28

297 50 2
                                    


Itu sudah larut. Lagi-lagi, Sebin yang baru saja ingin beristirahat harus mengurungkan niat.

Taedong menepuk bahunya, "Bukan kepala pelayan, kali ini yang memanggilmu adalah Pangeran Jaehan."

Sebin terkesiap, namun ia mengangguk, dan segera bergegas karena sudah ada dua pengawal yang datang menjemputnya.

Sebin meremat jemari tangannya, berpikir apakah ia memiliki kesalahan yang tak termaafkan sampai-sampai sang pangeran memintanya bertemu secara langsung di waktu ini.

Sebin merasakan gemetar di tubuhnya. Banyak yang menyanjung berapa lembut dan baik hatinya sang pangeran, namun tak sedikit juga yang mengatakan jika pangeran sangat kejam jika sudah menjatuhkan hukuman.

Tanpa sadar, Sebin menggigit bibir hanya untuk menenangkan diri. Hanya saja, meski merasa ketakutan, ia juga masih bisa menaruh harapan karena jika ada Jaehan bukanlah itu artinya adiknya juga ada di sana?

Berbekal keyakinan akan bertemu Yechan, langkah Sebin pun berubah ringan.

Hingga tibalah ia di sebuah ruangan berpintu besar. Pengawal yang membawanya sempat mengatakan bahwa ini ada ruangan yang biasa dipakai para pangeran untuk mengadakan pertemuan.

"Masuklah. Jangan membuat pangeran tertua menunggu terlalu lama."

Sebin pun mengangguk. Ia kumpulkan keberanian untuk membuka pintunya, berbekal harapan akan bertemu lagi dengan Yechan.

Sayangnya, kenyataan kembali menghancurkan harapannya, karena bukan melihat sang adik, ia justru melihat Hyuk yang entah kenapa menjadi sangat ia takuti sekarang ini.

Kesan pertama, berubah begitu cepatnya. Sebin pun menghentikan langkah dan menunduk begitu dalam.

Tampaknya, gelagatnya itu disadari oleh Jaehan yang langsung memanggilnya, "Tak apa, Sebin-ah. Kemarilah ... adikku tidak semenakutkan itu selama ada aku."

Karena sungkan pada Jaehan, Sebin pun kembali melanjutkan langkah.

Banyak juga rumor beredar bahwa Jaehan adalah pangeran yang berkepribadian banyak. Kadang baik, kadang juga bisa begitu dingin, namun di sini Sebin justru mendapatkan rasa hangat dan aman hanya karena suara lembut yang pangeran perdengarkan.

"Maafkan aku karena memanggilmu selarut ini. Sangat tidak bermoral dan minim etika memang, tapi mau bagaimana lagi, adik bungsuku jelas tak memiliki semua itu."

"Hyungnim-"

"T-tidak- tidak apa-apa, Yang Mulia ..." tanpa sengaja, Sebin menyela sang putra mahkota yang tentu langsung mendekat padanya, beruntung Jaehan segera menghentikan dengan memanggil namanya.

"Yang Hyuk."

Langkah berat penuh amarah itu berhenti. Jaehan bahkan tak repot-repot menatap si bungsu dan memilih untuk berbicara pada pelayan yang sudah ia bangunkan selarut ini.

"Baiklah, aku tak akan berlama-lama. Sebin-ah, adikku berlutut kepadaku, memohon, dan berkata bahwa dia ingin menjadikanmu pelayannya."

Sebin tanpa sadar mendongakkan kepala, bukan menatap Jaehan, namun sang putra mahkota yang kini tak lagi sama di matanya.

Sebin tak mengerti, setelah mengancamnya, kini putra mahkota ingin menjadikan dia sebagai pelayannya?

"Aku suka saat dia bersikap rendah hati, tapi aku tidak akan memutuskan sesuatu tanpa persetujuan dari yang bersangkutan itu sendiri. Dalam hal ini, dirimu."

Sebin kembali menundukkan kepalanya.

"Apa kau bersedia? Sebenarnya tak masalah untuk menolak. Akan lebih bagus jika dia tak hanya berlutut padaku, tapi juga padamu." Jaehan benar-benar terdengar sangat senang saat mengatakannya.

BloodLine ✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang