24. Fever II

2K 90 1
                                    

Membuka pintu unit, Leah masuk sambil memijit kepalanya sebentar.

Sepanjang rapat bersama orang tua para murid, kepala Leah tidak berhenti berdenyut. Badannya juga tidak berhenti menggigil. Padahal dia sudah suruh Pak Wahyu untuk menurunkan volume pendingin ruangan tapi pria tua itu tidak mendengarnya.

Ben baru saja keluar dari kamarnya tepat saat itu dengan sebuah gelas di tangannya. Sepertinya dia ingin mengambil air minum lagi. Pandangan pria itu tidak berhenti menatap Leah. Sebelum Leah bisa melangkah sempoyongan, Ben mendekatinya dan berhenti di depannya.

“Ada apa?” tanya Leah dengan dahi berkerut.

Ben menggenggam tangan Leah dan berkata, “Ayo ke kamarmu.”

Wajah Leah seketika menjadi waspada. Ucapan ambigu Ben mengingatkannya pada apa yang ada di pikiran Esther tadi pagi. “Aku tidak ingin melakukannya denganmu! Benda itu milik Esther, bukan punyaku!”

Sudut bibir Ben yang tersenyum berkedut. “Leah, aku tidak akan melakukannya sekarang. Kamu sedang sakit. Ayo aku antar ke kamarmu.”

Leah mengerjap seperti orang bodoh. “… Oh.”

“Ayo,” ujar Ben lembut dan mengajak Leah ke kamar wanita itu. 

Di belakang, Leah hanya bisa bekerja sama dan menatap punggung belakang Ben.

***

Melihat angka 37,8 derajat celsius di termometer, Ben melirik Leah yang meminum obatnya. Ketika selesai, dia kemudian mengambil gelas tersebut dan meletakkannya di atas nakas di samping tempat tidur. 

“Apa kamu merasa pusing?”

“Sedikit,” Leah menjawab dengan tubuh menggigil dan Ben segera menyelimutinya.

“Ingin ke rumah sakit?”

Leah menggeleng seraya mendorong Benjamin yang duduk di pinggir ranjangnya untuk pergi dengan tangannya yang lemah. “Hanya demam ringan. Setelah minum obat saya akan sembuh. Maaf merepotkan Anda. Anda bisa kembali ke kamar Anda.”

Dan Ben tidak bergerak sama sekali. “Aku akan tetap di sini sampai kamu tidur.”

“Bagaimana jika Anda melakukan tindakan asusila terhadap saya saat saya sedang tidur?” Walaupun suara Leah terdengar pelan dan lemah, namun wanita ini masih waspada terhadapnya membuat dia tersenyum simpul.

“Kalau begitu kamu tidak perlu tidur.”

Dengan balasan Ben yang menyebalkan, Leah bahkan tidak memiliki tenaga untuk memutar matanya sekarang.

Ponsel Leah berdering saat itu. Dan Ben dengan sigap mengambil tas Leah di bawah kaki wanita itu. Ketika dia membuka tas tersebut, dia terdiam dengan tatapan masih pada isi tas.

“Ponsel saya, Pak.” Leah mengingatkan Ben dengan dahi berkerut tipis mengingat ponselnya tidak berhenti berdering.

Ben menyerahkan ponsel Leah dan meletakkan tas Leah di pangkuannya.

“Halo, Pak Rahmat? .... Ah ya, nanti akan saya kerjakan .... Iya .... Baik.”

Meletakkan ponselnya, Leah melihat Ben yang menunjukkan bungkus foil pengaman dengan wajah sedikit terhibur. Leah memejamkan matanya dan mengerang sakit. “Saya bersumpah, saat ini saya tidak punya tenaga untuk adu mulut dengan Anda, Pak Benjamin.”

“Aku tidak mengajakmu adu mulut. Aku hanya penasaran, kenapa kamu membawa hal seperti ini ke sekolah? Apa anak-anak umur 5-6 tahun sudah belajar tentang ini? Atau kamu ingin mempelajari ini denganku?”

Something About You (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang