35

281 46 6
                                    

Malam itu Yechan masih tertidur di pelukan ibunya. Seperti biasa, ia ikut terbangun saat pagi tiba.

Tak banyak yang dilakukannya sebagai balita selain duduk di dekat perapian mencari kehangatan, sementara ibunya kesana kemari menyiapkan sarapan.

Keluarga mereka sederhana, karena jika dibilang miskin, keempatnya bahkan masih bisa makan dua kali dalam sehari. Yechan juga masih sering mendapatkan jatah gulali.

Ayahnya bekerja di pasar, berjualan bahan makanan hasil dari perkebunan yang tak seberapa besar.

Terkadang sang kakak ikut membantu karena memang tak ada anak-anak dari kalangan menengah ke bawah seperti mereka yang bersekolah.

"Yechanie, bisa kau bangunkan kakakmu?"

Yechan mengangguk dan dengan langkah kecilnya, ia menuju di mana kakaknya biasa tidur. Rupanya sang ayah sudah bangun, bahkan sudah bersiap untuk berangkat ke pasar hari itu.

Tak ada yang sarapan di rumah kecuali Yechan dan ibunya. Ayah dan Sebin biasa membawa bekal karena mereka tak boleh kesiangan atau bisa-bisa tak akan mendapat tempat untuk berjualan.

"Sebin Hyung, ireona~" lucu suara Yechan membuat mata Sebin terbuka. Kakaknya itu langsung menarik Yechan dan memeluknya seperti boneka.

"Yechanie, bagaimana jika kau ikut Hyung ke pasar hari ini?"

Yechan kecil sangat menyayangi Sebin, tak pernah marah atau bahkan memukul meski sang kakak selalu menggodanya, tak jarang pula mencubiti pipi gembulnya.

"Memangnya ayah tidak akan marah?" karena biasanya Yechan diminta untuk tetap menunggu di rumah. Katanya di luar sana keadaan masih tidak menentu. Bahaya bisa datang kapan saja tanpa diduga. Di rumah akan jauh lebih aman untuk Yechan daripada berkeliaran.

"Hm, bagaimana jika kau membujuknya? Hyung bosan di sana sendirian."

"Teman-teman Hyung kemana?"

Sebin merengut, "Mereka semua banyak yang dibawa paksa ke istana."

"Bukankah menyenangkan bisa tinggal di istana?" Yechan bertanya dengan polosnya.

Sebin menggelengkan kepala, berkata bahwa di istana mereka akan dijadikan pelayan tanpa bayaran.

"Jika cukup kuat, kau akan menjadi prajurit atau bahkan pengawal yang mengikuti ke mana pun pangeran dan raja pergi."

Banyak yang ingin Sebin ceritakan,  semua adalah dari apa yang ia dengar saat orang-orang tua saling bergunjing soal istana. Namun, suara ayah dan ibunya menginterupsi, membuat keduanya segera bergegas menghampiri.

━━━━━━༺༻ ━━━━━━

Yechan kecil melangkah dengan riang. Tangan mungilnya berada aman dalam genggaman ibunya. Akhirnya ia bisa menyusul ayah dan kakaknya berjualan.

Yechan tak sabar.

"Ayahmu pasti akan memarahi ibu."

Mendengar itu, Yechan hanya menunjukkan cengiran juga gigi susu yang masih sangat lucu.

"Sejak kapan Yechanie bisa merengek dan merajuk seperti itu?"

Yechan bukannya menjawab malah mengulurkan kedua tangannya. Tentu tanpa harus meminta ibunya sudah paham dan langsung menggendongnya.

BloodLine ✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang