32. LONGANIMITY

363 74 23
                                    

32

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

32. LONGANIMITY.

Sosok pemuda kedapatan berdiri memandang hiruk pikuk metropolitan dari salah satu ruangan di gedung bertingkat yang menjulang. Ada seseorang yang sedang ia tunggu. Lebih tepatnya, orang itu menyuruhnya menunggu di ruangan dominan warna putih ini.

Suara knop pintu diputar tak ayal membuatnya balik badan.

“Lah lo beneran nunggu disini?” tanya laki-laki yang empat tahun lebih tua darinya baru masuk ruangan.

“Kan, lo yang nyuruh.”

“Turun cari makan dulu sana.” laki-laki tampan berseragam itu menaruh beberapa berkas di meja sekaligus merapikan alat tulis yang berserakan.

“Ogah.”

“Ya udah,” katanya cuek.

Makan atau tidak terserah. Toh, tidak ikut punya lambung juga, pikirnya.

Please bantuin gue sekali ini aja, Kak,” mohonnya sambil membuka resleting jaket hijaunya.

Laki-laki tampan yang merupakan sepupunya itu mengembuskan napas jengah. Cowok muda itu sudah membahas itu empat kali dalam dua hari terakhir dan sebanyak itu pula ia mengatakan tidak. Tapi sepertinya ia menuruni sifat keras kepala sang ayah.

“Gak bisa. Lo gak boleh sembarangan pake senjata api tanpa izin,” jawabannya masih sama.

“Ya lo izinin lah. Lo, kan, punya wewenang,” paksanya.

“Lo pikir gue udah hilang akal kasih izin pegang pistol ke bocah kencur kaya lo?” laki-laki dewasa itu kacak pinggang. Gaya bicaranya tak kalah nyolot.

Mendengus, “Percuma dong gue nyamperin lo jauh-jauh kesini.”

“Siapa suruh? Lagian buat apa sih lo pinjam pistol segala?” laki-laki itu mengangkat dagu seolah menuntut jawaban lebih dari si anak muda.

“Ada. Nanti gue kasih tau tapi izinin dulu.”

Berdecak, “Oke tapi gue kasih limit cuma dua peluru doang.”

Percuma. Terus menerus mencegahnya  hanya akan mengulur waktu saja tanpa mengubah apapun. Anak muda itu laksana batu diberi nyawa.

“Sepakat.” cowok itu meringis dan mengacungkan ibu jari senang.

But first, besok lo ikut gue ke pelatihan menembak dulu.”

****

“Ji!” Yoshi berlari kecil menghampiri Jihoon dan teman-teman satu angkatan dari asrama satu dan dua yang berkerumun di teras asrama satu.

Jihoon sebatas menoleh sekilas kemudian acuh.

Yoshi pun diam. Bersedia menunggu karena Jihoon tampak sibuk dengan ponselnya dan mengubungi seseorang.

“Ji, mobil gue udah siap di depan, gue bawa siapa aja?” tanya Yoshi saat Jihoon menurunkan ponselnya dari telinga.

Vengeance | TreasureTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang