambil tersenyum menatap jalanan, dia berujar, “Dengarkan aku, Adik Ipar, karena kau membuatku kesal seharian ini, kirimkan uang tiap bulan kepadaku tepat waktu. Jika tidak, aku akan menyebarkannya ke situs-situs dewasa. Oh, aku mungkin akan menjual video ini ke orang-orang yang mengenalmu. Seperti ... orang tua anak les atau teman-teman yang pernah bersekolah denganmu, mungkin? Kau mengerti, kan?” Adri mengedipkan sebelah matanya seraya menyeringai.

Dia berjalan lebih dulu seraya bersenandung sebentar. Kemudian berseru nyaring saat mengelap keringat tipis di pelipisnya, “Whoo-hoo! Kapan terakhir kali aku berkeringat, ya? Haha sial, aku tidak tahu wanita sekecilmu bisa membuatku kewalahan hanya dalam kurang dari satu hari ini. Yah, pokoknya seperti yang aku bilang ... jika tidak ingin video ini aku sebarkan dan membuatmu malu, kau harus mengirimkan u—

Begitu berbalik, Leah sudah tidak ada di tempatnya berdiri tadi. Wanita itu menghilang begitu saja.

Apakah dia kembali panik? Adri terkekeh. Tentu tidak.

Dia mengirimkan pesan singkat pada Leah sebelum kembali berjalan seraya bersiul.

Adri: Tiap tanggal 1, ingat itu.

“Aku ingin tidak peduli. Aku ingin menganggap itu hanya gertakan saja. Tapi aku takut. Bagaimana jika gertakan itu benar-benar dilakukannya? Apa aku bisa bertahan hidup setelah itu? Pada akhirnya aku tetap melakukannya tiap bulan,” Leah bergumam sangat kecil, “aku benar-benar pengecut. Aku takut bunuh diri dan supaya bisa tetap bertahan hidup, aku harus melakukannya.”

Namun, Ben bisa mendengar kata demi katanya dengan baik tanpa harus meminta wanitanya mengulangi ucapannya. Dan sekarang dia menjadi geram.

Kekasihnya, Leah Winata, selama ini mengalami krisis kepercayaan. Bukan hanya dengan orang lain, tetapi dirinya sendiri juga.

Something About You (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang