12.a

370 57 2
                                    


"Yechan-ah ..."

"Mm."

"Jadi, begini ya rasanya tidur di dalam penjara istana?"

Di atas tanah yang dingin dan keras, keduanya berbaring bersisihan, sama-sama menatap ke arah langit-langit yang kosong dan gelap. Bahkan udara di sana pun sedikit pengap.

Hanya ada beberapa lampu minyak yang ditaruh di lorong. Sepertinya hanya itu satu-satunya yang menjadi penerang bagi mereka.

Yechan sebenarnya tak paham, mengapa Sebin ikut dijebloskan ke dalam penjara. Bukankah seharusnya hanya ia saja?

Ia bahkan tak merasa ada yang salah dari apa yang dilakukannya. Hyuk bahkan tak banyak terluka, kecuali hatinya. Mungkin ...

Selain itu, kenapa juga pertanyaan Sebin selalu tak pernah penting jika Yechan pikir?

Bukankah seharusnya hyungnya ini merasa tertekan alih-alih senang dan penasaran?

"Kau sepertinya menyukai ini?"

Sebin menoleh, tersenyum ke arah adiknya. "Sejak kau menang tadi, kupikir aku tidak akan bisa melihatmu lagi."

Yechan yang biasanya acuh tak acuh, kini tampak tertegun.

"Jadi, aku bersyukur bahwa kita masih bisa bersama-sama seperti ini."

"Apa kau bodoh?"

Sebin tertawa, pria itu duduk, lalu menatap ke arah adiknya. Bertanya hal yang sebenarnya sejak tadi mengganggunya. "Yechan-ah, apa kau sungguh baik-baik saja? Bagaimana dengan luka-lukamu? Tak apa sekali-kali mengeluh ... jika sakit katakan sakit, aku bersumpah tidak akan mengolokmu."

Yechan berdecih pelan, lalu memejamkan matanya.

Tahu bahwa adiknya tak akan memberi jawaban yang ia inginkan, Sebin pun mengalihkan pembicaraan. Lagi pula, Yechan tak tampak kesakitan. Mungkin juga bocah sok kuat ini hanya berusaha menyembunyikan.

Yechan bahkan enggan membuka mata, bagaimana pemuda itu mau membuka mulutnya?

"Katakan padaku, sejak kapan kau mempelajari hal-hal seperti itu? Mengapa kau hebat sekali bahkan sampai bisa mengalahkan putra mahkota tadi?"

Jika hari-hari biasanya Sebin akan langsung diam saat Yechan tak menjawab, kali ini sebaliknya. Rasa takut dan sungkannya kalah dengan rasa penasaran.

Antara takjub dan tak percaya. Yechan, adiknya ... pemuda yang ia tahu hanya bisa mengeluhkan nasib buruknya. Itu jelas sangat bertolak belakang dengan apa yang seharian ini ia saksikan.

Yechan benar-benar mencuri banyak perhatian para bangsawan. Bukan hanya soal kemenangan, namun juga saat adiknya diberi semangat langsung oleh Kim Jaehan.

"Kau  benar-benar keren sekali hari ini."

Yechan  mengangkat tangan dan menutupi wajah dengan kain birunya.  Ia lelah dan pusing, tapi masih harus mendengar ocehan kakaknya yang benar-benar tidak penting.

Itu bahkan belum berakhir.

"Kau tahu, Yechan-ah ... Pangeran Jaehan adalah yang bersorak paling keras saat melihatmu melumpuhkan putra mahkota, bisa jadi kau akan jadi pelayan yang paling dia sayangi nanti."

"Lalu, kau? Bagaimana dengan dirimu? Kau tak memikirkan itu?"

Sebin lama terdiam, namun lagi-lagi Yechan hanya bisa mendengar tawa merdu dari kakak yang selalu ia anggap bodoh itu.

"Aku akan baik-baik saja. Mulai sekarang, bisakah kau bahagia, Yechan-ah? Maafkan aku karena tak bisa memberi apapun untukmu. Sebagai kakak, justru aku lah yang selalu merepotkanmu."

BloodLine ✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang