16. FORLORN

372 66 3
                                    

16

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

16. FORLORN.

Riuh suara saling bersahutan. Para murid berbisik sesamanya di aula yang tampak penuh pagi ini. Entah ada apa. Mereka hanya dipanggil untuk berkumpul dan duduk bersama.

Agaknya akan ada pengumuman penting. Bahkan telah tersedia mimbar dan loud speaker di depan sana. Namun, para guru belum juga terlihat sementara siswa-siswi HHS sudah menunggu setengah jam di ruangan luas bercat putih itu.

Begitu Pak Yejun hadir, seisi aula langsung senyap dan fokus ke depan. Bersiap mendengarkan yang hendak Pak Yejun sampaikan nantinya.

“Selamat Pagi, anak-anak,” sapa Pak Yejun seketika direspons kembali.

“Hari ini saya mengumpulkan kalian disini untuk menyampaikan beberapa hal terkait kasus kematian teman atau kakak kelas kalian beberapa minggu terakhir.”

Pak Yejun mengatur tiang mikrofon sejajar bibir. “Ada lima poin penting yang akan saya jabarkan dan harap kalian pahami baik-baik untuk disampaikan ke orang tua masing-masing.”

Jihoon yang duduk di deret kursi terdepan bersama beberapa siswa kelas lain lantas menyilang tangan cuek. Kaki kanannya naik ke paha kiri. Tidak ada gunanya ia simak pengumuman ini. Toh, yang berdiri di depannya sekarang adalah sang ayah sendiri.

“Pertama, sistem tinggal di asrama ketika naik kelas dua belas akan dihapus bagi kelas sebelas dan kelas sepuluh tahun ini,” ujar Pak Yejun membuat sebagian anak kelas sebelas dan sepuluh kegirangan.

“Tapi diganti dengan diskusi online tiap jam enam sampai tujuh malam. Setiap hari dan harus membuat janji dengan guru mata pelajaran yang akan diujikan di ujian nasional nantinya,” lanjutnya yang tentu meredupkan selebrasi segelintir murid sedetik lalu.

“Sama aja dong, Pak,” sahut seorang siswa di baris belakang.

“Itu dilakukan agar kegiatan belajar kalian dapat terkontrol,” jawab Pak Yejun.

“Kedua, mulai besok akan ada pengecekan tas di gerbang setiap pagi sebagai langkah pencegahan tidak ada yang membawa senjata atau benda sejenisnya yang bisa merugikan diri sendiri dan orang lain.”

Mendengar itu, seorang siswa dengan bet kelas dua belas melengos ke kanan, menghadap jendela yang langsung mengarah ke koridor sekolah. Ia tutupi sebagian wajah dengan tangan sembari mengusap dahi.

“Gitu doang usaha lo?” lirihnya dibarengi tawa kering.

“Ketiga, melihat ada beberapa murid mengajukan surat pindah sekolah, pihak sekolah akan memberi kalian waktu untuk berpikir kembali dengan pertimbangan bahwa jika kalian keluar dari Heuri High School, maka uang tabungan kalian dari kelas sepuluh sampai sebelas yang direncanakan untuk study tour dan ujian praktek tidak akan dikembalikan sepeser pun.”

Poin ketiga ini tentu tuai reaksi kecewa terutama bagi mereka yang ingin pindah dari sekolah ini. Bagi kelas sepuluh mungkin uang tersebut tidak begitu besar nilainya. Tapi untuk kelas sebelas, cukup berat merelakan uang sebanyak itu. Ini jadi keputusan berat untuk mereka.

Vengeance | TreasureTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang