09

369 59 5
                                    

Itu adalah tanah luas yang awalnya ditumbuhi banyak rerumputan. Namun, karena kemarau panjang yang sempat melanda Antella, sekarang itu hanyalah sebuah tanah lapang gundul yang tak menarik untuk dipandang.

Biasanya Jaehan bertandang hanya untuk menyaksikan para prajurit kerajaan berlatih pedang, akan tetapi ia datang membawa tujuan lain kali ini.

Tak hanya dirinya, tentu saja. Jaehan tak menyiakan kesempatan untuk mengundang para pangeran yang lainnya dan juga para bangsawan Antella.

Sepanjang waktu hanya senyum Jaehan yang tak pernah terlihat luntur. Seolah benar-benar menikmati si bungsu yang tampak memukau di tengah arena itu.

Walau tetap, masih ada yang begitu mengganggu ...

"Gyeom-ah, kau sudah melihat Shin Yechan datang?"

*

*

*

"Mengapa anda begitu tertarik dengan Shin Yechan ini, Yang mulia?"

Jaehan menatap Hangyeom sebelum kembali memalingkan wajahnya, menatap pemandangan luar kamarnya.

"Hmm ... entahlah. Mungkin karena aku merasakan perasaan familiar saat menatap matanya."

Perasaan sedih dan terluka. Ada lelah di sana, namun juga Jaehan dapati semangat hidup yang begitu kentara.

Tidak tahu apa yang sudah pemuda itu lalui, Jaehan tak memungkiri jika Yechan mampu membuatnya penasaran setengah mati.

"Apakah anda sudah memikirkan bagaimana respon Yang Mulia Putra Mahkota jika mendengarnya?"

Hyuk, ya?

"Aku tidak tahu jika reaksinya akan penting untukku."

Hangyeom menunduk, "Yang Mulia pasti mengerti bahwa bukan itu maksud bawahan ini."

Yechan dan kakaknya mungkin akan berada dalam bahaya nanti.

Yang Hyuk lembut seperti permen kapas, tapi jika ada yang merebut perhatian hyung tertuanya, pangeran itu adalah yang pertama akan menggila.

"Karena itu aku harus membuat Yechan dan kakaknya masuk ke dalam istana." Bahkan Jaehan sempat berpikir untuk menculik saja mereka berdua.

Menggunakan prosedur legal terlalu lama. Jaehan benar-benar berharap di kehidupan berikutnya, ia memiliki banyak sekali kesabaran dalam hidupnya.

Tidak seperti sekarang.

Namun, tentu hal itu langsung ditentang oleh Hangyeom. Jaehan harus tetap mempertahankan citra baiknya atau semua akan sia-sia.

"Baiklah, baiklah ... aku akan berhenti berulah. Kau bisa tenang, Gyeom-ah ..."

Hangyeom menghela, dirasa-rasa daripada menjadi pengawal, ia lebih seperti pengasuh untuk pangeran tertua.

"Yang mulia jangan khawatir, mereka pasti akan datang, dan aku jamin salah satu dari mereka akan menang."

*

*

*

Jaehan kembali duduk. Kakinya tak lagi menyilang, sementara tangan tanpa sarung itu saling bertaut, tak jarang telunjuk ia ketuk.

Bukan karena gugup, Jaehan hanya tak sabar menanti momen itu.

Ia benci menunggu.

Sepertinya kegelisahannya sampai pada sang putra mahkota yang kini sudah berjalan menuju ke arahnya, bertanya seolah mengerti jika sedang ada yang mengganggu pikiran kakaknya.

"Hyung, kau baik-baik saja?"

Jaehan mendongak, melihat sosok tinggi penuh peluh yang menatapnya khawatir saat itu.

Sejujurnya, Hyuk selalu tampak menggoda di mata Jaehan. Namun, pesona yang ditangkap oleh mata tak pernah bisa turun ke hatinya.

Hyuk jelas sangat tampan dan perhatian, hati Jaehan hanya sudah tertutupi oleh kebencian. Sekarang, justru ada orang asing yang membuatnya penasaran.

"Tentu. Kau sudah kelelahan?"

Hyuk menggeleng. "Aku akan mengalahkan mereka semua, agar aku bisa menagih janji yang hyung katakan tadi."

Mendengar itu Jaehan berdecih pelan, "Apanya yang janji? Itu kan keluar dari mulutmu sendiri."

Hyuk tersenyum.

Bersamaan dengan itu, Jaehan yang kebetulan menoleh ke arah pintu masuk melihat sosok yang tadi ia dan Hangyeom sempat bicarakan.

Pria dengan rambut sedikit keriting itu melangkah dengan ragu-ragu.

Menyusul di belakang, Yechan yang berjalan dengan malas. Tentu masih dengan pakaian serba hitamnya.

Ah! bukan hitam ... kali ini kain warna biru lah yang terkalung di lehernya.

Dengan wajah yang tak lagi ditutupi, ditambah itu siang hari, Jaehan semakin jelas melihat bagaimana rupanya.

Tentu, kulit putih pucat adalah yang pertama menarik perhatian, disusul dengan ekspresi suram seolah semua yang ada di sana tak ada yang cukup menarik untuk membuat riak di wajahnya.

Meski begitu, Jaehan tetap tersenyum lebar hingga nampaklah gigi gingsulnya. Tak ayal, itu menarik perhatian Hyuk yang memang belum melepaskan pandangan.

"Hyungnim, kau mengenal mereka?"

Mengerjap, Jaehan teringat dengan peringatan Hangyeom terhadapnya. Ia pun menggeleng, "Hm ... bukankah mereka yang akan menjadi lawanmu nanti?"

Walau ada setitik kecil di hati Jaehan yang merasa ragu, dengan tubuh kurus itu, mampukah Yechan membuat punggung Hyuk menyentuh tanah dan memenangkan pertandingan?

Mengingat Hyuk yang sebesar titan, Jaehan jadi sedikit meragukan Yechan. Sekalipun Hangyeom sudah memberikan dirinya jaminan, Jaehan masih merasa sedikit tertekan.







"Shin Yechan, aku benar-benar akan menculikmu, jika kau tak bisa mengalahkan adikku."

BloodLine ✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang