51

238 46 8
                                    

Hari itu Sebin terbangun lebih pagi dari biasanya. Namun, ia tidak melihat Hyuk ada di sisinya.

Mencoba mengumpulkan kesadaran, Sebin menyibak selimut dan duduk untuk sementara. Dirasa cukup, ia pun berdiri, dan mulai membersihkan tempat yang semalam ia tiduri.

Mencuci muka juga membersihkan diri adalah agenda pertama yang selalu ia lakukan setiap hari.

Setelah selesai, ia baru keluar dan mulai mencari keberadaan putra mahkota.

Ini hari penting -setidaknya untuk sebagian orang di istana. Jadi, Hyuk harus hadir dan menunjukkan sisi terbaiknya.

Melupakan semua yang terjadi sebelumnya ...

Tak butuh waktu lama bagi Sebin untuk menemukannya. Putra mahkota tengah duduk melamun di gazebo belakang. Tatapannya lurus menatap danau yang penuh dengan bunga teratai di atas permukaannya.

"Hyuk-ah ..." panggilnya.

Namun, Hyuk tak menoleh. Sebin pun mendekat dan tak lagi ragu menangkup kedua pipi Hyuk yang hampir membeku.

"Kau semalaman di sini? Masih memikirkan apa yang terjadi malam tadi?"

Jujur, Sebin pun masih merasa takut saat mengingat, akan tetapi ia sudah ditenangkan Hyuk dan itu cukup berhasil. Ia bisa kembali tertidur bahkan tanpa bermimpi. Namun, justru Hyuk yang tampaknya masih terhanyut.

Sedikit menyesal karena tak menemani, Sebin mendesah, meminta maaf, dan mencium kening Hyuk sebagai ganti.

"Jaehan Hyung ... apa kau juga berpikir dia yang melakukannya?"

"Untuk apa pangeran Jaehan melakukannya, Hyuk-ah?"

Hyuk menatap Sebin dengan mata yang tampak agak memerah, "Dia membenciku, Sebin-ah! Kau juga dengar sendiri, tak hanya kita, tapi hampir semua yang terlibat dalam pemakzulan Ratu mendapat teror yang sama!"

Dengan bentakan itu, Sebin tersentak, dan tanpa sadar melangkah mundur.

Hyuk tentu menyadari dan dengan frustasi menjambak rambutnya sendiri.

"Maaf ... Maafkan aku ... aku tidak bermaksud. Aku hanya- aku-"

Sebin tidak takut, ia hanya terkejut. Jadi, saat melihat Hyuk yang seperti itu, Sebin langsung kembali mendekat dan memeluk Hyuk.

Ia usap punggung putra mahkota dengan penuh kesabaran. Bibirnya pun tak berhenti untuk mencoba untuk menenangkan.

"Atur nafasmu, Hyuk-ah ... tarik dan hembuskan perlahan-lahan. Tidak apa-apa, aku tidak apa-apa. Kita juga akan baik-baik saja."

Hyuk, dalam pelukan Sebin menganggukkan kepala.

Ia bukannya tak pernah melihat kematian di depan matanya, namun rasanya semalam berbeda.

Untuk pertama kalinya ia sungguh-sungguh merasakan kebencian yang begitu dalam ditujukan padanya.

Selama ini, bahkan meski ia selalu mendapat perlakuan yang tak cukup baik dari kakak-kakaknya sendiri, tapi ia masih merasa bahwa hubungan mereka tak seburuk ini.

Atau ... apa hanya dirinya saja yang tak peka?

Menarik napas panjang, Hyuk yang merasakan kehangatan, perlahan-lahan mulai merasa tenang.

Ia pun menurut saat Sebin mengajaknya berdiri dan kembali ke kamar untuk mempersiapkan diri.

Dalam perjalanan mereka, Hyuk menatap genggaman Sebin dan bertanya, "Kau sendiri ... Sebin-ah, apa sungguh kau baik-baik saja?"

Sebin menoleh, tersenyum padanya, cantik seperti biasa. "Tentu. Berkatmu ..."

Melihat senyuman itu, Hyuk yang semula kalut, mulai merasa lega -entah mengapa.

BloodLine ✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang