Bagian 30

363 42 4
                                    

Happy reading sayang-sayangnya akuuu 🩷
Jangan lupa vote dan komen juseyoooo 🩷
Maklumin kalo ada typo yuaaa :)

Double up buat rayain 900 vote, bantu 1k juseyoooo 🤗

.

.

.

.

Dua minggu lamanya Juna menutup matanya, kini mata indah penuh binar itu telah terbuka sepenuhnya, bibir pucat yang terhalang masker oksigen tersenyum samar sebagai balasan untuk sang papa yang tersenyum sembari menitihkan air matanya karena terharu putra bungsunya telah kembali.

Juna menunjuk masker oksigen di wajahnya mengisyaratkan agar pamannya melepaskannya, hanya ada Juna, Leon dan Steven di ruangan Juna, Arka sudah kembali berkuliah walaupun harus mengulang satu semester dan hari ini Arka maupun Arvin memiliki jadwal kuliah yang sama, Leon yang akan pergi ke kantor menyempatkan diri untuk mengunjungi putranya dan sebuah keajaiban membuat Leon lemas bahkan bersujud syukur karena Juna telah siuman.

Steven dengan telaten dan penuh kehati-hatian melepas masker oksigen yang menghalangi wajah tampan keponakannya, mengecup kening Juna ringan sebagai tanda terimakasih Juna telah berjuang.

"Papa.. ja-jangan nangis.." Juna berujar lirih menatap Leon yang berdiri di sampingnya.

Leon yang mendengar suara lirik Juna langsung terduduk lemas dengan air mata yang semakin deras mengalir semabri berucap beribu-ribu syukur dalam hatinya.

"Sayang makasih sudah bertahan, papa rasanya mau nyusul kamu aja kalo kamunya nggak bangun-bangun." Leon berdiri guna menggenggam tangan putranya yang lebih hangat dari sebelumnya, memandangi Juna yang kini tersenyum hangat pada papanya.

Steven memastikan kondisi Juna benar-benar stabil baru ia memindahkan Juna ke ruangan rawat agar yang lain bisa lebih leluasa mengunjungi Juna.

.

.

Arka maupun Arvin tak berhenti merebutkan siapa yang menyuapi Juna makan, mereka terus berdebat sampai tak sadar jika Juna telah menghabiskan setengah makanannya dengan di suapi papanya.

"Terus aja debat, sampe adek kenyang." Sindir Leon yang membuat kedua putranya menoleh dan terkejut.

"Papa curang!" Teriak keduanya kesal.

Juna hanya terkekeh melihat pemandangan di depannya dalam hati ia amat bersyukur memiliki keluarga yang amat sangat menyayanginya.

"Pa, adek mau ngomong.." Juna mengentikan sendok yang berada di depan mulutnya dan menggeleng mengisyaratkan ia tak lagi ingin makan.

"Mau ngomong apa sayang?" Tanya Leon sembari meletakkan mangkuk berisi bubur yang isinya tinggal seperempat.

"Adek boleh kan ikut lomba nyanyi sama temen-temen adek?" Ujar Juna sembari memainkan jari-jarinya, ia takut papanya akan menolak padahal Juna telah berlatih dari satu bulan yang lalu agar bisa tampil dengan sempurna.

"Kapan acaranya?" Leon kembali bertanya sedangkan Arka dan Arvin hanya menyimak perbincangan mereka dengan pikiran masing-masing, Arka menebak jika papanya tak akan mengizinkan Juna mengingat kondisinya sekarang belum lagi dengan penyakitnya yang makin parah sedangkan Arvin menebak sebaliknya karena papanya tak akan pernah melarang putra-putranya menunjukkan bakatnya.

"Satu minggu lagi pa," jawab Juna masih dengan menunduk, ia tak berani menatap papanya.

"Tapi kan adek masih sakit, lain kali aja ya." Ujar Leon hati-hati.

"Juna kan emang ga bakal sembuh pa, kalo bukan sekarang kapan lagi Juna bisa ikut lomba begituan." Sahut Juna dengan berkaca-kaca.

"Adek jangan ngomong gitu ya, sini liat papa." Leon mengangkat dagu Juna agar pandangan mereka saling bertemu.

"Adek pasti bakal sembuh, papa nggak suka ya adek ngomongnya gitu, oke papa izinin adek ikut lomba asal om Steven kasih izin."

"Makasih papa!" Juna memeluk Leon dengan erat serta senyuman yang menghiasi wajah tampannya.

.

.

Lima hari setelah Juna terbangun dari tidur panjangnya ia sudah merengek minta pulang, kondisinya juga jauh lebih baik hanya saja Juna perlu menggunakan alat bantu jalan karena kaki kirinya patah, tidak selamanya kog hanya sementara kaki Juna kan patah bukan terpotong.

Hari ini adalah hari di mana Juna bisa pulang atas izin Steven maupun Andre, sedikit tak rela membiarkan Juna pulang tapi mau bagaimana lagi daripada rumah sakitnya terbakar karena ulah Juna lebih baik mereka mengizinkan Juna pulang, Steven, Andre, Leon, Arka dan Arvin di buat kalang kabut kemarin karena Juna dengan isengnya menyalakan keran air di kamar mandi dan menutup lubang pembuangan air serta membiarkan pintu kamar mandi terbuka membuat ruangan Juna di rawat mendadak kebanjiran dan ketika di tanya kenapa melakukan hal itu Juna dengan santainya menjawab pengen renang tapi tak di perbolehkan pulang.

Sekarang Juna tengah duduk anteng di kursi penumpang dengan Arka yang mengemudi mobil, Leon sedang ada meeting penting dan Arvin ada jadwal kuliah dan hanya Arka yang memiliki waktu luang jadi ialah yang menjemput adik bungsunya.

"Dek mau makan dulu apa langsung pulang?" Tanya Arka yang pandangannya terfokus pada jalanan.

"Eummm.. makan! Adek pengen ayam mang Asep." Juna menjawab dengan semangat bahkan matanya berbinar membayangkan ayam pedas manis bikinan mang Asep.

"Siapp! Meluncur!!" Arka terkekeh gemas melihat tingkah adiknya, ia bersyukur dalam hati karena Tuhan masih memberikan kesempatan pada keluarganya Arka untuk merawat Juna, ia tak bisa membayangkan betapa hancurnya keluarganya jika harus kehilangan Juna.

Sesampainya di warung mang Asep, Arka segera membuka pintu mobil untuk Juna dan membantu keluar serta berjalan memasuki warung mang Asep.

"Mang pesan kayak biasanya dua porsi ya." Ujar Arka pada mang Asep sedangkan Juna hanya melambai riang pada mang Asep.

"Siapp mas, eh sama mas Juna juga aduh mang Asep rindu sama mas Juna loh udah lama nggak ke sini." Mang Asep membalas lambaian Juna dengan senyum cerah.

"Juna juga rindu mang, rindu masakan mang Asep hehe."

Juna, Arka, Arvin bahkan Treasure Hunter sudah berlangganan dengan mang Asep jadi tak heran mereka akan seakrab itu, mereka bahkan sering menghabiskan akhir pekan mereka hanya dengan nongkrong di warung mang Asep membuat warung mang Asep lebih rame dari biasanya karena di isi manusia ganteng macam mereka.

Pesanan makanan mereka telah datang dan menikmatinya dengan senang hati di meja makan dengan kursi kayu panjang ala warung makan, biasanya mereka duduk lesehan jika pergi ke warung mang Asep, tapi karena kaki Juna masih sakit mereka duduk di kursi agar Juna bisa makan dengan nyaman.

"Makan yang banyak ya dek, biar gembul lagi, abang kangen tau sama pipi gembul adek." Ujar Arka semabri merapikan beberapa helai rambut Juna yang menghalangi matanya.

"Abang makasih ya." Juna berujar tiba-tiba sesaat setelah selesai dengan makanannya.

"Makasih untuk?" Tanya Arka heran, tak biasa adiknya berterima setelah di beri makan olehnya.

"Makasih udah bisa liat adek lagi." Ujar Juna dengan senyum tulus pada Arka yang di balas senyuman tak kalah tulus dari Arka.

***
See u next chapter 🩷
Terimakasih yang udah vote dan komen

감사합니다

TRIPLE'S A (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang