Bagian 16

442 53 24
                                    

Happy reading sayang-sayangnya akuuu 🩷
Jangan lupa vote dan komen juseyoooo:)



.

.

.

.




Leon, Arka, Arvin dan Travis tengah menunggu Juna di depan ruang UGD, entah apa yang terjadi sehingga rasanya sangat lama menunggu dokter Andre keluar.

Leon mondar-mandir di depan pintu, Arvin menenangkan Arka yang duduk di kursi tunggu walaupun sebenarnya ia juga dilanda kecemasan dan Travin yang berdiri di pojokan dengan tangan yang bergemetar bahkan ia tak sadar kehilangan sendal sebelah kirinya saat berlari tadi.

"Travis.." panggil Arka pada Travis membuatnya menoleh, bahkan Leon pun berhenti dari acara mondar-mandirnya.

Travis berjalan pelan dan duduk di samping Arka, "Iya bang?"

"Apa yang terjadi pada Juna?" Tanya Arka.

"Hah? Maksudnya?" Tanya balik Travis, mungkin pikirannya hanya tertuju pada Juna saat ini jadi ia tak bisa berfikir jernih dan tak mengerti maksud dari pernyataan Arka.

"Kenapa minta Juna buat di bawa ke sini, dan apa maksud dari hanya kak Andre yang lebih mengerti Juna?" Tanya Arka pelan namun penuh intimidasi.

Damn Travis mati kutu, harus jawab apa dia, jujur tadi ia hanya spontan mengatakan hal itu karena terlalu khawatir dengan Juna.

"Kenapa diem?" Tanya Arvin, bukan hanya Arvin yang kini menatapnya penuh tanda tanya tapi juga Leon, rasanya Travis ingin lari saja jika seperti ini.

Belum sempat Travis menjawab ruang UGD terbuka dengan Juna yang belum membuka matanya di atas brankar yang di dorong dua perawat dan Andre di belakangnya.

"Travis ikut Juna ke ruang rawat ya, kakak perlu bicara sama yang lain ajak Arka ikut ber-"

"Tidak, aku ikut pembicaraan kalian." Potong Arka pada ucapan Andre.

"Baiklah, mari ikut keruangan saya."Ujar Andre yang melangkah pelan menuju ruangannya.

"Bisa jelaskan sekarang apa yang terjadi pada Juna." Ujar Leon saat mereka telah tiba dan duduk dengan nyaman di ruangan Andre.

Andre menarik nafasnya yang terasa sesak, ia hampir tak sanggup mengungkap fakta tentang Juna, tapi ia harus lakukan Juna saat ini sangat membutuhkan dukungan dari keluarganya entah saat bangun nanti Juna akan memarahinya Andre akan menanggung itu ia tak ingin lebih lama melihat Juna berjuang hanya dengan teman sebayanya.

"Juna mengidap leukimia stadium awal om." Ujar Andre pelan namun masih bisa di dengar yang lain, bagaikan di sambar petir di siang bolong bagi ketiga lelaki di hadapan Andre.

"Nggak! Bohong!" Arka bangkit dari duduknya dengan marah, tak mungkin adik kecilnya mempunyai penyakit mengerikan itu.

"Tolong bicara yang benar, anak saya tak mungkin punya penyakit seperti itu." Ujar Leon yang menatap Andre tajam, sedangkan Arvin hanya mampu bersandar pada sofa di saat raganya seperti melayang mendengar penuturan Andre.

"Saya berbicara apa adanya om, Juna memang sedang sakit, awalnya saja juga ngga percaya dengan hasil pemeriksaan Juna, hingga berkali-kali saya melakukan tes ulang tapi hasilnya tetap sama Juna positif mengidap leukimia, berkali-kali juga saya bujuk Juna agar mau berbicara hal ini pada kalian tapi Juna selalu menolak karena kondisi keluarga kalian, Juna tak ingin menambah beban kalian jadi ia lebih memilih memendamnya sendiri hingga beberapa waktu sampai sahabat-sahabatnya tau akan hal itu dan mendukung Juna hingga kini, dan satu bulan terakhir Juna sudah mulai mau menjalani kemoterapi bersama saya, oh iya satu hal lagi, saya mohon jika Juna bangun nanti jangan beri dia banyak pertanyaan dan cukup perlakuan dengan baik, setidaknya kalian bisa menjadi lebih kuat untuk sandaran Juna saat ini dan saya mohon sekali lagi jangan salahkan anak-anak yang mengetahui kondisi Juna, mereka masih anak-anak yang hanya mampu memegang janjinya pada Juna untuk tak mengatakan apapun pada kalian." Andre memberikan penjelasan panjang dengan kepala yang menunduk, ia tak mampu menatap ketiga orang dihadapkan yang masing-masing saling berlomba-lomba menitihkan air matanya.

Mereka saling merutuki diri sendiri, Leon yang merasa semakin gagal dalam menjaga amanahnya, Arka yang merasa tidak berguna dan Arvin yang kembali menyalahkan dirinya.

** Ruang rawat Juna

"Jun bangun dong, takut gue anjir, gue takut lu kenapa-kenapa tapi emang kenapa-kenapa tapi pokoknya gitulah, bangun lah Jun masa lu ga kasian sama gue." Travis menunggu Juna dengan jantung yang berdebar, bukan karena jatuh cinta tapi karena Travis khawatir sekaligus takut.

"Jun elah tau ga sih lu kalo sekarang gue lagi di intai tiga singa yang siap nerkam gue kapan aja, gue takut di hajar bokap lu tau ngga, bangun kek biar kalo di marahin berdua gitu, eh tapi jangan deh biar gue aja di marahin om Leon rela gue, udah tenang aja tidur dulu ga papa dah asal lu janji bangun lagi."

"Wah ada kemajuan nih gue, selain bisa makan minum dan mandi sendiri sekarang gue udah jago ngomong sendiri." Travis menyisir rambutnya kebelakang merasa bangga.

Hingga suara pintu di buka membuat jantung Travis kembali berdebar, mulutnya komat-kamit membaca doa untuk menyiapkan mental dan fisiknya jikalau nanti Leon ataupun Arvin menghajarnya.

Travis menatap gugup Leon, Arvin dan Arka yang berjalan kearahnya dengan tampang yang tak bersahabat.

"Travis," panggil Leon membuat Travis bangkit dari duduknya.

"I-iya om?" Jawab Travis gugup.

"Makasih ya udah jagain Juna, Travis boleh pulang istirahat biar om yang jagain Juna." Ujar Leon tersenyum kearah Travis.

"Eh? Om ngga marah?" Tanya Travis kebingungan membuat Leon terkekeh.

"Ngebet banget ya mau di marahin om."

"Eh eh engga om hehe, ya udah Travis pamit ya om," Ujar Travis tersenyum.

"Bang Arka, kak Arvin, Travis pamit pulang ya, kak Arvin kabarin Travis kalo Juna udah siuman." Pamit Travis pada yang lain dan bergegas keluar ruangan dengan perasaan lega, setidaknya ia tidak pulang dalam keadaan babak belur.

Travis berjalan dengan tampang sok cool saat merasa penghuni rumah sakit yang ia lewati menatap kearahnya, "pesona orang ganteng gini amat sampe pada ga berkedip liatinnya."

Travis terus berjalan sok cool hingga ia tiba pelataran rumah sakit ia merasa ada sesuatu yang berbeda, Travis berhenti berjalan dan melihat kaki sebelah kirinya yang terasa panas.

"Lah anjer kemana sendal gue!? Jadii tadi orang-orang liatin gue bukan karena gue ganteng tapi gue pakek sendal sebelah doang!? MAMA TRAVIS MALUUU!" Travis berteriak histeris sembari berlari ke arah yang sekiranya sepi manusia, ia merasa malu padahal udah kelewat PD kalo orang-orang liatin dia karena ganteng.

***

Annyeong yeorobunnnnn, niatanya nih aku mau update tadi pagi kannnn.. tapi lupa mwehehe...

Makasih banget yang udah dukung dengan vote dan komen² lucu kalian... Luvvv bangettt pokoknya 🩷🩷🫂


감사합니다

TRIPLE'S A (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang