Chapter 13

178 13 0
                                    

Ombak semakin kencang membentur bebatuan. Awan lama-lama semakin gelap. Irsyad yang merasakan sesuatu menghentikan semuanya. Ia berusaha agar Maya tidak marah dan itu berhasil ia lakukan. Percaya atau tidak awan mulai terang, ombak pun mulai stabil.

"Andai di dunia ini tidak di ciptakan manusia seperti kamu pasti akan amankan?" kata Luna sambil menunjuk Maya.

"Andai Tuhan tidak menciptakan manusia seperti kamu akulah orang pertama yang tertawa!" Sambungnya menjelekan Maya.

"Luna sudah, kamu ini apa-apaan sih?" Gibran ikut memarahi Luna.

Maya pun meninggalkan semua kawan-kawannya dan pergi menuju rumah. Bu Ning, Oca dan Naura melihat raut wajah Maya yang tidak biasanya.

"Pasti, si nenek tumpis itu lagi?" ucap Naura.

"Sudah-sudah sabar!" Oca memberi ketenangan.

"Eh, Bapak! Sudah pulang... Bagaimana suasananya di sini baguskan?" tanya Bu Ning.

"Bagus apanya!" sahut Luna sewot.

"Huusst, sudah Luna! Bagus, kok Bu!" ujar Gibran.

"Ya, sudah guys gua mau upload video tadi!" Satria pergi ke kamar dan di ikuti oleh Luna.

"Bu, siapkan semuanya untuk nanti malam, ada tambahan ya Bu!" ucap Pak Burhan.

"Baik, pak!"

Mereka mempersiapkan untuk ritual malam suro. Satria dan Luna sibuk mengedit video yang mereka rekam. Dengan teliti setiap adegan dan situasi Satria perhatikan. Namun tiba-tiba ia melihat sesosok bayangan hitam lewat tepat di depan kameranya. Di putarnya kembali lalu di berhentikan tepat sesosok itu. Betapa terkejutnya dia sosok itu hampir mirip dengan Maya. Satria memanggil Luna yang tengah bermain dengan gadget nya.

"Lun, sini!"

"Apa?"

"Coba perhatikan ini!" Satria mulai memutarkan  video itu.

"Apa mana?"

"Ini loh... makanya matamu fokus dong!"

"Eh, apa itu? macam pakai baju kebaya?"

"Coba perhatikan wajahnya!" Luna pun terkejut, mereka saling pandang. Satria langsung menghubungi Irsyad untuk bergabung di kamarnya.

Begitu pula Irsyad yang terkejut dengan wajah si perempuan berkebaya tersebut.

"Apa kita perlu kasih tahu Gibran dan yang lain juga soal ini?" tanya Irsyad.

"Jangan, biarkan ini menjadi sebuah rekaman yang real yang kita punya, siapa tahu menguntungkan buat kitakan?" balas Luna.

***

Malam telah tiba, warga bersiap untuk acara ritual malam suro. Begitu dengan Maya yang bersiap untuk perannya malam ini. Alunan gamelan yang pelan mengiringi warga membawa sesaji ke arah laut. Maya yang membawa  kembang tujuh rupa pun ikut serta dalam baris terdepan. Mereka menghanyutkan semua yang telah di persiapan ke laut lepas. Ombak menyambut dengan lembut dan membawa perlahan.
"Pak! Antar aku ke pendopo!" ucap Maya dengan berbahasa Jawa.

"Enggeh, izin untuk mengantarkan ke sana!" balas Pak Burhan.

"Apa dia titisan putri! Sepertinya mereka tampak sama walau berbeda!" ucap salah satu warga.

Mereka mengiringi perjalanan Maya menuju Pendopo. Musik bahkan nyanyian Jawa selalu terdengar. Begitu indah alunan musik dan nyanyian tersebut. Membuat semua seakan terhipnotis dengan itu.

"Sejak kapan, Maya bisa berbahasa jawa?" tanya Satria.

"Apa aku bilang, dia itu wanita aneh! Mungkin lebih tepatnya dia anak setan!" ucap Luna.

"Apaan sih lu! Aneh banget! Hidup lu yang aneh, bukan Maya!" jawab Irsyad.

"Bela aja terus itu anak setan! Iyuh, suka kok sama anak setan!" sahut Luna yang semakin menjelekkan Maya.

