57

248 52 5
                                    


"Buat pengumuman ke seluruh wilayah yang masih berada di bawah kekuasaan Antella bahwa kau turun tahta. Katakan pada mereka satu nama yang aku sebutkan, dan ... aku juga akan memberi waktu untuk mu membersihkan nama ibuku."



𖧷



"Kau tidak ingin menyerah?"

Yechan menyeringai, "Kau sendiri? Bagaimana rasanya melihat semua yang sudah kau bangun dihancurkan oleh Kim Jaehan hanya dalam waktu satu hari?"

Ayah Hangyeom mengeraskan rahang. Kemarahan membuat serangannya semakin tak beraturan.

Di sela pertarungan yang semakin sengit, Yechan melihat ke arah Hangyeom sekilas, "Hyung, kau hanya ingin menjadi penonton? Kau tak ingin membuat Jaehan terkesan? Haruskah aku yang mendapat semua pujian?"

Yechan sengaja berkata begitu, berharap Hangyeom segera bangun dan mengurus pria tua yang tak kenal lelah ini.

Yechan tak ingin membuang waktu di sini. Ia ingin melihat keadaan Sebin, ia juga ingin segera menyusul Jaehan yang sudah pergi dari tempat ini. Akan tetapi, orang tua ini merepotkan sekali.

Mengapa orang-orang jahat selalu sulit sekali untuk mati?

Yechan heran sendiri.

Terengah lelah, Yechan melirik Hangyeom yang  tampaknya masih berusaha. Ia mengerti. Bagaimana pun juga, sebelumnya Hangyeom sudah terluka. Lukanya pun cukup fatal ia rasa.

"Ngomong-omong, ini untuk ayahku." Saat mengatakan itu, satu tendangan mendarat di perut. Yechan teringat dengan luka yang pernah Ia torehkan di sana. Bahkan jika lukanya sudah kering, Yechan yakin itu masih meninggalkan rasa sakit.

Benar saja, pria tua itu mendesis sembari memegangi bekas tendangannya tadi.

Persetan dengan pedang, Yechan mulai teringat jika ia adalah seorang pegulat.

Tak ada basa-basi, tak ada mode bertahan, dan menunggu Hangyeom lagi. Habis sudah kesabarannya kali ini.

Yechan menendang tangan yang masih menggenggam pedang hingga benda tajam itu terlepas dan terlempar.

Tak ada lagi kesempatan untuk ia berikan. Tendangan, tinjuan, pukulan, semua ia lakukan dengan tangan kosong. Tanpa jeda, tanpa aturan yang mengekangnya, dan yang pasti tanpa ampunan sama sekali.

"Ini untuk ibuku ...."

Yechan berputar dan menendang tepat di kepala. Yakin jika telinga pria tua itu berdengung karenanya.

Berlari ke belakang, tak lagi memikirkan jika Hangyeom ada di sana, Yechan langsung memutar leher pria yang sudah membunuh ibunya itu hingga terdengar bunyi patahan, membuat ngeri siapapun yang menyaksikan.

"Yang satu ini ... untuk Kim Jaehan, dasar bajingan!"

Kuharap kematian tidak akan pernah membuat arwahmu tenang.




𖧷





Yechan melepaskan, membuat tubuh pria yang matanya bahkan masih terbelalak itu jatuh begitu saja.

Mengambil katana, Yechan menghunuskan pedangnya di depan wajah Hangyeom yang tampak syok atas kematian tragis ayahnya.

BloodLine ✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang