Chapter 5

250 18 0
                                    

Semenjak kejadian itu Tante dan Pamannya mulai bisa bersikap lebih baik kembali dan Bimo diberikan jabatan lebih tinggi dari karyawan biasa karena dinilai dari kerajinan dan kegigihannya.

***
"Ya, begitulah kisahnya kenapa aku bisa melihat dan memiliki kemampuan ini. Di sebabkan oleh kejadian yang pernah aku alami tersebut sehingga six siense ku semakin bertambah cepat sebelum usia ku!" Maya menutup ceritanya pada Siswi.

"Berarti sebenarnya orang tuamu bisa juga melihat seperti aku begini?" Tanyanya.

"Hanya Ibuku aja yang bisa, Sudah pergi sana! Aku cerita sama setan enggak jelas!" Maya tersadar bahwa dirinya bercerita dengan hantu.

"Coba aja, aku masih hidup!" ujarnya.

"Kalau kamu masih hidup, hidup mu akan selalu menjadi sampah tak berguna!" jawab Maya sambil tertawa.

"Enak, aja! Aku ini anak pintar di sekolahmu!" jawabnya.

"Tau dari mana? Sedangkan nama saja kamu tidak ingat!" balas Maya yang membuat siswi tersebut berpikir keras. Tanpa membalas perkataan Maya, ia pun pergi.

Keesokan harinya Maya berangkat sekolah dengan Naura. Di perjalanan panjangnya, Naura mengingatkan Maya bahwa hari itu adalah hari Kamis dan malamnya mereka akan mengunjungi gedung angker tersebut. Maya menghela napas panjang sambil melihat kearah jendela. Sesampainya di sekolah mereka langsung bertemu dengan keempat temannya.

Gibran yang sok akrab dengan Maya merangkul Maya. Karena merasa risih dengan sikap menjijikkan Gibran, ia mengelak dan melepaskan rangkulan tersebut.
"Bisa enggak hidupmu enggak usah sok akrab!" Kata Maya dengan marah.

"Kenapa sih, May? Kita kan sudah lama kenal!" Jawab Gibran.

"Sejak kapan? Yang kenal itu orang tua kita, bukan kita!" Balas Maya cetus.

"Sudah-sudah ribut terus. Bagaimana nih, jadikan nanti malam?" Luna menanyakan kembali kepastian mereka.

"Jadi dong!" Jawab mereka.

"Ini hal yang aku tunggu, masa enggak jadi?" Kata Satria.

"Oke, Kita kumpul langsung di sana?"  Ujar Luna.

Perencanaan sudah tersusun, tinggal menunggu waktu malam tiba. Pelajaran dimulai, mereka semua sedang memperhatikan pelajaran. Siswi hantu yang turut melihat rencana mereka tersebut berbisik dengan Maya, "Aku akan bersama kamu oke!"

"Kamu itu hantu, biar kamu bicara nyaring tidak akan mereka dengar!" Kata Maya cetus.

"Kenapa May? Kamu bilangin aku hantu?" Jawab siswa duduk di samping Maya.

"Eh, eh bukan... bukan kamu, maaf ya!" Ujar Maya dengan menahan rasa malu.

Pandangan dan tatapan aneh mengarah kepadanya. Bagaimana tidak pembicaraannya dengan siswi hantu hanya dia yang bisa dan lihat. Mereka yang tidak melihat dan mendengar pasti akan menganggap bahwa Maya sudah mulai gila.

"Maya.. Kamu bicara dengan siapa dari tadi?" tanya Bu Guru.
"Em, ini Bu, Anu apa itu... Em, lagi latihan drama!' ucapnya berbohong.

"Haha!" Semua tertawa mendengar penjelasannya.

Beberapa jam setelahnya mereka istirahat ke kantin sekolah. Berharap sesuatu yang baik terjadi padanya. Maya justru mendapat masalah kembali ketika berbicara tak karuan dengan sesosok pelaris yang ada di kantin sekolah.

"Sudah pergi saja kamu sana jangan ganggu makanku dengan teman-temanku. Kalau kamu ganggu kami, tuanmu yang di sana akan merasa malu." Maya bergumam dengan nada yang ketus.

Maya mulai mendapat perhatian kembali dari semua siswa dan siswi yang di sana.
"Coba lihat dia, iya dia, anak pintar dan berprestasi itu, apa dia sudah gila? Kenapa dia berbicara sendiri ya? Aneh sekali! Apa otaknya sudah tidak waras karena kepintarannya!"

"Oh, bukan kah dia Maya yang paranormal itu ya? Wah, Jangan-jangan gara-gara kebanyakan ilmu jadi membuat dirinya gila?"

"Ah, masa sih dia paranormal tau darimana? Sepertinya dia cuma wanita pencari perhatian aja! Untung wajahnya cantik?" Begitulah ucapan mereka yang beriringan dengan bicaranya Maya yang menasehati sosok pelaris.

"May, kamu kenapa? May, kamu dilihatin orang banyak!" Bisik Oca.

"Maaf... Maaf!" ucap Maya.

Tiba-tiba Maya berteriak dengan kencang sambil menunjuk ke suatu tempat.

"Diam, diam semuanya! kalian menganggu yang makan di sini aku tidak akan memaafkan kalian!" ucap Maya yang sangat marah.

"Maya duduk, May!" Naura dan Luna menenangkannya.

"Lepaskan, Kalian semua tahu... kalau kalian memakai pelaris seperti ini tidak ada rezeki berkah yang kalian dapatkan." Amarah Maya meluap.

"Eh, eh dia bilang apa pelaris? Apa itu pelaris?"

"Mbak, jangan buat gaduh di sini. Kamu buat pelanggan saya kabur semua!" ucap Penjual.

Karena emosi yang kian menggebu-gebu, Maya mulai memejamkan mata. Sambil ia mengatakan sesuatu di mulutnya, semua menjadi runyam. Makanan, meja, bahkan semua menjadi berantakan. Penjual yang menggunakan pelaris merasakan tercekik bahkan barang mereka berhamburan. Semua menyaksikan dengan mata mereka. Ada yang berteriak histeris, ada yang kabur tanpa berkata apapun, ada pula yang menenangkan Maya. Guru-guru pun ikut turun tangan untuk menenangkan Maya.

"Maya, Maya! Sudah Maya!" Gibran berusaha menyadarkan Maya.

"May, sadar Maya!" Semua pun ikut memeganginya.

Lalu, Maya membuka mata dan melihat sekelilingnya. Dengan tangan yang masih dipegang oleh Gibran, Satria dan Irsyad, ia berjalan mendatangi penjual yang menggunakan pelaris. Mengangkat tangannya kearah mereka memberikan sebuah energi bahkan mengembalikan sosok pelaris ke mereka yang menggunakannya. Penjual tersebut histeris bagai orang gila. Mereka berteriak sambil berkata, "Ampun... ampun! Iya saya tidak akan menggunakannya lagi! Ampun, ampun!"

"Sebuah perjanjian yang kalian tulis dengan sadar dari tangan kalian sendiri tidak akan bisa terhapus sampai kapan pun, walau itu harus merenggut nyawamu?" ujar Maya dengan ekspresi marahnya.

Tiba-tiba Maya pingsan dan di bawa ke UKS. Semua teman-temannya panik. Guru-guru pun sudah menghubungi keluarga Maya. Tante dan Pamannya datang dan menghadap kepala sekolah.
"Baik, Pak saya mohon maaf atas ke gaduhan yang di buat oleh anak saya!"

"Iya, Bu, Pak! Saya mohon kerja samanya saya tahu Maya anak yang baik tapi dengan kejadian seperti ini semua siswa dan siswi mengalami trauma bahkan penjual di kantin pun ikut trauma." Kepala sekolah memberi peringatan.

"Baik nanti akan saya beritahu! Terima kasih Pak!" ucap Paman.

Tante dan Pamannya pergi mendatangi Maya yang berada di UKS. Maya telah sadar dari pingsannya. Sambil memegang kepalanya yang tampak sakit ia berkata, "Tante, kok di sini!"

"Kamu enggak apa-apa, May!" Tante sangat khawatir melihat keadaanya.

"Enggak, Tan! Hanya sedikit pusing!" ujarnya.

"May, sebenarnya ada apa?" Tante bertanya kembali.

"Enggak apa-apa Tan!" Sahut Maya menutupi.

"Jangan bohong! Kok sampai bawa-bawa penjual di kantin?" Tante mulai merasa ada hal yang aneh terjadi.

"Hanya sedikit gangguan yang buat aku geram!" Balas Maya.

Setelah perbincangan antara mereka, Tante pun membawa Maya pulang untuk istirahat. Ketika keluar UKS dia mendengar Luna berkata, "Terkadang aku heran dengan Maya, apa dia sakit jiwa ya? Menurut aku dia lebai banget! Seperti mencari perhatian semua orang begitu loh! Apa semua kemampuan nya bohong?  Heran aja sih!" Tangannya sambil berpangku pada pembatas.

"Eh, enggak boleh begitu Lun! Kita sudah kenal lama sama Maya masa enggak paham?" Jawab Oca.

"Aku curiga aja? Kalau dia cuma butuh perhatian kita aja! Hem... kalau benar adanya aku kecewa banget sih!" ujar Luna.

MALAPETAKA ( Tamat )Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang