"Aku di mana ini?"
Suasana semakin dingin, tak ada cahaya sedikit pun. Terdengar suara-suara aneh. Semua menjadi satu di situasi tersebut. Ketika ia tidak tahu tempat apa itu. Terdengar dari kejauhan, suara itu familiar di telinga. Ia mengikuti suara itu, semua menjadi bayangan abu.
"Apa itu?"
Terlihat pintu bercahaya merah. Ia menghampirinya, suara familiar itu berada di tempat itu. Ia genggam dan membuka perlahan pintu itu. Tiba-tiba ia terbangun napas semakin sesak ketika bernapas.
"Aku ada di mana? Siapa mereka? Kenapa dada ku terasa sesak. Mereka siapa? Wajah mereka tak terlihat. Helo, ada orang!"
Tiba-tiba terdengar suara seorang wanita sedang mengalungkan tembang Jawa dengan merdu dan halus.
"Siapa itu?" ucap Maya yang semakin tidak mengetahui ia berada di mana.
Nyanyian itu semakin lama semakin bersuara berat dan menyeramkan. Maya menghela napas, ia yakin bahwa tempat itu adalah dunia lain. Maya mulai memejamkan mata, dan meminta untuk semua yang ada di tempat itu menampakkan wujud mereka. Seketika suasana berubah, semua berkumpul di sekelilingnya dengan berwajah seram mereka. Maya mengangkat tangan dan mengacungkan jari sambil menunjuk tanpa melihat mereka.
"Kamu, kamu, kamu, kamu!" itulah yang ia lakukan.
"Aku ada di mana? Beri tahu saya!" katanya yang semakin susah bernapas.
"Ndok, puniki inggih punika papan ingkang endah. bilih sampeyan wonten ing ngriki, kita sedaya ajeng tansah sareng sampeyan. ingatkan kanca sampeyan sampun lampah ingkang saged ndamelipun ing ngriki." begitu terdengar di telinganya.
"Siapa kamu? Kenapa aku harus mengingatkan mereka?" Maya mulai bertanya kembali.
"kula! kula putri saking krajan leluhur sampeyan!"
"Kembalikan aku ke tubuhku!" Maya mulai marah.
Makhluk itu tertawa, suara di sekeliling bergemuruh dengan bahasa mereka yang menyeramkan.
***
"May, bangun ... May!" ujar Naura panik.
"Minyak angin mana? Kasih di hidungnya," sahut Gibran.
"Haduh, kenapa sih? Enggak berhenti-berhentinya cari perhatian, enggak bosan tuh! Sebel banget gua!" ucap Luna yang sewot dengan keadaan yang selalu berpihak kepada Maya.
Naura yang kesal mendengar semua keluhannya. Ia berdiri dan menampar Luna.
"Ingat ya, suatu saat kalian akan paham dengan situasi apa yang Maya alami untuk kalian semua. Lun, Bisa enggak mulutmu di pakai hal yang berguna? Gelar sampah itu enggak akan hilang kalau kamu masih bersikap kaya Anj!" ujar Naura yang sangat marah."Ih, Anj! Ini cewek! Berani lu ya sekarang ke gua? Dapat keberanian dari mana lu!" balas Luna.
"Gua diam selama ini, bukan gua takut ke elu, tapi gua masih bisa menahan dengan ucapan lu, yang enggak penting itu!" sahut Naura.
Situasi begitu memanas antara Luna dan Naura. Sedangkan kapal kesekian kalinya terhenti begitu saja.
"Stop, Stop ... Lu, gila ya! Kita ini harusnya bantu Maya bukan malah berantem!" ujar Gibran."Mas, kapalnya belum bisa nyala kalau begini terus kita enggak akan sampai-sampai di sana! Semoga di sana warga bisa membantu Maya!" kata Gibran.
Maya masih tak sadarkan diri. Semua panik hingga bingung harus berbuat apa. Di leher Maya tiba-tiba terdapat goresan melingkar berwarna biru. Wajah Maya semakin pucat dan badannya terasa dingin. Semua semakin panik, selimut sudah di letakan ke tubuh Maya. Naura menangis tidak bisa berbuat apa-apa.
"Oh, iya aku baru ingat! Maya pernah bilang kepadaku, jika terjadi sesuatu padanya! Kasih kain kuning dan di letakkan di tubuh yang mengalami luka atau lainnya!" ujar Oca yang baru mengingat pesan Maya.
"Kain kuning?" Mereka merasa heran.
"Oke-oke! Mana tasnya Maya kita cari di tasnya, siapa tahu ia bawa kain itu!" ucap Gibran.
Semua mencari tas Maya, namun tidak menemukan. Semua cukup heran mengapa tas Maya tidak ada di kapal. Mereka sibuk mencari sedangkan Luna justru hanya berdiam duduk di samping tubuh Maya yang tidak berdaya.
Tiba-tiba Naura menghampiri Luna yang tengah duduk santai. Naura begitu terlihat berbeda seperti biasanya, Ia memaksa mencari sesuatu di tubuh Luna.
"Apaan sih, Gila lu ya?" ujar Luna.
Namun Naura tetap mencari sampai lengan baju Luna sobek.
"Hei, lu gila ya? Gila lu?" Luna marah tidak terima di perlakukan tidak baik."Nau, sudah Nau! Jangan kelahi!" kata Satria.
Betapa terkejutnya mereka kain kuning itu berada di kantong celana Luna. Ia sengaja menyembunyikan kain itu. Tanpa berkata apa pun Naura melingkari leher Maya dengan kain tersebut. Setelah melingkari kain itu ke leher Maya, Naura berdiri dan menghampiri Luna dengan ekspresi yang sangat marah. Lalu, ia menarik rambut Luna hingga terjatuh ke lantai. Luna pun tak bisa membela diri. Seakan tenaga tidak ada sedikit pun, sedangkan Naura seperti tidak biasanya.
Semua panik Naura sudah memegang gunting di tangan kirinya. Tiba-tiba Irsyad melihat wajah Naura berubah menjadi wajah Maya.
"Mayaaaa ... jangan! Kamu bisa membunuh orang kalau begitu!" teriak Irsyad.
"Maya?" semua heran.
"Itu Maya belum sadar! Ini Naura! Lu aneh-aneh aja!" sahut Satria.
"Aku lihat dia Maya!" jawabnya meyakinkan.
"Nau!" Gibran menepuk pundaknya.
Seakan ia tidak sadar sedang berbuat apa.
"Eh, maaf, Lun!""Nau, kamu enggak Apa-apa?"
"Enggak, kenapa? Eh, ayo kita nyari kain kuning itu, ih pada diam aja sih! Buruan!" ucapnya.
"Nau, tenang-tenang! Itu kainnya sudah dapat! Kan kamu yang ambil dari Luna?" sahut Gibran.
Maya kemudian sadar dan ia duduk bersandar di koper teman-temannya. Sambil memegangi kepalanya Maya berkata,"Guys!"
Semua langsung menghampiri Maya dan menanyakan keadaannya. Luna yang merasa bersalah pergi dari tempat itu. Irsyad menyandarkan kepala Maya di pundaknya. Maya pun memeluk Irsyad begitu erat dan ia membisikkan di telinga Irsyad, "Terima kasih sudah menyadarkan aku!"
"Iii... Iya! Sama-sama!"
Satria semakin cemburu dengan keakraban Irsyad dan Maya yang terbilang cepat. Di hati Satria timbul ingin mencelakai Irsyad. Menurutnya Irsyad adalah pengganggu untuk kedekatannya dengan Maya. Satria pun pergi menjauh, membiarkan keadaan Maya yang masih memeluk Irsyad.
Setelah begitu lamanya di perairan laut yang luas akhirnya mereka telah sampai di desa itu. Mereka semua turun dari kapal. Irsyad masih memegangi Maya yang masih lemas. Mereka berjalan perlahan mencari sebuah penginapan. Di tengah perjalanan, mereka di hadang oleh seorang bapak-bapak.
"Ade-ade ini mau ke mana?" tanya Bapak itu."Maaf, Pak! Kami dari luar kota ingin berlibur ke daerah ini. Apa disini ada penginapan atau hotel?" tanya Gibran.
"Ada, tapi bukan di desa sini! Ade harus berjalan jauh ke kota sana! Kalau di sini hanya rumah warga saja!" jawab Si bapak.
"Kalau di sini ada tidak rumah yang di sewakan, Pak! Karena kita semua ingin liburan di desa Bapak ini!" tanya Gibran.
"Aduh! Syad, perut ku agak sakit!" kata Maya.
"Gimana nih, Gibran?" Irsyad khawatir melihat keadaan Maya yang kurang baik.
KAMU SEDANG MEMBACA
MALAPETAKA ( Tamat )
Horror"Jangan sekali-sekali melakukan sesuatu hal yang merugikan diri kalian sendiri, bapak tidak akan menanggung bila terjadi sesuatu?" Tujuh anak SMA yang berlibur ke suatu tempat di mana tempat itu memiliki sebuah cerita legendaris atau cerita mistis...