33 🔞

637 60 3
                                    

Kata-kata pangeran kedua rupanya cukup mengusik pikiran Yechan.

Ia sudah tahu jika hanya dijadikan boneka, ia ditempa untuk membalaskan dendam pangeran tertua. Namun, kata mainan yang Jehyun tuturkan sedikit berbeda saat ia mendengarnya. Terasa cukup menusuk di mana hatinya berada.

Mungkin tanpa Yechan sadari, ia sudah bermain menggunakan hati. Ia menaruh harapan terlalu tinggi, mungkin juga sebenarnya ia berharap akan benar-benar dicintai.

Sikap lembut dan manis yang Jaehan suguhkan jelas mampu menghipnotis. Membangun ilusi seolah apa yang Jaehan berikan adalah perasaan nyata dan bukan hanya permainan belaka.

Yechan masih berharap itu semua adalah kenyataan dan bukan hanya khayalannya saja.

Yechan berjalan menuju kamarnya, kamar sang pangeran lebih tepatnya. Tanpa terasa Yechan mulai nyaman melakukan segalanya di sana.

Apakah karena ia terlalu muda hingga begitu mudah bagi Jaehan untuk meluluhkan hatinya?

Yechan mendesah, lalu masuk tanpa harus mengetuk.

Rupanya, Jaehan masih terjaga, menunggu kedatangannya.

"Kenapa lama sekali?" tanyanya dengan suara yang begitu Yechan sukai.

Yechan meletakkan katana-nya, juga melepas syal yang melilit lehernya, lalu berjalan ke arah Jaehan yang bersandar di dekat jendela besar.

Tanpa basa-basi, Yechan mencium bibir Jaehan yang tak siap dan kebingungan. Beruntung itu hanya sesaat, karena Jaehan langsung menerima dan mulai membalas begitu Yechan melingkarkan lengan di pinggang rampingnya. Terasa usapan pelan, membuat Jaehan tanpa bisa menahan mengeluarkan suara desahan.

Merasa tak cukup puas, Yechan menarik Jaehan hingga keduanya terjatuh tepat di atas tempat tidur.

Seolah Yechan sudah memperhitungkannya, ia menahan kepala Jaehan agar tidak terbentur, meski ranjangnya jelas berkasur empuk.

"Yechan-ah?"

Namun, Yechan tak  menjawab dan sekali lagi ia pagut bibir sang pangeran yang terasa begitu dingin.

Tak hanya bibir, namun itu juga merambah turun ke leher dan dada Jaehan yang setengah terbuka.

Setiap kali tanda merah tercipta, di saat yang sama suara lenguhan Jaehan terdengar menggema.

"Yechan-ahh ..."

Jaehan hampir ingin memberontak karena masih tak mengerti mengapa tiba-tiba Yechan seperti ini, hanya saja kedua tangannya lebih dulu digenggam dan terkunci oleh cengkeraman Yechan yang terus membabi-buta menciuminya, mencumbunya.

Mungkin karena lelah, lagi pula ini Yechan yang melakukannya, Jaehan pun tak lagi melawan dan memilih untuk pasrah menerima.

Yechan sepertinya merasakannya, karena itu ia lepas genggaman tangannya yang semula erat. Tentu, tanpa menunggu, lengan yang sedari tadi ditahan, kini langsung melingkar dengan sempurna di leher Yechan.

"Tidak bisakah kau jelaskan padaku dulu? Sebenarnya kenapa kau tiba-tiba seperti ini, Yechan-ah?"

Yechan membalas tatapan Jaehan, lebih tajam, lebih dalam ...

"Perasaanmu padaku ... sebenarnya apa itu?"

"Kau meragukanku?"

Yechan memalingkan wajah saat mendengar pertanyaan Jaehan yang satu itu.

"Yechan-ah ..."

Jaehan menangkup pipi Yechan, memaksa agar pemuda itu mau menatapnya. Tak banyak kata, begitu mata mereka kembali bertemu, Jaehan menyatakan perasaan yang sejujurnya ia sendiri pernah merasa ragu, "Kau harus mendengarkanku, Yechan-ah ... aku mencintaimu. Susah payah aku mendapatkanmu dan kau meragukan itu?"

BloodLine ✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang