60. Trust her II

1.6K 103 14
                                    

Bunyi mesin cetak mengisi keheningan kamar Ben menyebabkan Leah terbangun. "Ben?"

Leah melihat Ben yang menggunakan hoodie berwarna hijau gelap tengah menyimpan beberapa kertas dalam map sebelum berjalan mendekatinya. Pria itu mengusap kepalanya lalu mencium bibirnya lembut seperti biasa, membuat Leah bahagia.

"Aku akan ke kantor polisi." Dan wanita itu menegang kemudian, dia bisa melihatnya. Jadi, dia menambahkan, "Kamu tinggal saja, tidak perlu ikut denganku. Aku akan berusaha untuk menyelesaikan urusanku di sana secepatnya."

"Ben, apa yang ingin kamu lakukan di sana?" ada jejak kekhawatiran dalam nada bicaranya.

Kekasihnya tersenyum tipis ketika mengusap kepalanya sekali lagi. "Tunggu aku pulang, oke?"

Dengan begitu, Leah hanya bisa melihat Benjamin pergi.

Di kantor polisi, Adri menjadi tidak sabar. Dia ditahan berjam-jam di sana tanpa bisa berbuat apa-apa. Dia menghela napas kesekian kalinya untuk hari ini kemudian duduk tegap menatap polisi wanita di depannya. "Bu, mau sampai kapan saya di sini? Jika menurut Anda saya bersalah, kenapa tidak masukkan saya langsung ke sel tahanan saja, hah?! Hari hampir sore dan saya absen bekerja."

"Sebentar lagi ya, Pak. Pelapor sedang dalam perjalanan kemari," ujarnya.

"Permisi, saya Benjamin. Orang yang melaporkannya." Benjamin datang tepat setelah itu.

Baik polisi maupun Adri memandang orang yang berbicara di belakangnya. Pria itu mendongak hanya untuk menatap Benjamin dengan raut kesal. Akhirnya dia datang juga. "Hei, apa-apaan ini? Kenapa polisi harus mendengarkanmu dan membiarkanku menunggumu di sini, hah?!"

Ben tidak memedulikannya. Bahkan untuk menatapnya juga tidak.

Polisi wanita itu berdiri, menanyakan kembali siapa Ben sebagai bentuk formalitas sebelum memperkenalkan dirinya yang bernama Andin.

"Apakah kita bisa pindah ke tempat yang lebih tertutup, Bu Andin? Sebab apa yang saya bicarakan ini bersifat sensitif."

Andin tampak tidak setuju, akan tetapi, Ben kembali berkata, "Ini tentang wanita, bukan pria."

Terdiam beberapa saat, akhirnya polisi itu mengangguk. "Baik. Tolong ikuti saya."

Polisi wanita itu memegang lengan Adri dan berjalan menuju sebuah ruangan yang tidak ada siapa pun. Dia menutup pintu, sebelum membawa Adri duduk dan mempersilakan Benjamin duduk di sebelah Adri.

Dan sepanjang waktu itu, Ben tetap tidak memandangnya membuat Adri mendenguskan tawa kasar.

"Maaf saya memakan waktu yang sangat banyak sebelum kemari."

Lagi, Adri mendengus. "Yang benar saja .... Aku harus menunggu sangat lama di sini, kau tahu? Semenjak pagi aku ditahan di sini!" Dengan marah Adri menggebrak meja membuat polisi di depan mereka menegurnya tegas.

"Mohon untuk tidak membuat keributan, Pak. Jika Anda melakukannya lagi, saya akan dengan senang hati membawa Anda ke sel seperti yang Anda minta sebelumnya."

"Tapi ini tidak bisa dimaklumi begitu saja, Bu. Saya kemari dari pagi dan tidak bisa ke mana-mana sampai sore ini." Adri menolehkan kepalanya. "Apa kau tahu? Gara-gara kau, mau tak mau aku izin tidak bisa beker—"

"Saya harus mengambil rekaman CCTV di area tempat tinggal saya dan rekaman lain dari minimarket beberapa hari yang lalu. Selain itu, saya perlu menenangkan kekasih saya yang ketakutan karena pria ini. Kondisi kekasih saya yang lebih utama," jelas Ben kepada polisi di depannya sambil menyerahkan USB flash drive.

Polisi itu mengambilnya dan membuka lewat komputer di mejanya. Setelah menonton beberapa saat, matanya melirik Adri.

Seperti sudah diprogram, Adri pun berseru lancar, "Ketakutan apa? Apa yang pria ini bicarakan hanyalah omong kosong! Bu, saya ini kakak iparnya. Dan dia lari dari rumah sudah bertahun-tahun lamanya karena bertengkar hebat dengan ibunya. Jadi, ketika saya melihatnya di minimarket, wajar saja saya membuntutinya untuk mengetahui di mana dia tinggal. Saya bermaksud baik hanya ingin membujuknya agar dia kembali ke—"

Something About You (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang