Chapter 29

185 10 0
                                        

Maya tidak lagi melanjutkan ucapannya. Tetapi Luna yang melihat itu menaruh kecurigaan dan bertanya, "Bahu mu kenapa itu?"

"Oh, ini! Kepeleset!" kata Maya dengan singkat.

"Yakin?" Tentu Luna tidak percaya dengan semua ucapan Maya.

"Iya, memang ada apa?" Maya baik bertanya, dia seakan berusaha untuk berpura-pura tidak mengetahui apapun.

"Ya, kirain kamu sakit karena ngintip orang!"  Luna tersenyum kecil.

Pandangan Maya sedikit terheran dengan sikap Luna sambil berkata, "Hm, dasar bego! Tentunya kamu tahu aku kenapa, pakai bertanya!" Maya berbicara di dalam hatinya.

"Ayo, berangkat!" Ajak Irsyad.

Mereka semua pergi bersama, awalnya tampak biasa perjalanan itu. Hingga Luna meminta Oca menemani Satria mengambil barang yang di perlukan.

"Oca, kamu nanti sama Satria ambil barang ya, soalnya itu penting! Itu yang harus aku jelaskan ke kalian nanti sambil kita nyantai." Perintah Luna sambil sedikit mengeluarkan energinya agar Oca tidak dapat menolak.

"Tunggu, aku ikut!" Maya berusaha mencegah Oca berkontak langsung dengan Satria.  Ia yakin bahwa rencana dari kedua temannya sedang di mulai.

"Kamu enggak perlu ikut, kamu enggak ada gunanya juga kalau ikut!" jawab Luna dengan sinis.

"Di sini yang enggak berguna itu kamu, bukan aku! Kalau aku ikut juga kan siapa tahu bisa bantu." Maya berusaha untuk menggagalkan niat mereka.

"Sudah, May! Kamu di sini aja! Aku enggak tega nyuruh kamu!" ucap Satria alih-alih agar Maya tidak ikut dengannya.

"Sat, Kamu kan temanku, jadi enggak perlu malu minta tolong," ujar Maya masih berusaha dengan keras. Maya berusaha masuk di permainan kedua manusia jahat ini.

Karena kegigihan Maya yang terus memaksa, pada akhirnya Maya bisa ikut Oca dan Satria. Sedangkan Luna, Gibran dan Irsyad menunggu di cafe. Maya berusaha terlihat biasa dan berusaha tidak menampakan bahwa dia sedang mengintai pergerakan yang akan di lakukan Satria. Maya terus mengajak Oca mengobrol dengan obrolan yang tidak penting. Satria tidak sedikitpun mendapat celah untuk melaksanakan rencananya.

"Ca, temanin Gua dulu sebentar ke sana!" Ajak Satria pada Oca. Sedangkan Oca hanya diam dengan pandangan yang kosong.

Maya pun tidak tinggal diam dia langsung mencegah dan menggenggam tangan Oca dan berkata, "Eh, Sat, kamu mau tinggalin aku di sini sendiri. Tega banget aku perempuan loh! Bisa aja kan ada orang mau berbuat tidak senonoh ke aku?" ujar Maya.

"May, sudahlah tunggu di sini aja dulu!"  Satria mulai terpancing emosi.

Maya mendekati Satria dan berbisik di telinganya, "Aku enggak akan membiarkan siapa  pun melakukan kejahatan."

Satria tersentak mendengar ucapan itu. Dia tidak dapat membalas perkataan Maya.

"Aku ikut ya, Sat!" ujar Maya sambil tersenyum palsu.

"Em, enggak ayo kita kembali ke cafe mungkin mereka sudah menunggu kita. " Satria menghentikan rencanannya. Sedikit kesal namun Satria tetap tenang menghadapinya.

Sesampainya di cafe Luna melihat ekspresi Satria yang tidak biasa. Lalu dia menanyakan tentang barang yang dia tunggu. Kemudian Satria memberi kode dan itu hanya Maya yang dapat mengetahui mereka saling berkode. Mereka bersantai dan tidak menimbulkan kecurigaan bagi teman yang lainnya. Maya hanya bisa tersenyum melihat kegagalan
Satria.

Tiba-tiba bahu kiri Maya kembali terasa sakit. Luna meminta Maya segera pulang dan beristirahat. Namun Maya masih tetap menunggu teman-temannya. Luna mendekati Maya dan berkata, "Kamu akan tau siapa yang akan lebih hebat."

"Sayangnya aku bukan wanita bodoh yang bisa kalian pengaruhi dengan mudah. Lebih baik kamu yang menjaga diri." Maya dengan berani melawan Luna.

"Punya nyali juga seperti biasa!" Luna terkesima dengan sikap Maya yang berani seperti Maya yang dia kenal.

"Lebih baik jangan buang-buang energi, hanya untuk kepuasan sesaat. Lebih baik kamu belajar lebih baik lagi. Bukan berarti di masa lalu akan hidup di masa sekarang." Maya sekali lagi memojokkan Luna.

Maya terus melawan dengan santai. Ketenangan Maya melawan Luma, membuat Luna semakin tidak bisa menahan emosi. Hingga Luna menggebrak meja dan memaki-maki Maya dengan sebutan yang tidak pantas. Semua mata tertuju padanya, di sisi Maya masih tersenyum palsu seakan puas.

Dia berhasil membuat Luna kehilangan emosionalnya untuk mengatur energi pemulihan kepada teman-temannya.

"Eh, kita ngapain ke sini? May kamu enggak apa-apa kan?" tanya Gibran yang telah kembali normal.

"Kita kencan ya?" tanya Irsyad dengan konyol.

"Eh, bego mana ada orang kencan begini!" Gibran mulai protes.

Senyum bahagia melihat teman-temannya yang sudah kembali dengan normal. Tetapi Maya juga tau bahwa dia tidak bisa hanya membuat temannya normal saja. Dia harus menghentikan tokoh utama yang membuat drama ini semakin sulit.

Maya pun tau bahwa apa yang dia lakukan tidak akan mudah untuk di raihnya. Satu kepala dengan melawan dua kepala itu akan sulit. Tatapan itu semakin tidak biasa yang Luna lakukan.

Rasa sakit di bahunya semakin terasa beriringan dengan sikap Luna yang meremas sebuah kertas. Namun, Maya pun tiba-tiba memikirkan keberadaan Pak Burhan beserta istri yang tiba-tiba menghilang tanpa jejak. Semua itu menjadi satu pikiran yang  tidak bisa dia biarkan tanpa Melakukan sesuatu. 

MALAPETAKA ( Tamat )Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang