12

375 57 6
                                    

Sudah dua hari ini Hangyeom mengamati Yechan atas perintah Pangeran tertua, Kim Jaehan. Dari sana ia tahu sedikit banyak tentang kehidupan dua bersaudara yang sebenarnya cukup mengenaskan, sekaligus mengesankan.

Bisa dikatakan mereka adalah golongan rakyat jelata yang tak punya apa-apa. Kandang kuda di istana bahkan seratus kali lebih layak daripada gubuk yang saat ini menjadi tempat tinggal bagi mereka.

Namun, Hangyeom juga tahu jika keduanya tak pernah mendapat gangguan selain kelaparan.

Itu artinya Sebin atau mungkin Yechan yang cukup disegani dikalangan preman yang sering mengambil pungutan liar atas dasar kebohongan bahwa itu adalah perintah orang istana.

Ya, tidak tahu disegani, ditakuti, atau memang tidak ada apapun dari keduanya yang cukup layak untuk dicuri.

Hangyeom memilih yang pertama hanya karena otaknya berkata demikian.

Yechan jelas cukup kuat. Dari apa yang ia dengar, pemuda itu sering disebut dengan si nomor dua. Artinya, dia berada satu tingkat di bawah putra mahkota.

Kabar baik, namun juga buruk sebenarnya.

Yechan bisa saja mengalahkan banyaknya peserta yang mendaftar, tapi ia sangsi jika Yechan mampu menang di putaran terakhir, di mana lawannya adalah Yang Hyuk.

Hangyeom jelas tidak bisa membuat Pangeran tertua kecewa. Ia akan melakukan segalanya agar Kim Jaehan mampu mendapatkan apapun yang diinginkan.

Karena itu, Hangyeom mendatangi Yechan, dan mencerita kisah yang terdengar seperti sebuah kebohongan.

Nyatanya, itu adalah apa yang sebenarnya terjadi di masa itu. Di mana Jaehan saja mungkin tidak mengetahui kebenaran tentang masa lalu.

Yechan masih berdiri memunggungi pagar jembatan, menatap Hangyeom dengan kedua alis yang hampir bertautan. "Tapi, bukankah itu curang?"

"Apa kau hidup dari hasil kejujuran yang kau bangga-banggakan itu?"

Terdiam.

Hangyeom pun masih memandangnya dengan cukup tajam.

"Dalam pertandingan nanti tidak ada peraturan, bahkan jika ada yang mati, Pangeran tertua tidak akan peduli. Tapi, tidak denganmu, Shin Yechan-ssi."

"Apa maksudnya?"

"Alasan mengapa Pangeran Jaehan mengadakan pertandingan ini adalah untuk membuatmu masuk ke dalam istana dan menjadi pelayan pribadinya."

"Apa?"

Hangyeom mengerti, tentu saja terlalu sulit untuk dipahami. Jika saja ia tidak mengenal Jaehan, mungkin segala perintahnya memang terkesan gila dan tidak mampu dicerna oleh otak maupun nuraninya.

Namun, itu juga yang membuat Kim Jaehan berbeda. Pria itu begitu abu-abu. Ia sendiri bahkan tidak tahu apakah Jaehan itu jahat, atau baik hati seperti yang banyak orang dengungkan selama ini.

"Yang pasti aku tak bisa membiarkanmu kalah. Bukan demi dirimu, tapi dia."

Yechan masih belum mengatakan apa-apa, sampai Hangyeom pamit pergi, barulah suara berat pemuda itu terdengar lagi.

"Bagaimana jika Putra Mahkota menanyakan kebenarannya?"

Hangyeom menoleh, "Saat di istana, pastikan kau selalu berada dekat denganku ataupun pangeran tertua. Selama bisa melakukannya, kau akan aman di dalam sana."

"Bagaimana dengan kakakku?"

**

Suara sorakan penonton yang sempat Yechan dengar begitu riuh kini tak lagi terdengar. Seolah angin saja bahkan tak berani melewati arena.

BloodLine ✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang