Bagian 11

428 52 11
                                    

Pukul delapan malam, Juna telah bersiap di sirkuit balapan liar di temani antek-anteknya.

"Jun, mending Travis aja dah yang gantiin balapan." Ujar Justin yang masih senantiasa membujuk Juna agar tak balapan malam ini, namun Juna ya tetap Juna sekalinya niat melakukan sesuatu harus sampai tuntas.

Sejak Juna mengetahuinya penyakitnya ia bertekad mendapatkan uang dengan caranya sendiri walaupun terkadang dengan cara yang tak sehat, tak jarang Juna ikut balapan liar demi mendapatkan uang untuk biaya perawatan penyakitnya, hingga kini Leon belum mengetahui kondisi putra bungsunya maka dari itu Juna bertekad mendapatkan uang tanpa melibatkan papanya.

"Doain gue ga mati di jalan," ujar Juna sembari menerima lemparan permen karet dari Travis.

Plakkk

Jhon menampar bahu Juna tak kuat sebagai reaksi ucapan Juna barusan, "kalo ngomong mulutnya di filter kek."

"Woy! Dah siap belom?" Tanya Khris, partner balap liar Juna malam ini, walaupun balap liar tapi mereka semua damai, hanya ingin bersenang-senang saja.

Juna mengangguk sebagai jawaban, ia menyalakan motornya sebagai pemanasan dan memakai helm full face.

Juna mengangguk sebagai jawaban, ia menyalakan motornya sebagai pemanasan dan memakai helm full face

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Jun fighting!" Jhon memberi semangat sembari menyemil kacang.

"Ati-ati jangan ngebut!" Ujar Travis.

"Goblok! Namanya balapan yang ngebut." Justin menyentil jidat Travis berharap otak bestinya itu bener sedikit.

Deru mesin motor dari masing-masing pembalap malam ini mulai bersahutan, seroang gadis seksi berjalan menuju tengah-tengah garis start dengan membawa bendera, ia menghitung mundur dari angka tiga dan permainan pun di mulai.

Khris memimpin permainan saat ini dan Juna di belakangnya.

"Juna fighting! Lo pasti bisa, demi papa dan yang lain lo harus bisa." Ujar Juna dalam hati sembari menambahkan kecepatan motornya hingga berhasil mendahului Khris.

Tak sampai sepuluh menit permainan mereka selesai dengan Juna sebagai pemenangnya, Khris berjalan mendekati Juna yang bertos ria dengan sahabat-sahabatnya.

"Good job bro! Lu selalu keren kalo soal beginian," ujar Khris sembari memberikan amplop berisi uang tunai lima juta rupiah sebagai hadiah balapan malam ini.

"Yoii, thank bro lu juga ga kalah keren kog, makin jago aja sampe hampir kalah gue tadi." Balas Juna terkekeh.

Selesai dengan acara balapan Juna pulang dengan perasaan senang, ia berhasil mendapatkan uang malam ini, rencananya ia akan membelikan hadiah ulang tahun untuk Arvin dan pergi check up besok, hari Sabtu adalah jadwal Juna check up dan kemoterapi, itu saja jika bukan karena paksaan sahabat-sahabatnya dan dokter pribadinya Juna tak akan mau melakukan hal itu.

"Juna pulang!" Teriak Juna di ambang pintu rumahnya, meski tak ada yang menyahut sudah jadi kebiasaan Juna.

Selesai menyimpan sepatu dan helmnya Juna segera menuju kamar Arka, ia berjalan dan membuka pintu perlahan dan mendapati Arka yang tengah duduk menghadap jendela kamar yang mereka tempati.

"Abanggg!!" Juna langsung berhambur kepelukan Arka hingga membuatnya terkejut.

"Adek! Ngangetin aja, gimana kalo abang jantungan." Dumel Arka sembari menetralkan detak jantungnya yang berdegup kencang.

"Maaf," Juna menuntun Arka menuju ranjang tidur dan duduk di sampingnya.

"Abangg, besok lusa kakak ulang tahun kita kasih kado apa ya?" Juna menyandarkan kepalanya pada bahu Arka sembari berfikir kado apa yang akan di berikan untuk kakaknya.

"Sesuatu yang Arvin suka tapi di belum punya apa ya?" Arka jadi ikut berpikir hadiah apa yang akan di berikan untuk adiknya.

"Haa! Adek tauu!" Juna tiba-tiba berdiri membuat Arka lagi-lagi terkejut.

"Adekkk hobi banget sih ngagetin abang." Arka mengusap dadanya sabar.

"Maaf abang hehehe," Juna kembali bersandar pada Arka dan memeluk lengan hangat Arka.

"Jadi? Hadiah apa yang adek pikirin?"

"Gimana kalo skeatboard?" Juna bertanya sembari menoleh ke Arka yang memandang lurus kedepan.

"Ide banguss, terkahir kali Arvin main skeatboard bareng abang skeatboard nya patah gara-gara ke injek mobilnya papa," Arka tertawa setelah berbicara, ia teringat Arvin yang pundung seharian gara-gara skeatboard kesayangannya patah.

"Ohh yang pas Juna jatuh dari motor itukan?" Juna jadi teringat penyebab skeatboard kesayangannya Arvin patah gara-gara papanya panik liat Juna nyusruk di selokan sama Ruby motornya.

"Lagian adek sih motoran matanya kemana-mana pasti lagi liatin Susi anak tetangga kan." Kan Arka mulai lagi dengan julidnya.

"Apasi orang engga, adek kan udah bilang kalo adek jatoh gara-gara ngindarin ayam pak somat yang tiba-tiba nyebrang." Juna yang kesal mencubit lengan Arka membuat sang empu berteriak kesakitan.

"Iya ampun dek, abang percaya kog," Ujar Arka sembari menahan tangan Juna yang ingin mencubitnya lagi.

"Udah ayok tidur, ga boleh begadang walaupun besok libur." Sambung Arka yang menaikan kakinya ke ranjang dan bersiap tidur.

"Asiapp, tapi bentar ya bang, Juna mau ke kamar mandi."

Juna berjalan tertatih menuju kamar mandi, ia memegangi kepalanya yang berdenyut sakit, sebenarnya sejak ia bercanda dengan Arka tadi ia sudah merasakan sakit namun ia tahan demi Arka.

Sesampainya di kamar mandi Juna mengunci pintu, bersandar pada dinding dan mengambil obat di saku jaketnya, ia menelan obat itu dengan bantuan air cup gelas yang selalu Juna sediakan di kamar mandi diam-diam untuk jaga-jaga jika sewaktu-waktu penyakitnya kambuh.

"Hahh... Obat lagi obat lagi, Juna capek." Ujar Juna yang kini tubuhnya telah merosot ke lantai.

"Juna capek ma, mau ikut mama, mau di rawat sama mama, tapi kalo Juna nyerah nanti mama marah, kasian juga papa sama yang lain." Juna lelah, semakin hari penyakitnya lebih sering kambuh dan rasanya jauh lebih sakit.

Tak ingin membuat Arka menghawatirkannya Juna segera bangkit dan membasuh wajahnya yang pucat, ia segera keluar kamar mandi dan menyusul Arka yang sudah berbaring di ranjang.

"Bang, Juna mau peluk." Ujar Juna di pinggir ranjang.

"Sini adek manjanya abang tiap hari makin manja," ujar Arka terkekeh sembari menepuk kasur di sampingnya.

Juna segera berhambur kepelukan Arka dan menenggelamkan kepalanya di ketek abangnya.

"Abang Juna takut ngga bisa peluk abang lagi, Juna takut mati." Ujar Juna dalam hati dan semakin mengeratkan pelukannya pada Arka.

Arka membalas pelukan Juna tak kalah erat, ia teringat jika dulu Arka menemani Juna tidur pasti Arvin akan ikut-ikutan dan merebutkan Juna akan di pelukan siapa hingga akhirnya Juna berada di tengah dan di peluk oleh keduanya, Arka merindukan itu.



***

Annyeonghaseo yeorobunnnnn, ada yang kangen ga nih sama author ehehehe...
Makasih banget yang udah mau baca, vote dan komen buat cerita ini...
Maafin uthor yang lama update :(

감사합니다






TRIPLE'S A (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang