Chapter 16

169 13 0
                                    

"Sok, iye! Lu, di datangin paling juga kabur!" sahut Naura.

"Haha, mana mungkin kabur! Orang dia juga setannya, Hahaha!" balas Irsyad yang mengejek Luna.

"Hahaha, bener banget! Gua lupa Syad, kalau dia lebih seram dari pada setan di sini!" Luna menjadi bahan ejekan dari kedua temannya yang sudah sangat geram dengan tingkat Luna.

"Apaan sih! Enggak jelas banget!" ujarnya marah.

"Elu, yang enggak jelas bego!" kata Naura.

Mereka semakin jauh dari perkampungan. Tiba-tiba hujan deras turun mereka langsung berteduh di salah satu rumah tua. Gubuk itu kecil hanya beralaskan tanah Merah.

"Gubuk ini gunanya apa coba?" ucap Luna.

"Lu, pernah sekolah enggak sih!" balas Naura yang gemas dengan perkataan Luna.

"Memang kenapa?" tanyanya seolah ia tidak merasa aneh dengan ucapannya.

"Gunanya gubuk ini ya, pasti buat wisatawan berteduh. Contohnya seperti kita begini kalau di hutan sedang hujan deras. Cantik sih, tapi sayang otaknya dangkal!" Naura begitu geram dengan Luna.

"Sebenarnya enggak pantas si aku ada di sini! Coba aja Maya ada, gua mau tukaran biar gua enggak ngonten hari ini." ujarnya pelan.

"Bruuuaakk!" Terdengar suara benda terjatuh dengan kencang.

"Weh, Anj... Suara apa itu!" ucap Satria kaget.

"Apaan, aku enggak dengar apa-apa?" kata Irsyad.

"Iya, apaan sih?" sahut Luna.

"Memang kamu dengar apa, Sat?" tanya Gibran.

"Kaya ada yang jatuh gitu guys!" kata Satria.

"Kita enggak dengar apa-apa Sat!" Sahut Oca.

"Tapi gua yakin ada yang jatuh tadi," balasnya dengan percaya diri.

"Ya sudah, mungkin tadi buah yang jatuh kan ini hutan atau bisa jadi binatang dan lainnya. Positif aja lah!" ujar Gibran.

"Kenapa ya hujan enggak berhenti! Mana tambah gelap!" Luna mulai cemas.

Tiba-tiba terdengar kembali, "Bruuuaaakkk!" Suara sesuatu yang jatuh dari atas dan menimpa atas rumah. Kali ini semua mendengarnya, mereka mulai memberhentikan bicara dan mengamati suara yang sangat lirih tapi jauh di telinga.

Oca memeluk Naura dengan kencang sambil memejamkan mata. Mereka berusaha untuk berpikir jernih bahwa suara itu datang dari hewan-hewan di hutan. Akan tetapi lirihan itu semakin jauh. Oca pun mulai berkata, "Kata Maya, jika ada suara seperti ini itu suara kuntilanak, terus jika suara itu terdengar jauh sekali berarti mereka sedang dekat dengan kita dan sebaliknya jika terdengar dekat berarti mereka jauh."

"Kebanyakan, main sama Maya sih! Makanya otakmu begitu!" ucap Luna.

"Tapi gua pernah juga dengar begitu sih!" sahut Satria.

"Halah, ini satu lagi! Percaya aja kalian begitu! Kalau ada yang seperti itu, pasti itu hanya di tv." jawab Luna dengan angkuh.

Tiba-tiba suara semakin jelas, lirihan itu semakin jelas terdengar tapi seakan jauh. Oca yang memeluk Naura pun, berdiri tegak menghadap pintu luar. Ia berjalan keluar hingga kehujanan. Seakan tubuhnya di kendalikan oleh sesuatu.

"Oca, ngapain, ayo masuk!" ucap Naura.

Tiba-tiba oca tertawa melengking di derasnya hujan. Panggilan Naura tidak ia dengarkan bahkan dia tetap memberi tatapan kosong sambil tertawa.

"Nau, sepertinya dia kerasukan!" kata Gibran.

"Haa, serius.. Enggak pernah dia kaya gini!" balas Naura.

MALAPETAKA ( Tamat )Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang