57. Humiliated

1.3K 84 3
                                    

Seolah sudah ditentukan oleh Tuhan, Leah bisa meyakinkan dirinya sendiri jika hati kecilnya tidaklah salah. Dia harus memberitahu kakaknya. Hanya saja, saat Leah ingin berbalik Adri ternyata menatapnya juga. Pria itu menyadari kehadirannya. Dan tatapan kakak iparnya terlihat menyeramkan hingga dia mundur sedikit takut.

Hari tampak mendung ketika dia berada di dalam bus. Leah mencoba menghubungi Kania dan Saravati, ibunya akan tetapi mereka tidak mengangkat panggilannya. Leah menjadi gelisah.

Kembali ke rumah, langit menjadi semakin gelap dengan beberapa gemuruh guntur yang jauh. Bingkisan yang dia bawah ia letakkan di atas meja dan tetap berusaha menghubungi mereka. Ketika ingin mencobanya lagi, tiba-tiba saja lampu kamarnya dimatikan membuat dia bergeming sebentar.

Leah menatap pintu kamarnya yang terbuka dan melihat sosok gelap berdiri di depan saklar lampu kamarnya. Memang begitu pulang dia tidak menghidupkan semua lampu, selain kamarnya saja saking terkejutnya dia dengan apa yang dilihatnya di rumah sakit tadi. Belum lagi mendung dan gorden kamarnya yang tertutup penuh,  dia tidak mendapatkan penerangan yang cukup pada kamarnya. Namun, entah kenapa sosok itu membuatnya yakin jika itu adalah Adri.

Pada keheningan yang tiba-tiba, Leah mendengar suara langkah kaki berat ketika sosok itu mendekat bertepatan suara guntur di luar. Dia ingin menghidupkan senter ponselnya akan tetapi seseorang sudah merampasnya.

Leah yang panik ingin sekali lari hingga suara Adri datang.

“Apa yang ingin kamu lakukan?”

“A-aku harus menghubungi Kania.”

“Lalu mengatakan kebohongan yang tidak masuk akal?”

Kamarnya begitu gelap sampai sulit untuknya melihat raut wajah di depannya. Namun, dia bisa mendengar suara Adri. Suaranya terdengar lembut seolah menenangkannya.

“Leah, dia itu sepupuku. Suaminya dinas ke luar kota. Jadi, aku harus menemaninya.”

“Kau pikir aku akan percaya? Kebohonganmu malah yang lebih tidak masuk akal! Tidak ada sepupu yang berpelukan mesra! Aku melihatmu menciumnya juga!”

Dan ruangan kecil itu menjadi hening untuk beberapa saat.

“Ha .... Memang benar kata Kania, kamu ini sangat sensitif. Kenapa kamu bisa ada di sana, sih?”  Adri mulai terdengar kesal. Tidak ada lagi kelembutan dan kepura-puraan seperti sebelumnya. Tanduk aslinya mulai ia tunjukkan.

Leah yang takut jika Adri akan memukulnya bergerak mundur. Karena kamarnya tidaklah luas, dia dengan cepat sudah menempel pada dinding. Pandangannya mulai terbiasa dan dia melihat Adri mendekat dalam kegelapan. Leah bertambah takut.

“Jangan bilang kamu membuntutiku ....”

“A-apa kau tidak pernah berpikir jika Tuhan sengaja membawaku ke sana agar bisa melihat kebusukanmu?”

Adri terdiam. Suasana yang hening itu menjadi mencekam ketika dia menyeringai bersamaan cahaya petir yang masuk.  Mendekatkan wajahnya, dia berbisik sensual di indra pendengaran Leah, “... Artinya Tuhan sengaja agar aku bisa melakukan apa yang kuinginkan semenjak awal. Kamu pasti sangat berterima kasih pada-Nya.” Adri tersenyum dengan kepala miring. “Leah, apa kamu tahu betapa inginnya aku merasakanmu?”

Hujan turun dengan lebat seketika dan Leah menjadi pucat. “Apa? Kau pasti gila ....”

Alam bawah sadarnya menyuruhnya lari, dia pun secara naluriah bergeser dan melewati Adri. Akan tetapi, pria itu sepertinya bisa membaca pergerakannya. Ia segera menangkap Leah dan menyudutkannya kembali ke dinding. Dia menahan sangat kuat kedua bahu Leah dengan tangannya.

Hei, tidak perlu malu-malu. Nilai dirimu tidak setinggi itu sampai-sampai harus pura-pura tidak menyukaiku. Akui saja, Leah, kamu juga penasaran padaku, kan? Aku pasti menerimamu apa adanya, kok.

Leah menggeleng keras. “Lepas!”

Tidak apa-apa, Leah. Tidak akan ada yang tahu. Kita akan merahasiakan apa yang kita lakukan—

Leah tiba-tiba mengigit tangan Adri di bahunya hingga pria itu memekik, “Argh! Bangsat!

Ketika tangan pria itu terlepas darinya, Leah kembali melangkah. Namun, sekali lagi Adri menariknya, kali ini lebih kasar, hingga Leah membentur dinding. Dia berdesis kesakitan.

Sial.” Adri menatap marah Leah. “Sial!” pekiknya tepat di depan wajah Leah hingga wanita itu memejamkan matanya kuat.

Astaga. Dasar tidak berguna ....” Setelah itu Adri tertawa. Dia memegang lebih kuat lengan atas Leah membuat si pemilik tangan meringis kesakitan.

Sentuh aku, aku akan mengadukan perbuatanmu ini pada Ibu dan Kania,” ujar Leah berusaha tegar.

Memangnya siapa yang akan mendengarkanmu, hah?” Adri terkekeh meremehkannya. “Hei, kau pikir ada yang menginginkan wanita jelek sepertimu? Hal yang membuatmu terlihat menarik hanya payudara dan bokongmu saja! Tidak ada selain itu! Tidak ada yang akan menyukaimu. Tidak ada pria yang akan melihat hatimu jika wajahmu tidak secantik Kania. Mereka tidak akan percaya pada apa pun yang kau katakan nanti sebab mereka hanya percaya aku yang tidak akan melihat wanita jelek sepertimu, Leah.

Tubuh Leah bergetar. Setelah dihina habis-habisan dia jadi ingin menangis. Betapa sangat tidak berperasaan pria ini. Leah jadi memikirkan kenapa dia yang biasa-biasa saja ini dilahirkan jika harus dihina.

Selama aku tinggal di sini, aku memberi kalian semua uang! Aku membayar semua tagihan. Kau itu tidak berguna, Leah!

Aku ikut membayar tagihan dan tidak pernah sekali pun meminta uang—”

Tetap saja aku mengeluarkan banyak uang untuk rumah bobrok ini! Apa salah jika aku ingin menyentuh adik iparku yang tidak berguna? Setidaknya bergunalah sedikit, Leah! Puaskan aku bukanlah hal yang sulit.” Adri mencoba untuk membuka kancing kemeja Leah yang susah payah Leah lindungi.

Lepas!”

Percuma, pria itu sangat kuat dibandingkan dia. Adri menyentak kuat kemeja Leah hingga kancing-kancingnya jatuh ke lantai dan Leah berusaha menutupi tubuhnya. Pria itu mengeluarkan ponselnya dan mengarahkannya ke Leah sambil menyalakan senter. Tangan lainnya menarik kemeja Leah agar terbuka.

Ayo, Leah, tersenyumlah pada kamera. Jangan malu-malu.

  Leah yang ketakutan hanya bisa menunduk, karena kedua tangannya kewalahan menarik balik pinggiran atasannya. “Tolong! Seseorang tolong aku!

Bukankah aku sudah bilang? Di luar hujan sangat lebat. Tidak akan ada yang mendengarkanmu.” Adri tertawa membahana merasa sangat bahagia.

“Apa aku kurang berguna di sana?” Tatapan Leah kosong. Tubuhnya mulai bergetar hebat. “Aku juga bekerja walaupun hanya menjadi guru les saat itu. Aku memasak, aku bahkan membersihkan seluruh rumah setiap hari tanpa dibantu Kania karena dia harus ikut ibu jualan di pasar dari pagi sampai sore. Apa masih kurang berguna? Aku tidak bisa berhenti memikirkan ini.”

Ben dengan cepat mengangkat tubuh Leah ke atas pangkuannya dan memeluknya erat, berusaha untuk menenangkannya yang ketakutan. Dia merasa marah dan sedih bersamaan mendengar penuturan kekasihnya.

“Untungnya, sebelum dia bisa melecehkanku, ibu dan Kania kembali. Harapan muncul di depanku. Aku yakin mereka akan melindungiku berapa pun harganya. Namun lucunya, mereka malah mengusirku ....”

*TBC*

Ada yang merindukan Leah dan Ben? Kalau aku? :' Makasih yang udah tinggalkan jejak di kolom komentar. Semoga kalian suka part ini^^ kalau ga ada halangan, Rabu atau Kamis update part barunya.

Something About You (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang