"Apa benar itu suara hati Maya," Oca masih bergejolak di dalam hatinya.
"Ca, kamu kenapa?" tanya Gibran.
"Em, entah kenapa ya Gib! Aku merasa kalau Maya mau bunuh kita semua," Oca bimbang untuk mengungkapkan.
"Aku juga rasanya ingin sekali menyelesaikan ini semua! Dalam pikiranku juga bergejolak entah mengapa? Ku pikir-pikir semua ini tidak akan terjadi jika Maya tidak memiliki kekuatan itu benar enggak sih!" ujar Gibran.
"Iya, aku juga sempat berpikir begitu!" sahut Oca.
"Woooiii, kenapa kalian di sini?" Irsyad berbicara sambil tersenyum membayangkan wajah Luna.
"Eh, Irsyad ngapain kamu senyum-senyum! Lu, enggak ada niat buat berbuat anehkan sama Maya?" Gibran mulai posesif.
"Enggaklah! Entah kenapa aku kepikiran Luna! Kayanya aku masih sayang sama dia." Irsyad mengungkapkan isi hatinya sambil tersenyum aneh.
"Ha, apa Lu bilang? Eh, katamu enggak suka sama dia lagi. Ingat ya Irsyad Luna itu cuma mau sama aku bukan kamu!" kata Gibran yang seakan merubah ucapannya.
"Eh, enak aja ya! Luna itu punyaku. Lagian Gua lebih ganteng daripada kamu!" jawab Irsyad yang semakin PD dengan ketampanannya.
Sedangkan, Maya yang sedang berada di kamar mendengar keributan yang mereka berdua lakukan. Maya keluar dan menghampiri mereka.
"Hei, bisa diam tidak! Kalian buat kepala ku sakit. Enggak Satria, enggak kalian berdua sama aja! Kenapa sih? Kalau kalian suka sama dia ngomong terus terang, jangan diam aja! Sampai aku dengar kalian ribut karena perempuan, aku enggak segan-segan, ech!" Maya sangat kesal hingga menggebrak meja yang di hadapan mereka. Mereka berdua terdiam dan tidak berkutik.
"Huff," Maya menghela nafas panjang.
"May, mau tanya, Satria itu siapa? Pacarmu?" tanya Oca.
"Haa, Satria itu teman kita." Maya mulai curiga.
"Sejak kapan kita punya teman namanya Satria?" Irsyad bertanya seakan dia lupa siapa teman-temannya.
"Haa,"
"Iya, aku juga enggak pernah kenal nama Satria," jawab Gibran.
Irsyad berdiri dan mendekati Maya. Dia memeriksa kepala Maya seakan dia ingin mengetahui Maya sakit atau tidak. Perbuatannya membuat Maya tersipu malu, pipinya memerah.
"Ih, apa sih aku ini hmm, aku tahu ini semua enggak benar kenapa aku jadi merasa canggung." Ungkapnya dalam hati.
"Maya kenapa wajahmu merah gitu, hahaha!" ucap Gibran yang meledek.
"Apa sih! ( hm, tidak biasanya Gibran bicara nyeleneh begitu!" ucapnya dalam hati.
"Hahaha, kamu suka sama Irsyad ya, ya, ya?" kata Gibran semakin menyudutkannya.
"Enggak!" Maya mengelak.
"Eh, Gib! Apa sih, dia itu bukan siapa-siapa aku! Bahkan enggak kenal! Kenal aja hanya sebatas angan yang enggak pernah sampai!" sahut Irsyad yang tidak seperti biasanya.
"Haa, aku! Bu-bukan siapa-siapanya! Hm, memang iya tapi, apa dia lupa? Perkataan itu seharusnya aku yang bicara?" Maya tertunduk memikirkan hal itu.
"May, kamu kenapa sih! Kayanya hari ini aneh banget," tanya Oca.
"Aku enggak apa-apa!" Maya pergi kembali ke kamarnya.
Maya sudah mencurigai teman-temannya yang bersikap aneh. Ternyata kecurigaan itu terjawab. Maya harus melakukan sesuatu dengan semua yang terjadi. Pada saat dia mencari kalung yang ada di lehernya. Maya terkejut, kalung itu tidak ada padanya. Mencari di dalam kamar dan tasnya tidak dapat menemukan. Maya yakin bahwa kalung itu ada bersamanya ketika menghadapi Sara di dunia itu.
"Kenapa, apa yang sebenarnya terjadi, ini kenapa? Mereka berbeda, semua ini enggak nyatakan. Apa aku lagi di dunia lainnya." Maya mulai frustasi dengan sikap bahkan perilaku teman-temannya yang berbeda.
Maya terus mencari kalungnya. Hingga suatu hal terjadi, dia mendengar suara di telinga kirinya. Suara itu jelas terdengar, tetapi tidak dapat dia kenali. Maya menutup telinganya, berharap ucapan itu menghilang. Tetapi suara itu tetap mengganggu pikirannya.
Tiba-tiba tangan Maya tidak dapat di gerakkan. Terasa kaku bahkan menggenggam pun tidak bisa. Pikiran Maya semakin tidak karuan. Maya yakin itu akan membuatnya lebih leluasa terpengaruh oleh seseorang. Dia memejamkan mata dan berdoa. Menghela nafas panjang dan mulai membuka energinya.
Maya sangat mudah untuk melakukan astral projection. Dulu sewaktu berumur belasan tahun Maya selalu melakukan astral projection untuk membantu kepolisian menemukan jasad bahkan mengungkapkan hal yang tidak bisa terungkap di akal logika.
Pertama kali Maya melakukan itu ketika dia bertemu dengan Niko. Seorang laki-laki berusia dua puluhan yang suka berkeliling menghampiri wanita-wanita yang masih muda. Ketika itu Maya tidak merasakan bahwa dia adalah Makhluk halus.
***
"Bisa bantu aku sebentar, perkenalkan aku Niko, " tanya Niko.
"Eh, bantu apa?"
"Aku mau nyari rumah teman tapi kok aku lupa!" ujarnya.
"Ya, minta tolong polisi aja, kenapa sama aku?" balas Maya dengan ketus.
"Hm, entah kenapa mereka kaya enggak menghiraukan aku! Aku panggil-panggil mereka kaya cuek!" Niko seperti kehilangan arah.
"Lagian, mukamu itu kaya orang mesum!" Maya mulai menguras emosi.
"Apa? Eh, jaga sopan santun ya! Aku ini lebih tua dari kamu." Niko mulai kesal.
"Haha, ya sudah, Om! Saya permisi dulu." Maya meledek.
"Eh, tunggu!" Niko menghentikan langkah Maya dengan memegang tangannya.
"Hei, siapa yang nyuruh kamu untuk pegang tanganku." Maya menatap dengan sinis.
"Ya, ya Maaf! Tolong bantu aku ya! Aku lupa alamat temanku tapi entah kenapa aku harus datang ke sana!" Niko memasang wajah memelas.
"Om, kamu sadar enggak nyuruh siapa? Kamu aja enggak tahu alamat rumahnya gimana saya, Om! Huff, gini aja kamu aku antar ke kantor polisi, biar polisi yang cari alamat yang ingin kamu cari!" Maya mulai memberi saran.
"Apa bisa? Lagian berapa kali aku minta bantuan mereka seakan enggak menghiraukan aku!" jawabnya.
"Ssst, berisik! Sudah Om-om mesum, cerewet, berisik lagi! Hm, hidupku rasanya di kelilingi orang bodoh!" Maya menghela nafas panjang seakan dapat mengurangi beban hidupnya.
Maya mengantarnya ke kantor polisi. Selama perjalanan Niko terlihat kebingungan mencari alamat yang dia ingin tuju. Wajahnya tidak seperti laki-laki pada umumnya. Maya menyempatkan untuk melirik tingkah konyol yang diperbuat Om mesum yang dia juluki. Tiba-tiba bau anyir mengelilingi Maya.
"Tunggu sebentar,"
"Ada apa? Ayo, nanti keburu malam!" kata Niko.
"Aku cium bau anyir!"
"Anyir, apa itu?" tanyanya.
"Itu bau yang biasanya menandakan bahwa ada makhluk halus di sekitar kita." Maya menjelaskan secara singkat.
"Apa? Hantu, astaga, ampun-ampun aku enggak berisik kok! Ampun-ampun!" Niko seperti ketakutan.
"Om, barusan kamu berisik!" Maya memandang sinis ke arahnya.
"Eh, iya-ya! Haha, maaf! Ayo, buruan kita ke kantor polisi!" sahutnya.
"Harusnya aku yang bilang begitu, Om mesum!" Maya mulai pertengkaran kembali.
Pertengkaran yang mereka lakukan membuat orang-orang melihat Maya dengan tatapan aneh. Maya tetap mengganggap Niko adalah orang yang mesum. Terkadang Niko juga melirik Maya seperti parasit kecil yang mengganggu. Pikiran mereka membuat setiap langkah menjadi berat tapi menyenangkan.

KAMU SEDANG MEMBACA
MALAPETAKA ( Tamat )
Terror"Jangan sekali-sekali melakukan sesuatu hal yang merugikan diri kalian sendiri, bapak tidak akan menanggung bila terjadi sesuatu?" Tujuh anak SMA yang berlibur ke suatu tempat di mana tempat itu memiliki sebuah cerita legendaris atau cerita mistis...