9. Ugly duckling becomes angel

2.6K 118 1
                                    

Masuk ke ruang guru, Leah menghempaskan tasnya di atas meja. Kembali mengingat kejadian memalukan tadi pagi benar-benar membuat Leah kesal setengah mati.

Apa-apaan wajah pria itu tadi pagi? Kenapa bisa dia sangat tenang ketika melihat ketelanjangan seorang Leah? Jika itu pria normal, biasanya mereka akan panik, merasa bersalah dan meminta maaf dengan gugup. Lalu mengulangi terus-menerus hadiah yang diberi Tuhan itu di kepalanya sepanjang hari hingga membuat hasratnya menyala-nyala dan menuntaskannya.

Apakah tubuh Leah biasa saja? Bahkan dalam kondisi tidak mengenakan busana?!
Apa itu artinya pria sekelas Gabriel juga tidak akan pernah melihatnya walau sekali pandang?

Dari kesal, Leah mulai tersinggung. Sikap pria itu menandakan bahwa Leah tidak menarik sama sekali. Ternyata, Leah sangat jelek dari yang dirinya sendiri duga.

Yah, tidak bisa juga ia menyalahkan Benjamin sendiri. Dia juga salah. Bisa-bisanya hanya karena mendapatkan pekerjaan baru, dia sampai lupa mengunci pintu kamar mandi.

“Apa ini? Masih pagi bibirmu sudah menekuk ke bawah.” Esther yang baru tiba terkekeh melihat wajah Leah. "Apa yang terjadi? Masih mencari pekerjaan?"

Leah mendesah malas dan mengibaskan tangannya. “Hanya bermasalah dengan teman seunit.”

“Baru tiga hari tinggal bersama sudah bertengkar? Sepertinya dia memang wanita yang bermasalah.”

Sekelebat adegan memalukan tadi pagi membuat Leah kembali kesal. “Aku tidak ingin membahasnya.”

Leah kemudian memperhatikan wajah Esther sangat lama. Dia baru menyadarinya sekarang. Ternyata, kulit wajah Esther jauh lebih baik dibandingkan kulitnya. Freckles di wajahnya hanya memberikan kesan unik pada wanita itu.

Di sisi lain, Esther yang dipandang dengan intens oleh Leah tidak bisa tidak bertanya sambil merapikan rambutnya, “Apa yang salah denganku? Apakah rambutku berantakan? Riasanku sangat jelek?”

Leah memiringkan wajahnya, “Kau menggunakan riasan?”

Itukah alasan pori-porinya tidak terlihat? Tapi, Esther tampak tidak mengenakan makeup di wajahnya.

“Tentu saja, Leah. Semua wanita menggunakan riasan ketika bekerja.” Esther menatap wajah Leah yang murni. “Yah … kau pengecualiannya.”

Leah menyentuh wajahnya. “Tapi aku menggunakan lipgloss.”

“Menurutmu aku hanya menggunakan lipstik saja?” Melihat wajah temannya yang bingung, Esther menghela napas pelan. “Aku menggunakan lebih dari lipstik untuk mendapatkan riasan natural seperti ini. Ini bukan hal umum lagi bagi kaum wanita jadi kau tidak perlu terkejut—”

Wajah kaget Leah kemudian membuat Esther berteriak, “Kenapa bisa kau terkejut?! Aku bertanya-tanya sebenarnya dari planet mana asalmu, Leah”

Leah tertawa pelan. “Sungguh, aku tidak tahu.”

“Ingin mencobanya? Aku bisa mendandanimu jika kau mau. Percaya padaku, wajahmu akan terlihat lebih cantik.” Esther mengangkat sebelah alisnya main-main yang mana membuat Leah bergerak mundur.

“Tidak, terima kasih.”

“Ayolah, kau pasti akan menyukainya, Leah Winata ….”

Sebelum Esther semakin menjadi, Leah segera beranjak dari kursinya dan berjalan cepat menuju kelas, meninggalkan Esther yang tertawa kencang.

Sepanjang jam pelajaran, Leah memikirkan tawaran Esther. Mungkin, dia bisa mencobanya? Perubahan sedikit … kenapa tidak? Alhasil, dia mengatakan keinginannya ketika jam istirahat yang disetujui Esther dengan sumringah. 

Dan di sinilah mereka sekarang. Di dalam unit Esther. Mereka menggunakan angkutan umum selama 10 menit untuk kemari.

“Sudah 4 hari pacarku pergi ke luar kota bersama timnya.” Esther berkata. "Dia bilang akan kembali lusa."

