Bagian 21

394 45 6
                                    

Jangan lupa vote dan komen juseyoooo 🩷🩷


.




.



.



.


Juna pulang membawa Ruby dengan kecepatan sedang, moodnya sedang buruk jadi ia tak ingin kebut-kebutan, masih sayang nyawa.

Di perjalanan pulang ia menyempatkan diri mampir di taman kota dekat dengan perumahannya dan membeli es krim demi memperbaiki moodnya.

"Panas-panas gini makan eskrim emang paling bener." Ujar Juna sembari melahap es krim rasa coklat favoritnya.

Juna meregangkan otot-ototnya lantas bersandar pada kursi taman, namun pandangan matanya teralihkan pada sebuah keluarga kecil agak jauh di depannya, terlihat sepasang orang tua dan tiga anak laki-lakinya, hampir persis seperti keluarganya, bedanya di keluarganya tak ada mama.

Ibu dari anak-anak itu terlihat tengah menyuapi anaknya yang paling kecil sesekali mengecup kening anaknya.

Juna iri tapi Juna bisa apa, berteriak pada dunia kalau ia ingin bertemu mama nya? Walaupun Juna berteriak sampai suaranya hilangpun hal itu tak akan pernah terjadi, mood yang Juna bangun susah payah kembali anjlok dan Juna memutuskan untuk pulang.

.

.

"Juna pulang." Ujar Juna lesu sembari melepas sepatu dan kaos kakinya, ia berjalan lesu menuju kamar abangnya.

"Abang Juna pulang."

"Loh udah pulang, sana mandi terus makan." Sahut Arka yang merubah posisinya dari rebahan menjadi bersandar pada kepala ranjang.

"Abang.. adek mau peluk." Ujar Juna lirih yang kini berada di hadapan Arka.

"Sini peluk." Sahut Arka sembari merentangkan kedua tangannya.

"Adek kenapa hmm?" Tanya Arka sembari mengusap lembut surai adiknya.

"Adek sakit hati." Sahut Juna lirih.

"Sakit hati kenapa? Siapa yang udah berani bikin adek sakit hati, sini biar abang sentil jidatnya." Ujar Arka menggebu sekaligus heran, tumben-tumbenan adiknya patah hati.

"Mama." Ujar Juna lirih.

"Hah!?" Arka tak paham dengan maksud Juna.

"Mama yang bikin adek sakit hati." Ujar Juna lagi masih dengan intonasi yang lirih.

"Hah? Gimana-gimana?" Tanya Arka yang lagi-lagi tak paham dengan perkataan adiknya.

"Mama udah ninggalin adek, mama nggak sayang sama adek, mama ninggalin adek bahkan sebelum adek bisa lihat mama."

"Adek kog ngomongnya gitu, abang ngga suka ya, siapa yang ngajarin ngomong kaya gitu." Ujar Arka tegas namun malah membuat Juna menangis.

"Adek juga pengen ngerasain di sayang sama mama, di peluk mama, di gendong mama, tapi adek ngga pernah ngerasain itu." Sahut Juna sesegukan tak dapat lagi menahan tangisnya.

Sewaktu pulang sekolah tadi Juna di suguhi pemandangan keluarga cemara, padahal hatinya sudah sakit saat di tinggal Arumi tadi.

"Adek dengerin abang ya, mama tuh sayang banget sama adek, dulu pas hamil adek mama ngejaga banget adek, apa maunya adek pas ngidam semua mama turutin, mama selalu nyanyiin adek sambil usap-usap perut mama biar adek dengerin mama."

"Adek ngga boleh sedih gini, nanti mama ikut sedih di sana, besok kita ke tempat mama ya." Tutur Arka sembari mengusap air mata yang mengalir di pipi mulus adiknya.

"Eunggg.. tapi adek nggak mau mandi, mau peluk abang aja." Sahut Juna yang kini menenggelamkan kepalanya di ketiak abangnya.

Arka mengusap-usap punggung adiknya memberi ketenangan hingga nafas teratur dari Juna membuat Arka tahu jika adiknya sudah tertidur, Arka membiarkan Juna tidur di pelukannya sebelum mengganti seragamnya untuk kali ini, Arka rasanya ingin ikut menangis saat tau Juna menangis tapi ia harus kuat demi adiknya.

"Tidur yang nyenyak ya adek, semoga mimpi ketemu mama biar adek tau gimana sayangnya mama ke adek." Ujar Arka lirih.

Tak lama setelahnya pintu kamar Arka kembali terbuka.

"Arvin pulang." Ujar Arvin saat memasuki kamar Arka.

"Tumben udah pulang?" Sahut Arka yang masih di posisinya.

"Cuma ada pertemuan sebentar tadi bang, dosennya ada keperluan." Jawab Arvin yang meletakkan tasnya di meja belajar Juna dan mendekati ranjang abangnya.

"Loh adek tidur? Kog belum ganti baju masih pakek seragam gitu." Tanya Arvin yang heran, tumben abangnya membiarkan Juna tidur dengan masih menggunakan seragam.

"Abis nangis anaknya, biarin aja dulu." Jawab Arka yang kembali mengusap-usap punggung adiknya saat merasa Juna sedikit terusik.

"Nangis kenapa? Tumben banget." Tanya Arvin penasaran.

"Kangen mama, besok kita mau ketempat mama, Arvin mau ikut?" Tanya balik Arka.

"Mauuuu... Ya udah Arvin mandi dulu ya bang, sekalian mau keluar bentar beli ayam mang Asep buat adek biar ngga sedih lagi, abang mau nitip?"

"Nitip soto nya mang Asep ya." Pinta Arka dengan senyuman.

"Ay ay kaptenn..."

.

.

Malamnya Leon, Arvin bahkan Arka di buat kalang kabut karena Juna terus-terusan rewel, dari bangun tidur nggak mau mandi, di omelin Arvin eh anaknya nangis, pas habis mandi baju favoritnya masih di cuci belum kering nangis lagi, sampe makan malam Arvin udah beliin ayam kesukaannya eh dianya minta soto punya Arka tapi nggak jadi gara-gara soto Arka ada togenya eh nangis lagi.

Sehabis makan malam Leon membawa Juna dalam gendongannya ke kamarnya dan meminta Arvin menemani Arka tidur di kamarnya, biar untuk malam ini bungsunya itu tidur di kamar papanya.

"Adek udah ya nangisnya nanti pusing loh." Ujar Leon yang kini membawa putra bungsunya kedalam dekapannya, terkahir Juna menangis gara-gara kakinya kepentok kaki meja.

"Papa, adek mau ketemu mama." Ujar Juna lirih.

"Besok ya sayang, besok ngga usah sekolah dulu, kita ketemu mama, sampai sedihnya adek hilang." Tutur Leon.

"Adek jangan sedih kaya gini, papa jadi ikut sedih kalo adek sedih gini."

"Adek ngga sedih lagi, maafin adek udah buat papa sedih." Ujar Juna yang memeluk erat papanya, walaupun Juna sudah SMA Juna tak gengsi ataupun malu untuk bermanja-manja pada papanya, hidup tanpa kasih sayang dari seorang ibu membuat Juna harus bertahan demi papa dan saudara-saudaranya.

Pernah sewaktu Juna masih TK ia pulang dengan keadaan kacau dan menangis pilu mencari papanya, ia menangis tersedu-sedu meminta mamanya, di sekolah ia di hina teman-temannya karena tak memiliki mama, hal tersebut membuat Leon ikut menangis dalam diam.

"Adek maafin papa ngga bisa jaga mama buat adek, papa akan terus berusaha yang terbaik buat adek." Ujar Leon lirih saat melihat Juna telah tertidur di dekapannya.

Leon menyelimuti tubuh mungil Juna dan mengecup pelan kening putra bungsunya, "selamat tidur jagoan papa."

Leon ikut memejamkan matanya, semenjak SMP Juna tak lagi minta tidur dengannya dan ini pertama kali dalam beberapa tahun Juna ikut tidur bersamanya lagi, tapi bukan situasi seperti ini yang Leon mau, ia ingin anak-anaknya tumbuh dengan bahagia, tapi namanya juga hidup pasti ada susah dan senangnya.



***

Annyeong yeorobunnnnn....

Aku ngga bisa berword-word lagi..

Sampai jumpa di next chapter 🩷🫂

감사합니다






TRIPLE'S A (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang