16. Misunderstood

2.4K 91 4
                                    

"Huaaahhhh!" Secepat itu Leah menyadarinya secepat itu juga dia beranjak dari tubuh Benjamin dan mengambil jarak. Benjamin pun bergerak duduk.

Sambil duduk bersimpuh, Leah otomatis membungkukkan tubuhnya. "M-maafkan aku! Tolong jangan bawa aku ke polisi! Aku tidak sengaja melakukannya! Kumohon, biarkan aku kali ini. Aku berjanji, aku akan menghukum tanganku. Maksudku- Huaahh ... maaf! Aku pikir itu pisangku!"

Leah sudah panik dan pikirannya mendadak kosong. Dia hanya bisa terus mengeluarkan banyak alasan blak-blakkan sambil meminta maaf dengan wajah merah padam. Lalu, melihat Benjamin yang diam sedari dan hanya menatapnya tidak bisa membuat Leah lebih baik. Belum lagi tatapan datarnya tidak berubah. Apakah rona merah yang dia lihat sebelumnya hanyalah ilusinya?

2 kali .... Sudah 2 kali Benjamin memasang ekspresi seperti itu di situasi yang menguntungkan pria ini. Pertama, tidak sengaja mengintip Leah. Dan kedua, beberapa saat yang lalu Leah menyentuh pilarnya. Serius, apakah pria ini tidak memiliki nafsu? Apakah rupa Leah seburuk itu sampai tidak bisa menaikkan gairah seorang pria? Bukankah pria ini menyebalkan?!

Leah merasa terhina. Dia kembali diingatkan bahwa tidak ada yang akan menyukai wanita jelek sepertinya.

Leah menunjuk Benjamin dengan marah. "Kau. Kenapa juga kau berada di situ?! Jika kau tidak di situ, aku tidak akan menyentuhmu! I-ini semua salahmu!"

Selesai mengeluarkan amarahnya, keheningan di antara mereka pun hadir untuk beberapa saat.

Lalu Benjamin berkedip dan membuka mulutnya kemudian, "... Sedari awal aku memang di posisi ini."

"Aah ...." Bibir Leah bergetar. Jadi, dia tidak bisa memutarbalikkan kesalahannya? Leah menggeleng kuat. "Tidak! Berdosa! Kau berdosa! Kau mengotori tanganku yang suci ini!"

"Tapi aku tidak melakukan apa pun," Benjamin berkata sambil berpikir.

Leah berdiri seketika dan berteriak keras seperti ingin menangis, "Pokoknya kau yang salah karena berada di situ!"

Setelah itu Leah berlari memasuki kamarnya sambil menutupi wajahnya.

"Aku?" Benjamin berkedip. Padahal dialah korban di sini tapi kenapa Leah yang terluka? Apa wanita itu tahu betapa tersiksanya Ben tadi? Sekarang saja dia masih merasakannya.

Dia menoleh ke belakang, ke pintu kamar Leah yang tertutup. Pandangannya kemudian bergerak ke arah meja makan di mana tas wanita itu tergeletak di sana.

"Haa ...," Ben menghela napas.

***

Di dalam kamar, Leah menenggelamkan wajahnya ke bantal. Dia benar-benar malu. Dia menyadari dia yang salah dan sikapnya konyol tadi. Bahkan untuk menutupi kekonyolan dan kebodohannya, Leah malah memperparah tingkah konyolnya.

Leah mengangkat wajahya. "Tapi aku kan sudah minta maaf."

Terserah pria itu mau menerima permintaan maafnya atau menolaknya, dia tidak perlu peduli. Jika sudah meminta maaf, kesalahannya otomatis terhapus. Iya, kan? Lagipula tadi itu tidak sengaja. Itu semua gara-gara lampu mati. Leah kaget karena gelap makanya mereka berdua berakhir di kondisi kurang mengenakkan seperti itu. Dan karena lampu benda mati, mana mungkin Leah menyalahkan lampu.

Memikirkan itu beberapa detik yang sunyi, Leah memejamkan matanya dan mengerang. "Kenapa aku seperti anak kecil?!"

Tapi ada satu hal yang sedikit mengganggunya tadi .... Benda itu. Di tangannya. Bisa bergerak! Leah membawa tangannya memangku dagunya. Raut wajahnya terlihat berpikir kuat dengan topik itu. Dia mempelajari sesuatu.

Tiba-tiba saja pintu kamarnya diketuk membuat dia kaget dan secara refleks melompat dari tempat tidur seraya menoleh ke pintu. Leah tetap di tempatnya untuk beberapa waktu namun tidak mendengar apa-apa lagi dari pintu.

Something About You (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang