Chapter 15

223 16 0
                                        

Maya memberi sebuah Kalung permatanya yang selama ini selalu ia bawa kemana-mana. Ia berikan ke Irsyad sebagai penjaganya. Ia juga meminta Irsyad untuk tetap berhati-hati. Irsyad semakin yakin bahwa dia benar-benar mencintainya. Maya mungkin anak yang pendiam bahkan jauh dari kata ramai. Maya juga mungkin anak yang tidak mengerti tentang namanya cinta dan perasaan karena dia belum pernah merasakan pacaran. Maya mungkin anak yang terkesan sombong padahal ia lebih mementingkan sekitarnya dari pada dirinya sendiri. Itulah yang juga sering membuatnya selalu di permainan seorang laki-laki maupun perempuan

Sedangkan Irsyad adalah laki-laki yang sangat supel. Ia mudah bergaul dalam hitungan detik, walau itu orang yang jauh dari kata kenal. Ia juga anak yang jahil bahkan tidak pintar dalam hal apa pun. Tetapi ada suatu sifat yang spesial dari dirinya. Di balik kebodohannya ia juga memiliki sifat yang sama dengan Maya. Ia lebih mementingkan perasaan orang dari pada perasaannya sendiri. Hingga tersakiti karena wanita pun ia tidak pernah marah walau kata-kata playboy selalu jadi julukannya.

Bertemu dengan Maya bahkan berteman membuatnya merasakan cinta kembali dalam ketakutannya karena masa lalu. Irsyad pernah menjalin sebuah hubungan dengan seorang wanita yaitu Luna. Mereka berpacaran selama setahun. Di dalam percintaan mereka tidak pernah mengalami masa indah. Luna sering kepergok berselingkuh dengan lawan jenis bahkan sesama jenis. Akan tetapi Irsyad tetap menerima di hatinya untuk tetap mencintai. Irsyad membuat dirinya seakan menjadi playboy untuk menyembunyikan keburukan Luna. Mempermainkan wanita, hingga mereka putus karena bertengkar hebat.

Itu yang membuat Irsyad memendam perasaan kepada Maya. Ia takut jika tersakiti bahkan menyakiti. Di sisi lain pun ia hanya menganggap dirinya tak sekeren seperti kedua temannya yaitu Gibran dan Satria. Padahal yang ia tidak ketahui bahwa Irsyad sangat populer di sekolah, apa lagi ketika dia bernyanyi. Seakan semuanya menjadi terpanah dan terhipnotis dengan suara merdunya. Namun Irsyad hanya dapat memanah perhatian wanita lain bukan seorang Maya.

Suatu ketika Irsyad pernah menjadi perwakilan sekolah untuk ajang pencarian bakat di salah satu sekolah. Ia mengajak semua temannya untuk memberinya dukungan. Oca, Naura, Luna, Satria bahkan Gibran heboh dan berteriak-teriak memberi sebuah dukungan itu. Akan tetapi Maya hanya duduk sambil membaca buku, tanpa bersorak ria mendengarkan Irsyad bernyanyi. Selesai penampilan pun, Maya hanya mengucapkan, "Bagus." Dengan singkatnya.

Tapi kini dia sudah berani mengungkapkan semuanya walau belum mendapat jawaban bahkan dia tidak ingin mengetahui jawabannya. Irsyad terpikir akan benda yang di berikan Maya. Dari semua penjelasan Maya, membuat Irsyad geram dengan perilaku Luna dan Satria. Dalam perjalanan pulang, Irsyad hanya memikirkan itu.

Suasana semakin mencekam seakan jalan raya sepi tak ada satu pun mobil bahkan motor yang berlalu lalang. Irsyad mulai kebingungan, berkendara pun ia menjadi linglung seperti orang yang tidak tahu jalan. Irsyad berhenti sejenak di pinggir jalan, untuk memantapkan dirinya melanjutkan perjalanan. Ia langsung teringat dengan kalung yang di beri Maya. Ia pakai dan genggam kalung itu sambil berdoa. Betapa terkejutnya Irsyad, seseorang mengetuk kaca mobilnya dan berkata, "Mas, kamu tidak apa-apa?"

"Tidak!" jawabnya bingung.

"Mas, hampir masuk jurang mas!"

"Haaa, yang benar?"

Irsyad pun keluar mobil, dan ia terkejut dengan penglihatannya. Mobilnya sudah berada di ujung tepi jurang. Setelah di tolong oleh beberapa orang, mobil Irsyad kembali ke posisi yang lebih aman. Ia pun secepatnya pergi dari jalan itu dan mengembalikan mobil yang telah ia sewa. Ia melanjutkan perjalanannya menuju rumah Pak Burhan. Dia melewati hutan dengan waspada, melihat ke kanan dan ke kiri. Ia pun merasa aman dengan memakai kalung pemberian Maya. Sesampainya di rumah, Irsyad tiba-tiba melihat Satria duduk termenung di depan rumah. Ia pun menegur dengan tingkahnya.