Pantas saja Leah melihat Esther pulang sendiri setelah sekolah beberapa hari ini.

“Yah, kita memiliki banyak waktu untuk menggunakan semua kosmetik yang aku punya!” seru Esther.

Duduk di depan Esther, Leah memperhatikan beberapa produk yang Esther aplikasikan sebelum menggunakan face powder. Hal yang berbeda dengan pemikiran Leah selama ini yang hanya menggunakan bedak tabur bayi dan lisptik, sudah baik.

“Yang paling penting, kau harus menggunakan pelembab dan tabir surya sebelum menggunakan kosmetik,” pesan Esther.

“Ya, aku menggunakannya juga ....”

“Lalu apa kau sudah mendapatkan pekerjaan baru?”

Ketika topik itu diangkat, senyuman Leah kembali hadir.

“Hoo lihat wanita ini. Dia tidak bisa menutupinya.” Esther mendengus pelan dan Leah tertawa kecil. “Padahal kemarin kau sangat sedih karena dipecat. Dan sekarang pekerjaan baru sudah datang lagi. Kau tahu, kau sangat beruntung Leah Winata.”

“Hm!” Leah mengangguk antusias.

“Di mana dan apa tugasmu di sana?”

“Menjadi guru les privat.”

Tiba-tiba saja Esther menjentikkan jarinya. “Oh benar juga! Kenapa aku tidak memikirkan ini kemarin? Kita seorang guru, seharusnya mengajar les bisa menjadi pekerjaan tambahan untukmu.”

Leah bergumam ketika Esther menggunakan maskara pada bulu matanya, “Ini baru satu anak, aku rasa menambah 1 atau 2 anak lagi masih bisa.”

“Kau pengajar yang menyayangi anak-anak, banyak orang tua yang akan mempekerjakanmu. Dan kau harus tahu, Leah, aku selalu mendukungmu.”

“Aku tahu itu.” Leah memegang tangan Esther dengan raut wajah bersyukur. “Kau kerap kali ke minimarket hanya untuk menemaniku sebentar larut malam.”

“Ergh, aku jadi benci minimarket itu.” Esther mengerang lalu menunjuk Leah dengan jari telunjuknya seraya menatapnya serius. “Aku tidak mengizinkanmu membahas tempat itu lagi.”

Dan detik berikutnya mereka terkikik bersama.

“Terakhir ….” Esther dengan perlahan memolesi bibir Leah dengan warna merah muda yang lembut. Setelah itu ia memberikan cermin kepada Leah.

Melihat wajahnya yang jauh lebih baik, Leah tidak bisa tidak tertegun. Apakah ini rasanya memiliki wajah yang lebih baik dari biasanya? Ini seperti mimpi bagi Leah bahwa wajah jeleknya juga bisa menjadi cantik, walau tidak secantik aktris dan model. Apakah ini yang dinamakan kekuatan makeup?

“Bagaimana?” Esther bertanya pelan sambil menyandarkan dagunya di atas kepala Leah.

“Apa ini nyata? Ini sungguh cantik.” Leah mendongak. “Esther, kau pandai merias bebek buruk rupa menjadi bidadari!”

Sontak saja Esther tertawa terbahak-bahak. “Bebek buruk rupa apa, hah? Ada-ada saja. Mulai sekarang kau bisa menerapkannya tiap hari. Aku akan mencatatkan urutan produknya.”

Hasilnya memang mengagumkan, tapi jika harus memakan waktu lama belum lagi Leah diharuskan membeli produk-produk tersebut .... 

Tersenyum segaris, Leah menggeleng. "Kau tahu, Esther. Aku pikir aku lebih baik menggunakan bedak bayi saja."

Esther terkekeh ketika memungut peralatan kosmetiknya. “Hei, kau belum menjawab rumah anak yang kauajar.”

“Ah benar! Aku mengajar Aurora, anak Pak Gabriel. Rumahnya memang tidak dekat dari tempat tinggalku. Jadi aku menggunakan angkutan u—”

Suara barang jatuh membuat Leah menatap Esther cepat. Melihat semua peralatan kosmetiknya sudah tidak ada tangannya lalu wajahnya yang melongo, Leah memanggilnya, “E-Esther?”

“... Bagaimana bisa kau mengatakan itu dengan ringan?”

“Esther—” Leah mulai berdiri dan berjalan mundur.

“Aku sangat iri sekarang, kemari kau!”

Sambil tertawa, Leah berlari dan Esther mengejarnya di sekitar unit.

Something About You (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang