Chapter 8

204 15 0
                                    

Berunding dan berpikir beberapa hari. Mereka semua setuju untuk berlibur di hari weekend sekolah. Namun kekhawatiran Maya tetap masih ada dalam hatinya. Tante dan Pamannya pun tidak setuju dengan acara liburan mereka inginkan yang berbahaya. Di tambah lagi rumor yang beredar tentang desa tersebut.

Sedangkan, Maya selalu di kasih petunjuk oleh kartu-kartunya. Pada saat pelajaran di mulai salah satu teman kelasnya kesurupan dan bersamaan kartu Maya berhamburan dan menyisakan sebuah kartu yang aneh.

Ucapan siswi tersebut dengan arti dari kartu Maya memiliki makna dan maksud yang sama. Maya kembali bertanya kepada teman sekelasnya yang mengalami kerasukan sesosok roh.
"Aku tahu kamu datang untuk memberitahu ku sesuatu, tapi jika itu benar bisakah kamu lewat mimpiku saja. Jangan masuk ke tubuh temanku." Maya menghadapi dengan tenang.

Ketika Maya berbicara seperti itu, siswi yang kesurupan pun pingsan. Ia di bawa ke UKS oleh guru dan sebagian murid. Sedangkan Maya langsung memperingati teman-temannya kembali.

"Apa kalian yakin kita akan berlibur ke sana? Di sana bukan tempat yang aman, apalagi bagi Kita yang tidak tahu seperti apa desa itu yang sebenarnya!" kata Maya.

"Sudahlah,May! Kamu terlalu berlebihan berpikir begitu?" jawab Gibran yang seakan tak setuju dengan pendapat Maya, tingkah Gibran pun sedikit aneh.

"Benar Ya, sok tahunya kambuh lagi!" sahut Luna ketus.

Maya hanya menunduk sambil meremas tangannya seakan ingin memukul Luna. Oca yang mengetahui bahwa Maya sedang kesal, ia merangkul Maya dan mengelusnya dengan halus. Lalu, Maya menghela napas panjang. Ia tersenyum manis dihadapan Luna.

"Jika suatu saat mulutmu tidak bisa lagi berkata, kamu akan merasakan bahwa dunia tidak adil padamu!" ucap Maya sambil tersenyum.

"Sudah-sudah kalian bertengkar terus." Gibran mulai kesal dengan pertengkaran mereka.

Gibran menanyakan kembali kepada keenam temannya untuk memberi jawaban yang pasti, "Jadi bagaimana kalian ikut atau tidak?"

"Aku ikut!" ucap mereka.

Maya pun menjawab sedikit acuh tak acuh, "Walau pun aku bilang tidak ingin, pasti kamu akan memaksaku untuk ikut, jadi kamu tahu jawabanku apakan!" ujar Maya.

"Oke, semua akan ikut, untuk keberangkatan kita ke sana aku akan menyewa kapal!" ucap Gibran.

"Jadi berangkat setelah kita selesai ulangan ini. Wah, aku enggak sabar banget mandi di pantainya!" ucap Luna.

Oca dan Naura hanya diam, di sisi hati yang paling dalam, mereka juga takut jika ramalan Maya akan terjadi. Kemudian, Maya pergi ke perpustakaan untuk mencari sebuah buku. Saat di sana Maya di hentikan langkahnya oleh seorang penjaga perpustakaan.
"Kamu Maya, ya?" tanyanya.

"Iya, ada apa?" Maya heran.

"Bisa bicara sebentar!" ucapnya kembali.

"Bisa, silahkan!" keheranan Maya bertambah lagi.

"Aku butuh bantuanmu, ibuku sudah di bawa ke rumah sakit mana saja tapi tidak sembuh!" ucapnya sambil berlinang air mata.

"Kenapa bisa perutnya sebesar seperti balon!" tanya Maya.

"Apa, dari mana kamu tahu? Aku kan belum bilang!" balasnya heran.

"Terus apa yang harus aku lakukan? Lagian bagaimana pun kamu bawa keseribu rumah sakit juga ibumu tidak akan sembuh!" kata Maya.

"Benar kah? Aku juga sudah curiga, lagian uangku sudah habis kalau harus ke rumah sakit terus. Gaji penjaga perpustakaan tak sebesar gaji guru di sini, aku bingung!" keluhnya.

"Ya, sudah kasih alamatmu, nanti malam aku akan pergi ke sana!" jawab Maya.

"Serius kamu mau bantu aku, terima kasih, ya!" Raut wajahnya seperti ada harapan untuk kehidupannya lebih baik.