"Woi, bengong aja, lu!"

"Apaan sih? Mana Maya?"

"Ya, pulang lah! Lagian teman-temannya di sini enggak tahu Terima kasih!"

"Maksud lu?" Suara Satria mulai terasa berat.

"Iya, sukanya berpikir jelek terus!" kata Irsyad.

"Gua bingung Syad, gua kenapa ya?" Satria bagai orang yang linglung, tatapannya seperti kosong.

"Ya, gua enggak tahu! Memang ada apa?" ucap Irsyad yang nyeleneh.

"Gua merasa aneh! Berasa kaya enggak sama kalian!" ujarnya.

"Mau mati kali lu!" Irsyad semakin menyulutkan amarah.

"Anj... Lu aja sana yang duluan!" sahut Satria sambil memandang Irsyad tajam.

"Haha, lagian lu aneh! Sudah gua mau masuk!" Irsyad masuk sambil menaruh curiga pada Satria yang tidak seperti biasanya.

"Syad, enak enggak sih?" Satria mulai berkata aneh kembali.

"Haaa, enak apanya? Lu, ya! Kalau lagi pusing mending tidur jangan bicara enggak jelas! Kesel gua dengarnya!" Irsyad tersulut emosi.

"Iya, gua tanya aja! Enak enggak begitu sama Maya? Kok, bisa ya? Berarti lu... Hm!" Ucapannya semakin melantur ke sana dan kemari.

"Aiiih, sumpah ya! Gua rasanya mau nonjok muka lu! Sudah berapa kali gua bilang! Gua enggak pernah ngapa-ngapain Maya! Kalau lu enggak percaya suruh Maya cek ke rumah sakit dia masih perawan atau sudah janda. Ini lah salah satu hal yang buat Maya enggak mau ikut ngonten sama kita. Kalian itu introspeksi, Maya yang murahan atau kalian?" Irsyad begitu sangat marah.

Ia pun langsung pergi ke kamarnya. Sikap yang begitu marah membuat Naura bingung. Ia melihat Irsyad tidak pernah semarah itu. Naura pun mendatangi Satria di depan rumah.
"Kenapa lagi?" tanyanya.

"Enggak apa-apa!" Satria menjawab dengan nada datar.

"Lu, ngomong hal jelek lagi tentang Maya?" tanya Naura.

"Aku cuma tanya, apa enak begitu dengan Maya?" ujar Satria.

"Ya, jelaslah, Irsyad marah! Pertanyaanmu seperti orang yang enggak punya perasaan." Naura membela Irsyad.

"Perasaan gua sudah hilang, setelah tahu Maya begitu ke Irsyad." Jawabannya seperti orang yang sedang depresi.

"Memang, Lu! Lihat sendiri dengan mata kaki lu!" balas Naura yang tegas.

"Gua ngebayangin aja kalau benar!" ujarnya.

"Luna itu yang murahan bukan Maya! Mending lu cepat-cepat minta maaf sama Maya, sebelum lu disambar petir di jalan, jadi mati konyol lu, gentayangan!"  Naura pun pergi setelah berkata demikian. Sedangkan Satria masih melamun di depan rumah hingga larut malam.

Keesokan harinya, mereka kembali mengelilingi kampung dengan membawa peralatan konten. Satria memegang kamera dan menyorot ke sebuah makam leluhur. Mereka mulai konten di pagi hari, namun seakan mereka berada di dunia berbeda. Suasana gelap karena rimbunnya pohon-pohon yang terlampau besar dan tinggi. Cuaca yang dingin seakan menusuk tulang mereka. Situasi yang begitu ribut dengan suara-suara makhluk alam di hutan. Menambah situasi itu semakin membuat mereka merinding.

Awalnya hanya Oca yang merasakan ada sesuatu yang memantau pergerakan mereka. Tapi seiring langkah mereka yang semakin masuk ke dalam hutan. Membuat semuanya juga merasa ada seseorang yang memantau dari arah jauh. Satria yang sedang memegang kamera pun gemetar karena kedinginan. Hingga ia bertukar tempat dengan Irsyad.
"Oke, guys! Gua berada di hutan dan makam leluhur dan daerah ini konon katanya sih banyak cerita mistisnya. Dari pada kita penasaran lebih baik kita masuk ke hutan yang paling dalam!" ucap Gibran di depan kamera.

"Gua yakin sih, nih guys! Di sini itu sebenarnya enggak ada apa-apa tapi karena penduduk di sini ingin menjadikan tempat ini angker, jadi masyarakat berasumsi bahwa tempat ini benar-benar angker. Padahal menurut aku biasa aja sih, ya!" sahut Luna.

MALAPETAKA ( Tamat )Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang