Keesokan harinya mereka melanjutkan pencarian. Tetapi tetap tidak menemukan mereka berdua. Oca, Gibran dan Irsyad sibuk membantu kepolisian menemukan mereka. Hingga suatu hal yang tidak dapat di pikirkan oleh logika. Kamar yang di gunakan Maya pada saat itu mengeluarkan bau yang tidak sedap. Kamar itu di tutup oleh Pak Burhan dan Bu Ning karena masih dalam proses penyelidikan.
Bau itu semakin menyengat hingga tercium oleh teman-temannya yang keberadaannya sangat jauh dari rumah Pak Burhan. Ketika bau itu tercium beriringan dengan suara jeritan di hutan dan telepon yang berdering, panggilan dari Pak Burhan. Mereka di minta untuk kembali secepatnya.
Mereka bertiga pun kembali, sesampainya di rumah. Pak Burhan bergegas meminta mereka untuk memeriksa kamar Maya yang sengaja di tutup itu.
"Memang ada apa dengan kamar itu, Pak?" Gibran mulai penasaran.
"Bapak belum buka! Tapi sepertinya ada yang tidak beres dengan kamar itu! Bau ini sangat familiar di penciuman Bapak. Semoga ini hanya sebuah firasat aja!" ujar Pak Burhan.
Mereka segera membuka kamar tersebut. Namun nyatanya mereka tidak semudah itu untuk membukanya. Irsyad menempelkan telinganya di pintu kamar dan betapa terkejutnya dia. Irsyad seperti mendengar suara orang di dalam kamar. Suara itu semakin lama semakin jelas terdengar. Irsyad yakin itu adalah suara Maya bersama seorang laki-laki.
Semua langsung bergegas membuka paksa pintu itu. Suara itu semakin terdengar lebih jelas di telinga Irsyad.
"Maya sama siapa di dalam? Tapi, enggak mungkin Maya di sini!" ujar Irsyad yang sangat penasaran.
"Oca coba kamu telepon keluarga Maya!" Perintah Gibran.
Oca segera menelepon keluarganya tetapi tidak tersambung dengan baik. Oca terus menghubungi tetapi tetap tidak tersambung.
"Oca apa kamu yakin kemarin Maya sudah di rawat?" tanya Gibran.
"Aku yakin dan ini masih ada chat nya dan foto Maya." Oca meyakinkan kedua temannya.
Pak Burhan membawa sebuah kapak untuk membuka pintu itu. Pada akhirnya pintu terbuka dan mereka melihat Maya berada di dalam kamar tersebut. Semua terheran-heran, mereka saling pandang seolah mempertanyakan keanehan di depan matanya.
Tiba-tiba Polisi datang dengan membawa barang bukti berupa handphone tetapi dengan keadaan yang telah rusak. Oca menyadarinya bahwa handphone tersebut adalah milik Naura. Oca menangis melihat keadaan semua temannya yang sangat memprihatinkan. Tapi Luna justru tidak menampakkan sikap peduli kepada teman-temannya.
"Apa mungkin dia sudah di makan sama binatang buas?" sahutnya dengan datar.
"Kami belum bisa memastikan adanya binatang buas yang memangsa." Polisi menjawab sesuai keadaan lokasi.
"Ya, mungkin aja dia sudah terbunuh! Atau di ambil makhluk gaib di sini! Bukannya di sini sudah pernah terjadi hal ini dan sampai sekarang pun mereka belum di temukan." Luna semakin membuat pikiran teman-temannya kacau.
"Diam! Cukup, kamu diam!" Oca berteriak menghentikan perkataan Luna yang sangat membuatnya kacau.
"Sudah, saya dan rekan saya akan semaksimal mungkin untuk menemukan mereka." Polisi bergegas kembali ke lokasi TKP.
"Hm, sebaiknya kalian menyerah menemukan bahkan ingin menolong teman kalian yang sudah tidak berdaya itu." Luna kembali membuat temannya kesal.
"Luna, aku bilang cukup mulutmu bicara. Aku tahu semua ini...!" Gibran menghentikan perkataan Oca yang akan membuat penyelidikan mereka akan terbongkar.
"Cih, kalian sadar tidak! Kalau kalian itu cuma parasit yang nempel sama kemampuan Maya. Sadar enggak akan hal itu! Semua cinta kasih kalian untuk orang seperti itu. Hm, tidak berguna!" Luna semakin menguras emosi teman-temannya.
"Luna sudah hentikan! Kamu memperkeruh situasi, kamu itu yang parasit di sini! Bahkan kamu sudah menjadi wanita yang kejam. Aku tidak mengenal Luna yang sekarang." Irsyad mulai berbicara.
"Hm, laki-laki cupu bicara dengan bijak di depanku." Luna tersenyum kecil.
"Sudah, Irsyad, Luna sudah! Lun, aku enggak tahu kenapa dan apa penyebab kamu membenci Maya. Tapi kalau kamu benci Maya cuma karena cintamu yang di tolak atau apalah itu, aku juga akan sama berpikir dengan Irsyad." Gibran berusaha membuat Luna berpikir lebih baik.
"Ehm," Luna menatap sinis dan pergi.
Sedangkan Maya masih dalam keadaan tidak sadar. Luka di tubuhnya semakin banyak dan itu belum mereka tahu jawabannya. Setelah kejadian kemunculan Maya yang secara tiba-tiba. Mereka memutuskan untuk tidur di kamar Maya sambil menjaganya.
***
"Kita semua menghubungi orang tuamu, May! Kamu di bawa kembali ke kota tapi tetap tubuhmu selalu kembali ke kamar ini entah bagaimana caranya?" ujar Oca.
"Luna mana?" tanya Maya.
"Setelah kejadian waktu itu, Luna pergi dan enggak pernah kembali lagi dan itu menjadi laporan baru untuk kepolisian dalam kasus orang hilang," sahut Oca.
"Hm, aku tahu jawaban dari pertanyaan yang ada di kepala kalian!" ujar Maya.
"Apa Maya? Kasih tahu kita bertiga dan ini adalah tanggung jawab aku yang sudah mengajak kalian ketempat neraka ini!" ucap Gibran yang merasa paling bertanggung jawab.
"Sebaiknya, kita temukan Naura terlebih dahulu baru aku kasih tahu apa jawabannya." Maya mulai mengatur strategi.
Oca membantu mengobati luka yang ada di tubuh Maya. Air mata kebahagiaan bahkan kepedihan mengalir deras di pipinya. Dia juga merasa bertanggung jawab atas ketidak jujurannya dalam menghadapi Luna. Maya mengetahui isi hati Oca ketika dia memegang tangannya. Maya hanya menjawab dengan senyum bahagia. Dia tau Oca dan kedua temannya adalah teman yang baik. Maya juga merasa bahwa kejadian itu semua bukan hanya teman-temannya yang bertanggung jawab. Melainkan dirinya adalah faktor dari semuanya.
Maya menghela nafas panjang untuk menenangkan pikiran dan hatinya. Sekali lagi dia menganggap dirinya makhluk yang tidak berguna. Membuat kegaduhan yang sangat membahayakan nyawa teman-temannya. Pikiran yang kalut dan bimbang untuk rencana yang akan dia gunakan.
Tiba-tiba Bu Ning datang ke kamarnya dan juga ikut membantu mengobati Maya. Bu Ning berkata, "Neng, Eneng tahu kan apa yang harus Neng lakukan?"
"Aku enggak yakin, Bu!" Maya merasa sedikit bimbang.
"Bu Ning, sudah mengira bahwa Neng adalah cucu dari Ambar!" jawaban Bu Ning membuat Maya terkejut.
"Bu Ning tahu dari mana?" Maya terlihat syok.
"Dari kalung Neng!" jawabnya.
"Ambar siapa May?" tanya Oca yang tidak mengetahui apa yang mereka bicarakan.
"Ambar itu?"
"Bu, biar saya yang menjelaskan ke mereka di waktu yang tepat." Maya menghentikan ucapan Bu Ning.
Maya menghela nafas kesekian kalinya, berusaha untuk tetap tenang. Tiba-tiba tubuh Maya kesakitan, dia muntah darah cukup banyak. Dada nya terasa sakit yang tidak bisa di ungkapkannya. Tubuh Maya lunglai dan pingsan. Oca dan Bu Ning berusaha memanggil semua yang ada di rumahnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
MALAPETAKA ( Tamat )
Terror"Jangan sekali-sekali melakukan sesuatu hal yang merugikan diri kalian sendiri, bapak tidak akan menanggung bila terjadi sesuatu?" Tujuh anak SMA yang berlibur ke suatu tempat di mana tempat itu memiliki sebuah cerita legendaris atau cerita mistis...