Penjaga itu memberi alamat lengkapnya dan Maya menepati janji. Sebelum malam tiba Maya sudah sampai di rumahnya. Terdengar Ibunya berteriak kesakitan di tambah lagi kamarnya mengeluarkan bau yang tidak sedap terhirup di hidung mungil Maya.
"Em, apakah Ibumu nyaman di kamar bau seperti ini?" tanya Maya.

"Bau? Kamar ini selalu aku bersihkan. Di sini juga ada pengharum ruangan, mana mungkin bau?" jawabnya.

Kring! ... Kring!

Handphone Maya berbunyi, panggilan dari Irsyad.

"Halo, ada apa?"

"Kamu di tunggu yang lain, nih! Kita mau persiapkan semua barang yang di perlukan!"

"Aduh, sakit! Aduh ... sakit." Jerit Ibu itu.

"Ya, Bu sebentar, ya?" Terdengar menenangkan ibunya yang merintih kesakitan.

"Kamu ada di mana, May? Kok ada orang teriak-teriak kesakitan?"

"Aku lagi bantu orang." Maya langsung menutup telepon.

Maya mulai memegang perut Ibunya. Teriakan selalu didengar dengan kencang ketika menyentuhnya. Keluar begitu banyak cairan hitam dari mulut sang ibu. Si penjaga menangis melihat orang tuanya merasakan sakit yang begitu hebat. Maya mulai memegang lagi dan begitu juga cairan hitam keluar.

"Aku tahu siapa yang buat Ibumu seperti ini!" Maya sudah melihat si pengirim teluh atau santet itu.

"Siapa? Apakah tetangga?" tanyanya.

"Ini adalah Ayahmu sendiri. Kita harus mencari barang apa yang ia tanam di dekat rumahmu atau di dalam rumahmu?" kata Maya.

Tentu si penjaga tidak mudah percaya begitu saja kepada Maya yang menyatakan bahwa Ayahnya lah yang melakukan semua itu. Maya mulai merasa marah dengan sikap si penjaga yang lambat untuk mencari barang tersebut bahkan menuduhnya berbohong. Karena kesal Maya menutup mata si penjaga dan memberikan bayangan itu kepadanya. Betapa terkejutnya, dia melihat bahwa Ayahnya lah di balik sakit yang di derita Ibunya. Dengan begitu ia langsung bergegas membantu Maya untuk mencari barang yang di tanam. Mereka menemukan barang tersebut berada di bawah tempat tidur ibunya dan plafon rumah mereka.

Barang tersebut Maya tutup dengan kain putih dan menaruhnya di tas kecil. Maya kemudian membantu kembali menyembuhkan perut Ibunya. Semakin lama semakin mengecil dan kembali dengan normal. Maya menyuruh si Penjaga untuk membawanya ke rumah sakit untuk pemeriksaan lebih lanjut. Dengan uang pemberian Maya, si penjaga segera membawa Ibunya ke rumah sakit.

Sedangkan Maya membawa barang tersebut pergi. Di perjalanan Maya menghubungi Irsyad kembali.
"Halo, Syad! Kamu ada di mana?" tanya Maya.

"Masih di rumah Gibran nih! Kamu di mana sih?" Irsyad balik bertanya.

"Temui aku di taman kota sekarang, kalian semua harus ikut!" ucap Maya.

"Iya memang ada apa?" Irsyad merasa heran.

"Kalian mau buat konten enggak, buruan ke taman kota jangan banyak tanya!" balas Maya.

Sejam kemudian mereka datang dengan peralatan yang lengkap. Maya menceritakan semuanya kepada teman-temannya. Maya merencanakan sesuatu agar memberi efek jera kepada Ayahnya si penjaga. Mereka semua menuju ke rumah pelaku.

Berharap semua menjadi baik-baik saja namun sebaliknya mereka tidak mudah untuk menuju rumah pelaku. Mereka di buat berkeliling mengitari jalan raya yang tidak ada ujungnya. Maya meminta teman-temannya untuk berhenti di pinggir jalan yang sepanjang itu hanya hutan yang terlihat. Semua tampak biasa, akan tetapi Oca merasakan ada sesuatu berada tepat di atas kepalanya. Maya melihat ada sesosok yang menyeramkan memegangi kepala Oca.

"Oca, jangan bergerak, baca doa dalam hatimu." Maya sambil pelan-pelan mendekatinya.

"Ada apa May?" tanya mereka panik.

MALAPETAKA ( Tamat )Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang