Setelah mendapat telefon dari rumah sakit Leon dan Juna segera menuju rumah sakit untuk melihat kondisi Arka dan Arvin.
Sesampainya di rumah sakit mereka masih harus menunggu di depan ruang operasi karena cedera serius pada keduanya .
Sekitar satu jam menunggu ruang operasi terbuka membawa dua bangsal rumah sakit berisi Arka dan Arvin.
Arvin di bawa menuju ruang rawat, sedangkan Arka menuju ruang ICU.
"Kak, ayo ke ruanganku, ada yang ingin aku bicarakan tentang kondisi anak-anak." Ujar Steve membuyarkan lamunan Leon.
"Juna boleh ikut?"
Steven hanya mengangguk sebagai jawaban, dan selanjutnya mereka menuju ruangan Steven.
"Langsung ke intinya aja Stev." Ujar Leon setelah duduk berhadapan dengan adiknya, ia tak ingin menunda lebih lama untuk mengetahui kondisi anak-anaknya.
"Arvin telah melewati masa kritisnya, ia sempat kehilangan detak jantungnya namun ia kembali, ia baik-baik saja, hanya saja untuk sementara waktu ia belum bisa menggunakan kaki kanannya karena ada keretakan pada tulangnya." Jelas Steve sedikit bergetar, ia hampir kehilangan keponakannya.
Mendengar penuturan Steve membuat Leon lemas, putranya yang ia besarnya sepenuh hati hampir saja meninggalkannya selamanya.
"Bagaimana dengan bang Arka om? Kenapa di bawa ke ICU? " Tanya Juna dengan menahan air matanya, tangannya yang bergetar meremas satu sama lain untuk menenangkan.
"Arka... Koma" jawab Steven dengan lirih di akhir kalimat namun masih bisa di dengan Leon maupun Juna.
"Dan ia kehilangan penglihatannya untuk sementara waktu."
"Kak aku janji aku bakal balikin pengelihatan Arka setelah ia bangun nanti." Sambung Steve dan melangkah merengkuh tubuh kakaknya yang rapuh.
Juna sendiri mematung tak percaya dengan fakta yang ia dengan barusan, dan Juna membenci hari ini, ia membenci semua hal tentang hari ini.
Juna segera berdiri dan berlari menjauhi ruangan pamannya, ia menaiki tangga menuju rooftop rumah sakit.
Sesampainya di sana ia berdiri di balik pembatas, jangan berfikir Juna akan bunuh diri, ia masih sayang nyawa walaupun ia tak tau kapan ia akan bertahan dengan penyakit yang kini bersarang pada tubuhnya, pilihannya hanya sembuh atau mati, dan hanya author dan Tuhan yang tau :).
Juna menatap kearah matahari yang mulai tenggelam, cantik namun sakit.
"Mama.. Juna pengen ketemu mama, tapi Juna ngga mau ninggalin papa,"
"Bang Arka ketemu sama mama ya di mimpi sana? Kak Avin juga sempet ketemu mama ya?"
"Mama pengen ketemu adek juga ngga ma? Adek udah besar ma, tapi jangan dulu ya ma , adek belom siap hehehe"
Juna terus bermonolog sembari menatap senja yang mulai menghilang dengan air mata yang semakin deras mengalir di pipi chubby Juna.
"Maaf ya abang kalau adek nangis, abang boleh ledekin adek, boleh marahin adek karena adek nangis tapi abang cepet balik ke adek, bang Avin juga pasti nungguin abang balik,"
"Kue kering buatan kita belum habis, papa belum cobain.. adek juga mau jujur sama kalian, adek butuh kalian buat berjuang.. adek.."
Sudah, Juna tak lagi kuat meneruskan kalimatnya ia meluruh di lantai rooftop yang dingin dengan tangisan yang semakin deras dengan senja yang sempurna menghilang tergantikan malam.
Lelah Juna menangis hingga hampir tertidur karena lelah, namun usapan di bahunya membuatnya mendongak, setelah jelas melihat siapa yang mengusap bahunya Juna kembali menangis dan memeluk erat seseorang didepannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
TRIPLE'S A (END)
Teen Fiction"kebahagiaan itu ada hanya dengan mensyukuri apa yang ada" Arjuna 🥇#Junkyu [21-09-23] 🥇#Juna [21-12-23] 🥈#Arvin [01-12-23] 🥉#Junkyu [14-10-23] 🥉#Juna [29-11-23] 🥉#Arvin [29-11-23] START [28-07-23] END [28-11-23]