Tiba-tiba Maya berhenti tepat di depan Pendopo.  Mereka berdoa sebelum memasuki Pendopo. Pendopo ini tempat yang di sakralkan dan tidak boleh ada orang memasukinya. Namun atas perintah Maya untuk pertama kalinya warga memasuki Pendopo dan merayakan malam suro di tempat tersebut.

Tiba-tiba angin kencang datang, semua warga berteriak histeris. Pajangan-pajangan yang di letak kan sesuai aturan Maya berhamburan tak menentu.
"Neng! Apa yang terjadi?"

"Henteu terang ka diri, abdi sareng sadayana parantos ngantepkeun anjeun nempatan tempat kuring. tapi anjeun lalaki anu kurang ajar!" ujar Maya yang kini berbahasa Sunda.

"Aya naon neng? sagala persiapan geus dijieun?" kata salah satu warga yang mengerti.

Maya kembali sadar, ia langsung memerintahkan untuk keluar dari pendopo. Ketika semua warga keluar tersisa Maya yang berada di dalam Pendopo. Ia tidak dapat mengikuti warga untuk keluar dari tempat itu. Gibran panik dan meminta saran oleh Pak Burhan. Namun Maya meminta mereka semua untuk tenang dan berdoa.

Maya yang di dalam Pendopo di datangi sepuluh makhluk terkuat di daerah itu. Maya duduk bersila dan menempelkan kedua tangannya ke lantai Pendopo. Maya di perlihatkan sesuatu hal yang terjadi. Ia pun meminta maaf dan akan segera mengembalikan hak milik mereka. Setelah itu Maya berdiri dan keluar pendopo. Ia menatap Satria dan Luna.

"Ke... Kenapa?"

"Kalian pasti tahu kenapa aku memandang kalian berdua dan aku tidak perlu berbicara?" Maya menatap tajam ke arah mereka.

"May, kamu enggak apa-apakan?" tanya Gibran.

"Auuw, jangan sentuh aku! Irsyad antar aku pulang. Semuanya bapak, Ibu maaf malam ini kacau. Sebaiknya kalian pulang! Sekali lagi maaf!" ucap Maya.

"Neng, bapak harus pulang duluan!"

"Iya Pak, jangan lupa letakkan yang saya kasih tahu kemarin di depan rumah!" balas Maya.

"Baik, bapak permisi dulu!"

"May, tunggu! Kamu kenapa sih? Gua ada salah?"  tanya Gibran.

"Enggak ada, yang salah aku! yang selalu percaya dengan ucapan munafik kalian! Setelah liburan ini gua enggak mau konten bareng kalian paham!" jawab Maya yang sangat marah. ia pun pergi bersama Irsyad.

"Ih, aneh sekali! Dia itu kaya bukan Maya seperti dulu. Sok cantik!" sahut Luna kesal.

"Lu, yang sok cantik! Awas lu ya sampai terjadi sesuatu dengan Maya liat aja!" Gibran mengancam Luna.

"Apaan sih! Ayo Sat, kita balik!"

Mereka pun pulang bersama-sama. Satria ada merasakan sesuatu sedang memperhatikan dirinya dari arah Pendopo. Bulu kuduknya berdiri seketika perasaan takut yang tidak karuan.

Sesampainya di rumah Maya melihat Eyang berada di depan pintu rumah Pak Burhan. Tidak berkata apa pun, Maya hanya berbicara dalam hatinya.
"Eyang, bantu aku!" begitu yang ia ucapkan dalam batin.

Maya di antar Irsyad menuju ke kamarnya. Maya menarik Irsyad untuk duduk dan berbicara dengannya.
"Syad, aku ingin pulang, Aku lelah harus bertengkar dengan Luna.

"Jangan, kalau yang harus pulang di antara kita, itu ya, Luna bukan kamu! Balas Irsyad.

Maya pun memeluknya erat dan meneteskan air mata. Pelukan itu di lihat oleh Luna yang telah sampai di rumah.

"Wah, parah! Jadi begini yang kalian lakukan? Pantas ingin pulang lebih cepat ternyata mau Making Love di sini Ya, enggak apa-apalah kan bekas ku juga itu! Hahaha, Maya kamu munafik sekali!"  ujar Luna.

"Apaan sih, lu! Kita enggak ada ngapa-ngapain, gila!"  jawab irsyad.

"Woooii, sini- sini coba lihat ada yang mau enak-enak di sini!" Luna berteriak dengan kencang.

MALAPETAKA ( Tamat )Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang